PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 4 TAHUN 1988
TENTANG
RUMAH SUSUN
PRESIDEN REPUBLIK
INDONESIA,
Menimbang:
a.
bahwa dengan Undang-undang Nomor 16 Tahun 1985 tentang Rumah Susun telah
ditetapkan ketentuan-ketentuan pokok mengenai rumah susun;
b.
bahwa untuk melaksanakan ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam huruf a di atas, perlu ditetapkan Peraturan Pemerintah tentang
Rumah Susun.
Mengingat:
1.
Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945;
2.
Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang
Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria (Lembaran Negara Tahun 1960 Nomor 104,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 2043),
3.
Undang-undang Nomor 1 Tahun 1964 tentang
Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 6 Tahun 1962
tentang Pokok-pokok Perumahan menjadi Undang-undang (Lembaran Negara Tahun 1964
Nomor 3, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2611);
4.
Undang-undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang
Pokok-pokok Pemerintahan Di Daerah (Lembaran Negara Tahun 1974 Nomor 38,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 3037);
5.
Undang-undang Nomor 16 Tahun 1985 tentang Rumah
Susun (Lembaran Negara Tahun 1985 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Nomor
3318);
6.
Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961 tentang
Pendaftaran Tanah (Lembaran Negara Tahun 1961 Nomor 28, Tambahan Lembaran
Negara Nomor 2171);
7.
Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 1987 tentang
Penyerahan Sebagian Urusan Pemerintahan Di Bidang Pekerjaan Umum Kepada Daerah
(Lembaran Negara Tahun 1987 Nomor 25, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3353).
MEMUTUSKAN:
Menetapkan:
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA TENTANG RUMAH SUSUN
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan:
1.
Penyelenggara pembangunan adalah Badan Usaha
Milik Negara atau Daerah, Koperasi, dan Badan Usaha Milik Swasta yang bergerak
dalam bidang pembangunan rumah susun, serta swadaya masyarakat.
2.
Akta pemisahan adalah tanda bukti pemisahan
rumah susun atas satuan-satuan rumah susun, bagian bersama, benda bersama dan
tanah bersama dengan pertelaan yang jelas dalam bentuk gambar, uraian dan
batas-batasnya dalam arah vertikal dan horizontal yang mengandung nilai
perbandingan proporsional.
3.
Pemerintah Daerah adalah Pemerintah Daerah
Tingkat II Kabupaten/ Kotamadya dan
Pemerintah Daerah Tingkat I Daerah Khusus lbukota Jakarta.
4.
Kesatuan sistem pembangunan adalah pembangunan
yang dilaksanakan pada tanah bersama dengan penggunaan dan pemanfaatan yang
berbeda-beda baik untuk hunian maupun bukan hunian secara mandiri maupun
terpadu berdasarkan perencanaan lingkungan atau perencanaan bangunan yang
merupakan satu kesatuan.
5.
Persyaratan teknis adalah persyaratan mengenai
struktur bangunan, keamanan, keselamatan, kesehatan, kenyamanan, dan lain-lain
yang berhubungan dengan rancang bangun, termasuk kelengkapan prasarana dan
fasilitas lingkungan, yang diatur dengan peraturan perundang-undangan serta
disesuaikan dengan kebutuhan dan perkembangan.
6.
Persyaratan administratif adalah persyaratan
mengenai perizinan usaha dari perusahaan pembangunan perumahan, izin lokasi
dan/atau peruntukannya perizinan mendirikan bangunan (IMB), serta izin layak
huni yang diatur dengan peraturan perundang-undangan dan disesuaikan dengan
kebutuhan dan perkembangan.
7.
Nilai perbandingan proporsional adalah angka
yang menunjukkan perbandingan antara satuan rumah susun terhadap hak atas
bagian bersama, benda bersama, dan tanah bersama, dihitung berdasarkan luas
atau nilai satuan rumah susun yang bersangkutan terhadap jumlah luas bangunan
atau nilai rumah susun secara keseluruhan pada waktu penyelenggara pembangunan
untuk pertama kali memperhitungkan biaya pembangunannya secara keseluruhan
untuk menentukan harga jualnya.
BAB II
PENGATURAN DAN PEMBINAAN RUMAH SUSUN
Bagian Pertama
Arah Kebijaksanaan
Pasal 2
(1)
Pengaturan dan pembinaan rumah susun diarahkan
untuk dapat meningkatkan usaha pembangunan perumahan dan pemukiman yang
fungsional bagi kepentingan rakyat banyak.
(2)
Pengaturan dan pembinaan rumah susun sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) dimaksudkan untuk:
a.
mendukung konsepsi tata ruang yang dikaitkan
dengan pengembangan pembangunan daerah perkotaan ke arah vertikal dan untuk
meremajakan daerah-daerah kumuh;
b.
meningkatkan optimasi penggunaan sumber daya
tanah perkotaan;
c.
mendorong pembangunan pemukiman berkepadatan
tinggi.
Pasal 3
Pengaturan dan pembinaan rumah susun berlandaskan
1.
Kebijaksanaan umum;
2.
Kebijaksanaan teknis dan kebijaksanaan
operasional yang digariskan oleh masing-masing instansi yang berwenang.
Pasal 4
Penyusunan rencana jangka panjang dan jangka pendek
pembangunan rumah susun dilaksanakan oleh Pemerintah Daerah yang bersangkutan
berdasarkan kebijaksanaan dan pedoman Pemerintah Pusat.
Pasal 5
Pengaturan dan pembinaan rumah susun meliputi
ketentuan-ketentuan mengenai persyaratan teknis dan administratif pembangunan
rumah susun, izin layak huni, pemilikan satuan rumah susun, penghunian,
pengelolaan, dan tata cara pengawasannya.
Bagian Kedua
Wewenang dan Tanggung Jawab
Pasal 6
(1)
Pengaturan dan pembinaan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 5 yang bersifat umum dalam arti yang seluas-luasnya terhadap
pembangunan rumah susun dan pengembangannya, menjadi wewenang dan tanggung
jawab Pemerintah Pusat.
(2)
Wewenang dan tanggung jawab Pemerintah Pusat
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan oleh Menteri yang ditunjuk pada
pasal yang bersangkutan dalam Peraturan Pemerintah ini.
(3)
Pengaturan dan pembinaan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 5 yang mempunyai karakteristik lokal, berhubungan dengan tata kota
dan tata daerah, menjadi wewenang dan tanggung jawab Pemerintah Daerah. sesuai
dengan asas desentralisasi sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 5
Tahun 1974.
(4)
Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam
ayat (3) dilakukan oleh Pemerintah Daerah yang bersangkutan berdasarkan pedoman
dari arahan Menteri sebagaimana dimaksud dalam ayat (2).
Bagian Ketiga
Rumah Susun untuk Hunian dan Bukan Hunian
Pasal 7
Rumah susun yang digunakan untuk hunian atau bukan hunian
secara mandiri atau secara terpadu sebagai kesatuan sistem pembangunan, wajib
memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5
BAB III
PERSYARATAN TEKNIS DAN ADMINISTRATIF PEMBANGUNAN RUMAH SUSUN
Bagian Pertama
Umum
Pasal 8
Di dalam perencanaan harus dapat dengan jelas ditentukan dan
dipisahkan masing-masing satuan rumah susun serta nilai perbandingan
proporsionalnya.
Pasal 9
Rencana yang menunjukkan satuan rumah susun, harus berisi
rencana tapak beserta denah dan potongan yang menunjukkan dengan jelas batasan
secara vertikal dan horizontal dari satuan rumah susun yang dimaksud.
Pasal 10
Batas pemilikan bersama harus digambarkan secara jelas dan
mudah dimengerti oleh semua pihak dan ditunjukkan dengan gambar dan uraian
tertulis yang terperinci.
Bagian Kedua
Persyaratan Teknis
Paragraf 1
Ruang
Pasal 11
(1)
Semua ruang yang dipergunakan untuk kegiatan
sehari-hari harus mempunyai hubungan langsung maupun tidak langsung dengan
udara luar dan pencahayaan langsung maupun tidak langsung secara alami, dalam
jumlah yang cukup, sesuai dengan persyaratan yang berlaku.
(2)
Dalam hal hubungan langsung maupun tidak
langsung dengan udara luar dan pencahayaan langsung maupun tidak langsung
secara alami sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak mencukupi atau tidak
memungkinkan, harus diusahakan adanya pertukaran udara dan pencahayaan buatan
yang dapat bekerja terus menerus selama ruangan tersebut digunakan, sesuai
dengan persyaratan yang berlaku.
Paragraf 2
Struktur, Komponen, dan Bahan Bangunan
Pasal 12
Rumah susun harus direncanakan dan dibangun dengan struktur,
komponen, dan penggunaan bahan bangunan yang memenuhi persyaratan konstruksi
sesuai dengan standar yang berlaku.
Pasal 13
Struktur, komponen, dan penggunaan bahan bangunan rumah
susun sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12, harus diperhitungkan kuat dan tahan
terhadap:
a.
beban mati;
b.
beban bergerak;
c.
gempa, hujan, angin, banjir;
d.
kebakaran dalam jangka waktu yang diperhitungkan
cukup untuk usaha pengamanan dan penyelamatan;
e.
daya dukung tanah,
f.
kemungkinan adanya beban tambahan, baik dari
arah vertikal maupun horizontal;
g.
gangguan/perusak lainnya, sesuai dengan
ketentuan yang berlaku.
Paragraf 3
Kelengkapan Rumah Susun
Pasal 14
Rumah susun harus dilengkapi dengan:
a.
jaringan air bersih yang memenuhi persyaratan
mengenai persiapan dan perlengkapannya termasuk meter air, pengatur tekanan
air, dan tangki air dalam bangunan;
b.
jaringan listrik yang memenuhi persyaratan
mengenai kabel dan perlengkapannya, termasuk meter listrik dan pembatas arus,
serta pengamanan terhadap kemungkinan timbulnya hal-hal yang membahayakan;
c.
jaringan gas yang memenuhi persyaratan beserta
perlengkapannya termasuk meter gas, pengatur arus, serta pengamanan terhadap
kemungkinan timbulnya hal-hal yang membahayakan;
d.
saluran pembuangan air hujan yang memenuhi
persyaratan kualitas, kuantitas, dan pemasangan;
e.
saluran pembuangan air limbah yang memenuhi persyaratan kualitas, kuantitas, pemasangan,
f.
saluran dan/atau tempat pembuangan sampah yang
memenuhi persyaratan terhadap kebersihan, kesehatan, dan kemudahan;
g.
g tempat
untuk kemungkinan pemasangan jaringan telepon dan alat komunikasi lainnya;
h.
alat transportasi yang berupa tangga, lift atau
eskalator sesuai dengan tingkat keperluan dan persyaratan yang berlaku;
i.
pintu dan tangga darurat kebakaran;
j.
tempat jemuran;
k.
alat pemadam kebakaran,
l.
penangkal petir;
m.
alat/sistem alarm
n.
pintu kedap asap pada jarak-jarak tertentu;
o.
generator listrik disediakan untuk rumah susun
yang menggunakan lift.
Pasal 15
Bagian-bagian dari kelengkapan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 14, yang merupakan hak bersama harus ditempatkan dan dilindungi untuk
menjamin fungsinya sebagai bagian bersama dan mudah dikelola.
Paragraf 4
Satuan Rumah Susun
Pasal 16
Satuan rumah susun harus mempunyai ukuran standar yang dapat
dipertanggungjawabkan, dan memenuhi
persyaratan sehubungan dengan fungsi dan penggunaannya serta harus
disusun, diatur, dan dikoordinasikan untuk dapat mewujudkan suatu keadaan yang
dapat menunjang kesejahteraan dan kelancaran bagi penghuni dalam menjalankan
kegiatan sehari-hari untuk hubungan ke dalam maupun ke luar.
Pasal 17
Satuan rumah susun dapat berada pada permukaan tanah, di
atas atau di bawah permukaan tanah, atau sebagian di bawah dan sebagian di atas
permukaan tanah, merupakan dimensi dan volume ruang tertentu sesuai dengan yang
telah direncanakan.
Pasal 18
Satuan rumah susun yang digunakan untuk hunian, di samping
ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 dan Pasal 17, setidak-tidaknya
harus dapat memenuhi kebutuhan penghuni sehari-hari.
Pasal 19
Satuan rumah susun sederhana yang digunakan untuk hunian,
pemenuhan kebutuhan para penghuni sehari-hari sebagaimana dimaksud dalam Pasal
18, dapat disediakan pada bagian bersama.
Paragraf 5
Bagian Bersama dan Benda Bersama
Pasal 20
Bagian bersama yang berupa ruang untuk umum, ruang tangga,
lift, selasar, harus mempunyai ukuran yang memenuhi persyaratan dan diatur
serta dikoordinasikan untuk dapat memberikan kemudahan bagi penghuni dalam
melakukan kegiatan sehari-hari baik dalam hubungan sesama penghuni, maupun
dengan pihak-pihak lain, dengan memperhatikan keserasian, keseimbangan, dan
keterpaduan.
Pasal 21
Benda bersama harus mempunyai dimensi, lokasi, kualitas,
kapasitas yang memenuhi persyaratan dan diatur serta dikoordinasikan untuk
dapat memberikan keserasian lingkungan guna menjamin keamanan dan kenikmatan
para penghuni maupun pihak-pihak lain, dengan memperhatikan keselarasan,
keseimbangan, dan keterpaduan.
Pasal 22
(1)
Rumah susun harus dibangun di lokasi yang sesuai
dengan peruntukan dan keserasian lingkungan dengan memperhatikan rencana tata
ruang dan tata guna tanah yang ada.
(2)
Rumah susun harus dibangun pada lokasi yang
memungkinkan berfungsinya dengan baik saluran-saluran pembuangan dalam
lingkungan ke sistem jaringan pembuangan air hujan dan jaringan air limbah
kota.
(3)
Lokasi rumah susun harus mudah dicapai angkutan
yang diperlukan baik langsung maupun tidak langsung pada waktu pembangunan
maupun penghunian serta perkembangan di masa mendatang, dengan memperhatikan
keamanan, ketertiban, dan gangguan pada lokasi sekitarnya.
(4)
Lokasi rumah susun harus dijangkau oleh
pelayanan jaringan air bersih dan listrik.
(5)
Dalam hal lokasi rumah susun belum dapat
dijangkau oleh pelayanan jaringan air bersih dan listrik, penyelenggara
pembangunan wajib menyediakan secara tersendiri sarana air bersih dan listrik
sesuai dengan tingkat keperluannya, dan dikelola berdasarkan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
Paragraf 6
Kepadatan dan Tata Letak Bangunan
Pasal 23
Kepadatan bangunan dalam lingkungan harus memperhitungkan
dapat dicapainya optimasi daya guna dan hasil guna tanah, sesuai dengan
fungsinya, dengan memperhatikan keserasian dan keselamatan lingkungan
sekitarnya, berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pasal 24
(1)
Tata letak bangunan harus menunjang kelancaran
kegiatan sehari-hari dengan mempertimbangkan keserasian, keseimbangan, dan
keterpaduan.
(2)
Tata letak bangunan harus memperhatikan
penetapan batas pemilikan tanah bersama, segi-segi kesehatan, pencahayaan,
pertukaran udara, serta pencegahan dan pengamanan terhadap bahaya yang
mengancam keselamatan penghuni, bangunan, dan lingkungannya berdasarkan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pasal 25
(1)
Lingkungan rumah susun harus dilengkapi dengan
prasarana lingkungan yang berfungsi sebagai penghubung untuk keperluan kegiatan
sehari-hari bagi penghuni, baik ke dalam maupun ke luar dengan penyediaan jalan
setapak, jalan kendaraan, dan tempat parkir.
(2)
Penyediaan prasarana lingkungan sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1), harus mempertimbangkan kemudahan dan keserasian
hubungan dalam kegiatan sehari-hari dan pengamanan bila terjadi hal-hal yang
membahayakan, serta struktur, ukuran, dan kekuatan yang cukup sesuai dengan
fungsi dan penggunaan jalan tersebut.
Pasal 26
Lingkungan rumah susun harus dilengkapi dengan prasarana
lingkungan dan utilitas umum yang sifatnya menunjang fungsi lainnya dalam rumah
susun yang bersangkutan, meliputi:
a.
jaringan distribusi air bersih, gas, dan listrik
dengan segala kelengkapannya termasuk kemungkinan diperlukannya tangki-tangki
air, pompa air, tangki gas, dan gardu-gardu listrik;
b.
saluran pembuangan air hujan yang menghubungkan
pembuangan air hujan dari rumah susun ke sistem jaringan pembuangan air kota;
c.
saluran pembuangan air limbah dan/atau tangki
septik yang menghubungkan pembuangan air limbah dari rumah susun ke sistem
jaringan air limbah kota, atau penampungan air limbah tersebut ke dalam tangki
septik dalam lingkungan;
d.
tempat pembuangan sampah yang fungsinya adalah
sebagai tempat pengumpulan sampai dari rumah susun untuk selanjutnya dibuang ke
tempat pembuangan sampah kota, dengan memperhatikan faktor-faktor kemudahan
pengangkutan, kesehatan, kebersihan, dan keindahan;
e.
kran-kran air untuk pencegahan dan pengamanan
terhadap bahaya kebakaran yang dapat menjangkau semua tempat dalam lingkungan
dengan kapasitas air yang cukup untuk pemadam kebakaran;
f.
tempat parkir kendaraan dan/atau penyimpanan
barang yang diperhitungkan terhadap kebutuhan penghuni dalam melaksanakan
kegiatan-kegiatannya sesuai dengan fungsinya;
g.
jaringan telepon dan alat komunikasi lain sesuai
dengan tingkat keperluannya.
Paragraf 8
Fasilitas Lingkungan
Pasal 27
Dalam rumah susun dan lingkungannya harus disediakan
ruangan-ruangan dan/atau bangunan untuk tempat berkumpul, melakukan kegiatan
masyarakat, tempat bermain bagi anak-anak, dan kontak sosial lainnya, sesuai
dengan standar yang berlaku.
Pasal 28
Dalam lingkungan rumah susun yang sebagian atau seluruhnya
digunakan sebagai hunian untuk jumlah satuan hunian tertentu, selain penyediaan
ruang dan/atau bangunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27, harus disediakan
pula ruangan dan/atau bangunan untuk pelayanan kebutuhan sehari-hari sesuai
dengan standar yang berlaku.
Pasal 29
Ketentuan-ketentuan teknis sebagaimana dimaksud dalam BAB
III Bagian Kedua diatur oleh Menteri Pekerjaan Umum.
Bagian Ketiga
Persyaratan Administratif
Pasal 30
(1)
Rumah susun dan lingkungannya harus dibangun dan
dilaksanakan berdasarkan perizinan yang diberikan oleh Pemerintah Daerah sesuai
dengan peruntukannya.
(2)
Perizinan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
diajukan oleh penyelenggara pembangunan kepada Pemerintah Daerah, dengan
melampirkan persyaratan-persyaratan sebagai berikut
a.
sertifikat hak atas tanah;
b.
fatwa peruntukan tanah;
c.
rencana tapak;
d.
gambar rencana arsitektur yang memuat denah dan
potongan beserta pertelaannya yang menunjukkan dengan jelas batasan secara
vertikal dan horizontal dari satuan rumah susun;
e.
gambar rencana struktur beserta perhitungannya;
f.
gambar rencana yang menunjukkan dengan jelas
bagian bersama, benda bersama, dan tanah bersama;
g.
gambar rencana jaringan dan instalasi beserta
perlengkapannya.
Pasal 31
Penyelenggara pembangunan wajib meminta pengesahan dari
Pemerintah Daerah atas pertelaan yang menunjukkan batas yang jelas dari
masing-masing satuan rumah susun, bagian bersama, benda bersama, dan tanah
bersama beserta uraian nilai perbandingan proporsionalnya, setelah memperoleh
izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30.
Pasal 32
(1)
Perubahan rencana peruntukan dan pemanfaatan
rumah susun harus mendapat izin dari Pemerintah Daerah sesuai dengan
persyaratan yang ditentukan dan telah memperoleh pengesahan atas perubahan
dimaksud beserta pertelaannya, dan uraian nilai perbandingan proporsional
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31.
(2)
Perubahan rencana peruntukan dan pemanfaatan
suatu bangunan gedung bertingkat menjadi rumah susun, harus mendapat izin dari
Pemerintah Daerah sebagaimana dimaksud dalam ayat (1).
Pasal 33
(1)
Tata cara permohonan dan pemberian perizinan
serta pengesahan sebagaimana dimaksud delay Pasal 30, Pasal 31, Pasal 32, dan
diatur lebih lanjut dengan Peraturan Daerah.
(2)
Peraturan Daerah sebagaimana dimaksud dalam ayat
(1) baru berlaku setelah mendapat pengesahan dari pejabat yang berwenang.
Pasal 34
(1)
Dalam hal terjadi perubahan pada waktu pelaksanaan
pembangunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32, penyelenggara pembangunan
wajib meminta izin dan pengesahan terhadap perubahan yang diminta kepada
Instansi yang berwenang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (1).
(2)
Dalam hal terjadi perubahan struktur bangunan
dan instalasi terhadap rumah susun yang telah dibangun, pemilik wajib meminta
izin dan pengesahan mengenai perubahan tersebut kepada instansi yang berwenang.
BAB IV
IZIN LAYAK HUNI
Pasal 35
(1)
Penyelenggara pembangunan rumah susun wajib
mengajukan permohonan izin layak huni setelah menyelesaikan pembangunannya
sesuai dengan perizinan yang telah diberikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
30 dengan menyerahkan gambar-gambar dan ketentuan teknis yang terperinci.
(2)
Pemerintah Daerah sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 30, Pasal 31 dan Pasal 34, memberikan izin layak huni setelah diadakan
pemeriksaan terhadap rumah susun yang telah selesai dibangun berdasarkan
persyaratan dan ketentuan perizinan yang telah diterbitkan.
(3)
Penyelenggara pembangunan wajib menyerahkan
dokumen-dokumen perizinan beserta gambar-gambar dan ketentuan-ketentuan teknis
yang terperinci sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30, Pasal 31, dan Pasal 34
kepada perhimpunan penghuni yang telah dibentuk beserta:
a.
tata cara pemanfaatan/penggunaan, pemeliharaan,
perbaikan, dan kemungkinan-kemungkinan dapat diadakannya perubahan pada rumah
susun maupun lingkungannya;
b.
uraian dan catatan singkat yang bersifat hal-hal
khusus yang perlu diketahui oleh para penghuni, pemilik, pengelola, dan
pihak-pihak lain yang berkepentingan.
Pasal 36
Dalam hal izin layak huni tidak diberikan, penyelenggara
pembangunan rumah susun dapat mengajukan keberatan kepada Gubernur Kepala
Daerah Tingkat I yang akan memberikan keputusan mengikat.
Pasal 37
(1)
Tata cara perizinan layak huni diatur lebih
lanjut dengan Peraturan Daerah.
(2)
Peraturan Daerah sebagaimana dimaksud dalam ayat
(1) mulai berlaku setelah mendapat pengesahan dari pejabat yang berwenang.
BAB V
PEMILIKAN SATUAN RUMAH SUSUN
Bagian Pertama
Pemisahan Hak atas Satuan-satuan Rumah Susun
Pasal 38
(1)
Hak atas tanah dari suatu lingkungan di mana
rumah susun akan dibangun dapat berstatus hak milik, hak guna bangunan, hak
pakai atas tanah negara atau hak pengelolaan.
(2)
Dalam hal rumah susun yang bersangkutan dibangun
di atas suatu lingkungan di mana tanah yang dikuasai tersebut berstatus hak
pengelolaan, penyelenggara pembangunan
wajib menyelesaikan status hak guna bangunan di atas hak pengelolaan baik sebagian maupun keseluruhannya untuk
menentukan batas tanah bersama.
(3)
Pemberian status hak guna bangunan sebagaimana
dimaksud dalam ayat (2) dilaksanakan sebelum satuan-satuan rumah susun yang
bersangkutan dijual.
Pasal 39
(1)
Penyelenggara pembangunan wajib memisahkan rumah
susun atas satuan-satuan rumah susun meliputi bagian bersama, benda bersama dan
tanah bersama dengan pertelaan yang jelas dalam bentuk gambar, uraian, dan
batas-batasnya dalam arah vertikal dan horizontal sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 31, dengan penyesuaian seperlunya sesuai kenyataan yang dilakukan dengan
pembuatan akta pemisahan.
(2)
Pertelaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
yang berkaitan dengan satuan-satuan yang terjadi karena pemisahan rumah susun
menjadi hak milik atas satuan rumah susun, mempunyai nilai perbandingan
proporsional yang sama, kecuali ditentukan lain yang dipakai sebagai dasar
untuk mengadakan pemisahan dan penerbitan sertifikat hak milik atas satuan
rumah susun.
(3)
Akta pemisahan sebagaimana dimaksud dalam ayat
(1) disahkan oleh Pemerintah Daerah dilampiri gambar, uraian, dan batas-batas
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 dan Pasal 31.
(4)
Akta pemisahan sebagaimana dimaksud dalam ayat
(3) harus didaftarkan oleh penyelenggara pembangunan pada Kantor Agraria
Kabupaten atau Kotamadya dengan melampirkan sertifikat hak atas tanah, izin
layak huni, beserta warkah-warkah lainnya.
(5)
Hak milik atas satuan rumah susun terjadi sejak
didaftarkannya akta pemisahan dengan dibuatnya Buku Tanah untuk setiap satuan
rumah susun yang bersangkutan.
(6)
Bentuk dan tata cara pembuatan Buku Tanah dan
penerbitan sertifikat hak milik atas satuan rumah susun, diatur oleh Menteri
Dalam Negeri.
Pasal 40
(1)
Isi akta pemisahan yang telah disahkan oleh
Pemerintah Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 ayat (3) mengikat semua
pihak.
(2)
Bentuk dan tata cara pengisian dan pendaftaran
akta pemisahan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur oleh Menteri Dalam
Negeri.
Bagian Kedua
Batas Pemilikan Satuan Rumah Susun
Pasal 41
(1)
Hak milik atas satuan rumah susun meliputi hak
pemilikan perseorangan yang digunakan secara terpisah, hak bersama atas bagian-bagian
bangunan, hak bersama atas benda, dan hak bersama atas tanah, semuanya
merupakan satu kesatuan hak yang secara fungsional tidak terpisahkan.
(2)
Hak pemilikan perseorangan sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) merupakan ruangan dalam bentuk geometrik tiga dimensi yang tidak
selalu dibatasi oleh dinding.
(3)
Dalam hal ruangan sebagaimana dimaksud dalam
ayat (2) dibatasi dinding, permukaan bagian dalam dari dinding pemisah,
permukaan bagian bawah dari langit-langit struktur, permukaan bagian atas dari
lantai struktur, merupakan batas pemilikannya.
(4)
Dalam hal ruangan sebagaimana dimaksud dalam
ayat (2) sebagian tidak dibatasi dinding, batas permukaan dinding bagian luar
yang berhubungan langsung dengan udara luar yang ditarik secara vertikal
merupakan pemilikannya.
(5)
Dalam hal ruangan sebagaimana dimaksud dalam
ayat (2) keseluruhannya tidak dibatasi dinding, garis batas yang ditentukan dan
ditarik secara vertikal yang penggunaannya sesuai dengan peruntukannya,
merupakan batas pemilikannya.
Bagian Ketiga
Peralihan, Pembebanan, dan Pendaftaran Hak Milik atas Satuan Rumah
Susun
Pasal 42
(1)
Pemindahan hak milik atas satuan rumah susun,
dan pendaftaran peralihan haknya dilakukan dengan menyampaikan:
a.
akta Pejabat Pembuat Akta Tanah atau Berita
Acara Lelang;
b.
sertifikat hak milik atas satuan rumah susun
yang bersangkutan,
c.
Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga
perhimpunan penghuni;
d.
surat-surat lainnya yang diperlukan untuk
pemindahan hak.
(2)
Pewarisan hak milik atas satuan rumah susun,
pendaftaran peralihan haknya dilakukan dengan menyampaikan :
a.
sertifikat hak milik atas satuan rumah susun;
b.
surat keterangan kematian pewaris;
c.
surat wasiat atau surat keterangan waris sesuai
dengan ketentuan hukum yang berlaku;
d.
bukti kewarganegaraan ahli waris;
e.
Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga
perhimpunan penghuni;
f.
surat-surat lainnya yang diperlukan untuk
pewarisan.
Pasal 43
Dalam hal terjadi pembebanan atas rumah susun, pendaftaran
hipotik atau fidusia yang bersangkutan dilakukan dengan menyampaikan:
a.
sertifikat hak milik atas satuan rumah susun
yang bersangkutan;
b.
akta pembebanan hipotik atau fidusia;
c.
surat-surat lainnya yang diperlukan untuk
pembebanan.
Pasal 44
(1)
Setelah menerima berkas-berkas pendaftaran
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 dan Pasal 43, Kantor Agraria Kabupaten atau
Kotamadya membukukan dan mencatat peralihan hak tersebut dalam Buku Tanah dan
pada sertifikat hak milik atas satuan rumah susun yang bersangkutan, untuk
kemudian diberikan sertifikat tersebut kepada yang berhak.
(2)
Dalam hal terjadi pembebanan hak milik atas
satuan rumah susun sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43, sertifikat yang
bersangkutan dapat diserahkan kepada kreditur atas persetujuan yang berhak.
Pasal 45
Ketentuan lebih lanjut mengenai penggantian gambar situasi
menjadi surat ukur, pendaftaran, peralihan, dan pembebanan hak milik atas
satuan rumah susun diatur oleh Menteri Dalam Negeri.
Bagian Keempat
Perubahan dan Penghapusan Hak Pemilikan
Pasal 46
Pembangunan beberapa rumah susun yang direncanakan pada
sebidang tanah dengan sistem pemilikan perseorangan dan hak bersama, dan telah
mendapat izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 dan Pasal 31 dapat
dilaksanakan secara bertahap, sepanjang tidak mengubah nilai perbandingan
proporsionalnya.
Pasal 47
(1)
Dalam hal terjadi perubahan rencana dalam
pelaksanaan pembangunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46 untuk tahap
berikutnya, yang mengakibatkan kenaikan nilai perbandingan proporsionalnya,
perubahan tersebut oleh penyelenggara pembangunan harus diberitahukan kepada
perhimpunan penghuni, dan dalam hal tersebut diadakan perhitungan kembali.
(2)
Dalam hal perubahan sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1) mengakibatkan penurunan nilai perbandingan proporsionalnya, perubahan
tersebut oleh penyelenggara pembangunan harus dimintakan persetujuan kepada
perhimpunan penghuni, dan dalam hal tersebut diadakan perhitungan kembali.
(3)
Perubahan nilai perbandingan proporsional
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) harus disahkan kembali menurut
ketentuan Pasal 30 dan Pasal 31 dan didaftarkan menurut ketentuan Pasal 39 ayat
(4).
(4)
Dalam hal perhimpunan penghuni tidak memberikan
persetujuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), penyelenggara pembangunan
dapat mengajukan keberatan-keberatan kepada Pemerintah Daerah dan dalam jangka
waktu 30 hari Pemerintah Daerah memberikan keputusan terakhir dan mengikat.
(5)
Dalam hal
perubahan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dan ayat (3) tidak jadi
dilaksanakan, penyelenggara pembangunan wajib memperhitungkan kembali nilai
perbandingan proporsionalnya sebagaimana semula, dan dimintakan pengesahan serta
didaftarkan kembali.
Pasal 48
(1)
Dalam hal terjadi rencana perubahan fisik rumah
susun yang mengakibatkan perubahan nilai perbandingan proporsional harus
mendapat persetujuan dari perhimpunan penghuni.
(2)
Persetujuan perhimpunan penghuni dipergunakan
sebagai dasar di dalam membuat akta perubahan pemisahan.
(3)
Akta perubahan pemisahan sebagaimana dimaksud
dalam ayat (2) memuat perubahan-perubahan dalam pertelaan yang mengandung
perubahan nilai perbandingan proporsional.
(4)
Akta perubahan pemisahan sebagaimana dimaksud
dalam ayat (3) harus didaftarkan pada Kantor Agraria Kabupaten atau Kotamadya
untuk dijadikan dasar dalam mengadakan perubahan pada Buku Tanah dan
sertifikat-sertifikat hak milik atas satuan rumah susun yang bersangkutan.
Pasal 49
(1)
Dalam hal terjadi perubahan atas satuan rumah
susun yang dimiliki oleh perseorangan secara terpisah, perubahan tersebut tidak
boleh menimbulkan kerugian bagi pemilik lainnya.
(2)
Perubahan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
harus diberitahukan kepada perhimpunan penghuni dan dilakukan sesuai dengan
ketentuan-ketentuan yang ditetapkan oleh perhimpunan penghuni serta persyaratan
teknis pembangunan lainnya yang berlaku.
Pasal 50
Hak milik atas satuan rumah susun hapus karena
a.
hak atas tanahnya hapus menurut peraturan
perundang-undangan yang berlaku;
b.
tanah dan bangunannya musnah;
c.
terpenuhinya syarat batal;
d.
pelepasan hak secara sukarela.
Pasal 51
Dalam hal hak milik atas satuan rumah susun hapus
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 huruf a dan huruf c, setiap pemilik hak
atas satuan rumah susun berhak memperoleh bagian atas milik bersama terhadap
bagian bersama, benda bersama, dan tanah bersama sesuai dengan nilai
perbandingan proporsionalnya dengan melihat kenyataan yang ada.
Pasal 52
(1)
Sebelum Hak Guna Bangunan atau Hak Pakai atas
tanah Negara yang di atasnya berdiri rumah susun sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 38 haknya berakhir, para pemilik melalui perhimpunan penghuni mengajukan
permohonan perpanjangan atau pembaharuan hak atas tanah tersebut sesuai dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(2)
Penerbitan perpanjangan atau pembaharuan hak
atas tanah sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur oleh Menteri Dalam
Negeri.
Bagian Kelima
Kemudahan Pembangunan dan Pemilikan
Pasal 53
(1)
Kepada golongan masyarakat yang berpenghasilan
rendah yang berkehendak untuk memiliki satuan rumah susun sederhana dapat
diberikan kemudahan baik langsung maupun tidak langsung.
(2)
Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1) diatur lebih lanjut oleh Menteri yang bertanggung jawab di bidang
pembangunan perumahan dan Menteri lain yang terkait serta Pemerintah Daerah
yang bersangkutan sesuai dengan bidang tugasnya masing-masing.
BAB VI
PENGHUNIAN DAN PENGELOLAAN RUMAH SUSUN
Bagian Pertama
Penghunian Rumah Susun
Pasal 54
(1)
Para penghuni dalam suatu lingkungan rumah susun
baik untuk hunian maupun bukan hunian wajib membentuk perhimpunan penghuni
untuk mengatur dan mengurus kepentingan bersama yang bersangkutan sebagai
pemilikan, penghunian, dan pengelolaannya.
(2)
Pembentukan perhimpunan penghuni dilakukan dengan
pembuatan akta yang disahkan oleh Bupati atau Walikotamadya Kepala Daerah
Tingkat II, dan untuk Daerah Khusus lbukota Jakarta oleh Gubernur Kepala Daerah
Tingkat 1.
(3)
Perhimpunan penghuni dapat mewakili para
penghuni dalam melakukan perbuatan hukum baik ke dalam maupun ke luar
Pengadilan.
Pasal 55
(1)
Yang menjadi anggota perhimpunan penghuni adalah
subyek hukum yang memiliki, atau memakai, atau menyewa, atau menyewa beli atau
yang memanfaatkan satuan rumah susun bersangkutan yang berkedudukan sebagai penghuni,
dengan memperhatikan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 58.
(2)
Dalam hal perhimpunan penghuni memutuskan
sesuatu yang menyangkut pemilikan dan pengelolaan rumah susun, setiap pemilik
hak atas satuan rumah susun mempunyai suara yang sama dengan nilai perbandingan
proporsional.
(3)
Dalam hal perhimpunan penghuni memutuskan
sesuatu yang menyangkut kepentingan penghunian rumah susun, setiap pemilik hak
atas satuan rumah susun diwakili oleh satu suara.
Pasal 56
Perhimpunan penghuni mempunyai fungsi sebagai berikut:
a.
membina terciptanya kehidupan lingkungan yang
sehat, tertib, dan aman;
b.
mengatur dan membina kepentingan penghuni;
c.
mengelola rumah susun dan lingkungannya.
Pasal 57
(1)
Pengurus perhimpunan penghuni, keanggotaannya
dipilih berdasarkan asas kekeluargaan oleh dan dari anggota perhimpunan
penghuni melalui rapat umum perhimpunan penghuni yang khusus diadakan untuk
keperluan tersebut.
(2)
Pengurus perhimpunan penghuni sekurang-kurangnya
terdiri dari seorang Ketua, seorang Sekretaris, seorang Bendahara, dan seorang Pengawas
Pengelolaan.
(3)
Dalam hal diperlukan, pengurus dapat membentuk
Unit Pengawasan Pengelolaan.
(4)
Penyelenggara pembangunan wajib bertindak
sebagai pengurus perhimpunan sementara sebelum terbentuknya perhimpunan
penghuni, dan membantu penyiapan terbentuknya perhimpunan penghuni yang
sebenarnya dalam waktu yang secepatnya.
Pasal 58
(1)
Dalam hal pemilik menyerahkan penggunaan satuan
rumah susun baik sebagian maupun seluruhnya pada pihak lain berdasarkan suatu
hubungan hukum tertentu, harus dituangkan dalam akta yang secara tegas
mencantumkan beralihnya sebagian atau seluruh hak dan kewajiban penghuni
beserta kewajiban lainnya.
(2)
Akta sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus
didaftarkan pada perhimpunan penghuni.
Pasal 59
Perhimpunan penghuni mempunyai tugas pokok:
a.
mengesahkan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah
Tangga yang disusun oleh pengurus dalam rapat umum perhimpunan penghuni
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55 ayat (2);
b.
membina para penghuni ke arah kesadaran hidup
bersama yang serasi, selaras, dan seimbang dalam rumah susun dan lingkungannya;
c.
mengawasi pelaksanaan ketentuan-ketentuan yang
tercantum dalam Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga;
d.
menyelenggarakan tugas-tugas administratif
penghunian;
e.
menunjuk atau membentuk dan mengawasi badan
pengelola dalam pengelolaan rumah susun dan lingkungannya;
f.
menyelenggarakan pembukuan dan administratif
keuangan secara terpisah sebagai kekayaan perhimpunan penghuni;
g.
menetapkan sanksi terhadap pelanggaran yang
telah ditetapkan dalam Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga.
Pasal 60
Tata Tertib penghunian rumah susun disusun berdasarkan:
a.
Undang-undang Rumah Susun beserta peraturan
pelaksanaannya;
b.
peraturan perundang-undangan lain yang terkait;
c.
kepentingan pengelolaan rumah susun sesuai
dengan ketentuan-ketentuan teknis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29;
d.
kepentingan penghuni sehubungan dengan jaminan
hak, kebutuhan- kebutuhan khusus, keamanan, dan kebebasan sesuai dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku;
Pasal 61
(1)
Setiap penghuni berhak:
a.
memanfaatkan rumah susun dan lingkungannya
termasuk bagian bersama, benda bersama, dan tanah bersama secara aman dan
tertib;
b.
mendapatkan perlindungan sesuai dengan Anggaran
Dasar dan Anggaran Rumah Tangga;
c.
memilih dan dipilih menjadi Anggota Pengurus
Perhimpunan Penghuni;
(2)
Setiap penghuni berkewajiban
a.
mematuhi dan melaksanakan peraturan tata tertib
dalam rumah susun dan lingkungannya sesuai dengan Anggaran Dasar dan Anggaran
Rumah Tangga;
b.
membayar iuran pengelolaan dan premi asuransi
kebakaran;
c.
memelihara rumah susun dan lingkungannya
termasuk bagian bersama, benda bersama, dan tanah bersama.
(3)
Setiap penghuni dilarang:
a.
melakukan perbuatan yang membahayakan keamanan,
ketertiban, dan keselamatan terhadap penghuni lain, bangunan dan lingkungannya;
b.
mengubah bentuk dan/atau menambah bangunan di
luar satuan rumah susun yang dimiliki tanpa mendapat persetujuan perhimpunan
penghuni
Bagian Kedua
Pengelolaan Rumah Susun
Pasal 62
Pengelolaan rumah susun meliputi kegiatan-kegiatan
operasional yang berupa pemeliharaan, perbaikan, dan pembangunan prasarana
lingkungan, serta fasilitas sosial, bagian bersama, benda bersama, dan tanah
bersama.
Pasal 63
Pengelolaan terhadap satuan rumah susun dilakukan oleh
penghuni atau pemilik, sesuai dengan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga
yang ditetapkan oleh Perhimpunan Penghuni.
Pasal 64
Pengelolaan terhadap rumah susun dan lingkungannya dapat
dilaksanakan oleh suatu badan pengelola yang ditunjuk atau dibentuk oleh
perhimpunan penghuni.
Pasal 65
Badan pengelola yang dibentuk sendiri oleh perhimpunan
penghuni harus dilengkapi dengan unit organisasi, personil, dan peralatan yang
mampu untuk mengelola rumah susun.
Pasal 66
Badan pengelola yang ditunjuk oleh perhimpunan penghuni
harus mempunyai status badan hukum dan profesional.
Pasal 67
Penyelenggara pembangunan yang membangun rumah susun wajib
mengelola rumah susun yang bersangkutan dalam jangka waktu sekurang-kurangnya
tiga bulan dan paling lama satu tahun sejak terbentuknya perhimpunan penghuni
atas biaya penyelenggara pembangunan.
Pasal 68
Badan pengelola mempunyai tugas:
a.
melaksanakan pemeriksaan, pemeliharaan,
kebersihan dan perbaikan rumah susun dan lingkungannya pada bagian bersama,
benda bersama, dan tanah bersama;
b.
mengawasi ketertiban dan keamanan penghuni serta
penggunaan bagian bersama, benda bersama, dan tanah bersama sesuai dengan
peruntukannya;
c.
secara berkala memberikan laporan kepada
perhimpunan penghuni disertai permasalahan dan usulan pemecahannya.
Pasal 69
Pembiayaan pengelolaan bagian bersama, benda bersama, dan
tanah bersama dibebankan kepada penghuni atau pemilik secara proporsional
melalui perhimpunan penghuni,
Pasal 70
Perhimpunan Penghuni harus mengasuransikan rumah susun
terhadap kebakaran.
Bagian Ketiga
Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga
Pasal 71
Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga perhimpunan
penghuni disusun oleh pengurus yang pertama kali dipilih, dan disahkan oleh
rapat umum perhimpunan penghuni.
Pasal 72
Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga memuat susunan
organisasi, fungsi, tugas pokok, hak dan kewajiban anggota serta tata tertib
penghunian, sebagaimana dimaksud dalam BAB VI Peraturan Pemerintah ini, dan
berdasarkan pada ketentuan-ketentuan yang ditetapkan oleh Pemerintah Daerah,
dengan memperhatikan petunjuk dan pedoman yang dikeluarkan oleh Menteri Dalam
Negeri.
BAB VII
TATA CARA PENGAWASAN
Pasal 73
Tata cara pengawasan pelaksanaan pengaturan dan pembinaan
dalam pembangunan dan pengembangan rumah susun terhadap persyaratan teknis,
diatur oleh Menteri Pekerjaan Umum,
Pasal 74
Tata cara pengawasan pelaksanaan pengaturan dan pembinaan
dalam pembangunan dan pengembangan rumah susun terhadap:
a.
persyaratan administratif yang berkaitan dengan
perizinan pembangunan, layak huni, pembuatan akta pemisahan, penerbitan
sertifikat perizinan hak milik atas satuan rumah susun, pembebanan hipotik dan
fidusia, serta segala kegiatan yang berkaitan dengan pendaftaran tanah;
b.
penghunian dan pengelolaan rumah susun;
diatur oleh Menteri Dalam Negeri.
Pasal 75
Tata cara pengawasan pelaksanaan terhadap pemberian kemudahan
di bidang perkreditan dan perpajakan diatur oleh Menteri Keuangan.
Pasal 76
(1)
Pelaksanaan pengawasan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 73 dan Pasal 74 dilaksanakan oleh Pemerintah Daerah berdasarkan
petunjuk dan pedoman yang dikeluarkan oleh Menteri yang bersangkutan.
(2)
Pemerintah Daerah diberi wewenang untuk
melakukan tindakan penertiban terhadap pelaksanaan Peraturan Pemerintah ini
sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
BAB VIII
KETENTUAN PIDANA
Pasal 77
(1)
Barang siapa melanggar ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 30, Pasal 31, Pasal 34, Pasal 35 ayat (1) dan ayat (3),
Pasal 38 ayat (2), Pasal 39 ayat (1), Pasal 61 ayat (2) dan ayat (3), dan Pasal
67, diancam dengan pidana kurungan selama-lamanya 1 (satu) tahun dan/atau denda
setinggi-tingginya Rp 1.000.000,- (satu juta rupiah).
(2)
Perbuatan pidana sebagaimana dimaksud dalam ayat
(1) adalah pelanggaran.
BAB IX
KETENTUAN LAIN
Pasal 78
Rumah susun yang sudah dibangun sebelum berlakunya Peraturan
Pemerintah ini, masing-masing diatur oleh Pemerintah Daerah sesuai dengan
keadaan rumah susun yang bersangkutan dengan berpedoman pada ketentuan dalam
Peraturan Pemerintah ini.
Pasal 79
Bangunan gedung bertingkat yang bukan rumah susun
sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 16 Tahun 1985 maupun bangunan
gedung tidak bertingkat yang dibangun dalam suatu lingkungan yang mengandung
sistem pemilikan perseorangan dan hak bersama, diatur sebagai berikut:
a.
persyaratan teknis oleh Menteri Pekerjaan Umum;
b.
persyaratan administratif dan pembebanan oleh
Menteri Dalam Negeri;
c.
persyaratan perpajakan oleh Menteri Keuangan;
berpedoman pada ketentuan dalam Peraturan Pemerintah ini
dengan penyesuaian seperlunya.
BAR X
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 80
Dengan berlakunya Peraturan Pemerintah ini, peraturan
perundang-undangan yang telah ada yang berkaitan dengan rumah susun dan tidak
bertentangan dengan ketentuan dalam Peraturan Pemerintah ini, dinyatakan tetap
berlaku sampai diubah atau diatur kembali berdasarkan Peraturan Pemerintah ini.
BAB XI
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 81
Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal
diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan
Peraturan Pemerintah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik
Indonesia.
Ditetapkan Di Jakarta,
Pada Tanggal 26 April
1988
PRESIDEN REPUBLIK
INDONESIA,
Ttd.
SOEHARTO
Diundangkan Di Jakarta,
Pada Tanggal 26 April
1988
MENTERI/SEKRETARIS
NEGARA REPUBLIK INDONESIA,
Ttd.
MOERDIONO
LEMBARAN NEGARA
REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1988 NOMOR 7PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 4 TAHUN 1988
TENTANG
RUMAH SUSUN
PRESIDEN REPUBLIK
INDONESIA,
Menimbang:
a.
bahwa dengan Undang-undang Nomor 16 Tahun 1985 tentang Rumah Susun telah
ditetapkan ketentuan-ketentuan pokok mengenai rumah susun;
b.
bahwa untuk melaksanakan ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam huruf a di atas, perlu ditetapkan Peraturan Pemerintah tentang
Rumah Susun.
Mengingat:
1.
Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945;
2.
Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang
Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria (Lembaran Negara Tahun 1960 Nomor 104,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 2043),
3.
Undang-undang Nomor 1 Tahun 1964 tentang
Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 6 Tahun 1962
tentang Pokok-pokok Perumahan menjadi Undang-undang (Lembaran Negara Tahun 1964
Nomor 3, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2611);
4.
Undang-undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang
Pokok-pokok Pemerintahan Di Daerah (Lembaran Negara Tahun 1974 Nomor 38,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 3037);
5.
Undang-undang Nomor 16 Tahun 1985 tentang Rumah
Susun (Lembaran Negara Tahun 1985 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Nomor
3318);
6.
Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961 tentang
Pendaftaran Tanah (Lembaran Negara Tahun 1961 Nomor 28, Tambahan Lembaran
Negara Nomor 2171);
7.
Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 1987 tentang
Penyerahan Sebagian Urusan Pemerintahan Di Bidang Pekerjaan Umum Kepada Daerah
(Lembaran Negara Tahun 1987 Nomor 25, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3353).
MEMUTUSKAN:
Menetapkan:
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA TENTANG RUMAH SUSUN
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan:
1.
Penyelenggara pembangunan adalah Badan Usaha
Milik Negara atau Daerah, Koperasi, dan Badan Usaha Milik Swasta yang bergerak
dalam bidang pembangunan rumah susun, serta swadaya masyarakat.
2.
Akta pemisahan adalah tanda bukti pemisahan
rumah susun atas satuan-satuan rumah susun, bagian bersama, benda bersama dan
tanah bersama dengan pertelaan yang jelas dalam bentuk gambar, uraian dan
batas-batasnya dalam arah vertikal dan horizontal yang mengandung nilai
perbandingan proporsional.
3.
Pemerintah Daerah adalah Pemerintah Daerah
Tingkat II Kabupaten/ Kotamadya dan
Pemerintah Daerah Tingkat I Daerah Khusus lbukota Jakarta.
4.
Kesatuan sistem pembangunan adalah pembangunan
yang dilaksanakan pada tanah bersama dengan penggunaan dan pemanfaatan yang
berbeda-beda baik untuk hunian maupun bukan hunian secara mandiri maupun
terpadu berdasarkan perencanaan lingkungan atau perencanaan bangunan yang
merupakan satu kesatuan.
5.
Persyaratan teknis adalah persyaratan mengenai
struktur bangunan, keamanan, keselamatan, kesehatan, kenyamanan, dan lain-lain
yang berhubungan dengan rancang bangun, termasuk kelengkapan prasarana dan
fasilitas lingkungan, yang diatur dengan peraturan perundang-undangan serta
disesuaikan dengan kebutuhan dan perkembangan.
6.
Persyaratan administratif adalah persyaratan
mengenai perizinan usaha dari perusahaan pembangunan perumahan, izin lokasi
dan/atau peruntukannya perizinan mendirikan bangunan (IMB), serta izin layak
huni yang diatur dengan peraturan perundang-undangan dan disesuaikan dengan
kebutuhan dan perkembangan.
7.
Nilai perbandingan proporsional adalah angka
yang menunjukkan perbandingan antara satuan rumah susun terhadap hak atas
bagian bersama, benda bersama, dan tanah bersama, dihitung berdasarkan luas
atau nilai satuan rumah susun yang bersangkutan terhadap jumlah luas bangunan
atau nilai rumah susun secara keseluruhan pada waktu penyelenggara pembangunan
untuk pertama kali memperhitungkan biaya pembangunannya secara keseluruhan
untuk menentukan harga jualnya.
BAB II
PENGATURAN DAN PEMBINAAN RUMAH SUSUN
Bagian Pertama
Arah Kebijaksanaan
Pasal 2
(1)
Pengaturan dan pembinaan rumah susun diarahkan
untuk dapat meningkatkan usaha pembangunan perumahan dan pemukiman yang
fungsional bagi kepentingan rakyat banyak.
(2)
Pengaturan dan pembinaan rumah susun sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) dimaksudkan untuk:
a.
mendukung konsepsi tata ruang yang dikaitkan
dengan pengembangan pembangunan daerah perkotaan ke arah vertikal dan untuk
meremajakan daerah-daerah kumuh;
b.
meningkatkan optimasi penggunaan sumber daya
tanah perkotaan;
c.
mendorong pembangunan pemukiman berkepadatan
tinggi.
Pasal 3
Pengaturan dan pembinaan rumah susun berlandaskan
1.
Kebijaksanaan umum;
2.
Kebijaksanaan teknis dan kebijaksanaan
operasional yang digariskan oleh masing-masing instansi yang berwenang.
Pasal 4
Penyusunan rencana jangka panjang dan jangka pendek
pembangunan rumah susun dilaksanakan oleh Pemerintah Daerah yang bersangkutan
berdasarkan kebijaksanaan dan pedoman Pemerintah Pusat.
Pasal 5
Pengaturan dan pembinaan rumah susun meliputi
ketentuan-ketentuan mengenai persyaratan teknis dan administratif pembangunan
rumah susun, izin layak huni, pemilikan satuan rumah susun, penghunian,
pengelolaan, dan tata cara pengawasannya.
Bagian Kedua
Wewenang dan Tanggung Jawab
Pasal 6
(1)
Pengaturan dan pembinaan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 5 yang bersifat umum dalam arti yang seluas-luasnya terhadap
pembangunan rumah susun dan pengembangannya, menjadi wewenang dan tanggung
jawab Pemerintah Pusat.
(2)
Wewenang dan tanggung jawab Pemerintah Pusat
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan oleh Menteri yang ditunjuk pada
pasal yang bersangkutan dalam Peraturan Pemerintah ini.
(3)
Pengaturan dan pembinaan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 5 yang mempunyai karakteristik lokal, berhubungan dengan tata kota
dan tata daerah, menjadi wewenang dan tanggung jawab Pemerintah Daerah. sesuai
dengan asas desentralisasi sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 5
Tahun 1974.
(4)
Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam
ayat (3) dilakukan oleh Pemerintah Daerah yang bersangkutan berdasarkan pedoman
dari arahan Menteri sebagaimana dimaksud dalam ayat (2).
Bagian Ketiga
Rumah Susun untuk Hunian dan Bukan Hunian
Pasal 7
Rumah susun yang digunakan untuk hunian atau bukan hunian
secara mandiri atau secara terpadu sebagai kesatuan sistem pembangunan, wajib
memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5
BAB III
PERSYARATAN TEKNIS DAN ADMINISTRATIF PEMBANGUNAN RUMAH SUSUN
Bagian Pertama
Umum
Pasal 8
Di dalam perencanaan harus dapat dengan jelas ditentukan dan
dipisahkan masing-masing satuan rumah susun serta nilai perbandingan
proporsionalnya.
Pasal 9
Rencana yang menunjukkan satuan rumah susun, harus berisi
rencana tapak beserta denah dan potongan yang menunjukkan dengan jelas batasan
secara vertikal dan horizontal dari satuan rumah susun yang dimaksud.
Pasal 10
Batas pemilikan bersama harus digambarkan secara jelas dan
mudah dimengerti oleh semua pihak dan ditunjukkan dengan gambar dan uraian
tertulis yang terperinci.
Bagian Kedua
Persyaratan Teknis
Paragraf 1
Ruang
Pasal 11
(1)
Semua ruang yang dipergunakan untuk kegiatan
sehari-hari harus mempunyai hubungan langsung maupun tidak langsung dengan
udara luar dan pencahayaan langsung maupun tidak langsung secara alami, dalam
jumlah yang cukup, sesuai dengan persyaratan yang berlaku.
(2)
Dalam hal hubungan langsung maupun tidak
langsung dengan udara luar dan pencahayaan langsung maupun tidak langsung
secara alami sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak mencukupi atau tidak
memungkinkan, harus diusahakan adanya pertukaran udara dan pencahayaan buatan
yang dapat bekerja terus menerus selama ruangan tersebut digunakan, sesuai
dengan persyaratan yang berlaku.
Paragraf 2
Struktur, Komponen, dan Bahan Bangunan
Pasal 12
Rumah susun harus direncanakan dan dibangun dengan struktur,
komponen, dan penggunaan bahan bangunan yang memenuhi persyaratan konstruksi
sesuai dengan standar yang berlaku.
Pasal 13
Struktur, komponen, dan penggunaan bahan bangunan rumah
susun sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12, harus diperhitungkan kuat dan tahan
terhadap:
a.
beban mati;
b.
beban bergerak;
c.
gempa, hujan, angin, banjir;
d.
kebakaran dalam jangka waktu yang diperhitungkan
cukup untuk usaha pengamanan dan penyelamatan;
e.
daya dukung tanah,
f.
kemungkinan adanya beban tambahan, baik dari
arah vertikal maupun horizontal;
g.
gangguan/perusak lainnya, sesuai dengan
ketentuan yang berlaku.
Paragraf 3
Kelengkapan Rumah Susun
Pasal 14
Rumah susun harus dilengkapi dengan:
a.
jaringan air bersih yang memenuhi persyaratan
mengenai persiapan dan perlengkapannya termasuk meter air, pengatur tekanan
air, dan tangki air dalam bangunan;
b.
jaringan listrik yang memenuhi persyaratan
mengenai kabel dan perlengkapannya, termasuk meter listrik dan pembatas arus,
serta pengamanan terhadap kemungkinan timbulnya hal-hal yang membahayakan;
c.
jaringan gas yang memenuhi persyaratan beserta
perlengkapannya termasuk meter gas, pengatur arus, serta pengamanan terhadap
kemungkinan timbulnya hal-hal yang membahayakan;
d.
saluran pembuangan air hujan yang memenuhi
persyaratan kualitas, kuantitas, dan pemasangan;
e.
saluran pembuangan air limbah yang memenuhi persyaratan kualitas, kuantitas, pemasangan,
f.
saluran dan/atau tempat pembuangan sampah yang
memenuhi persyaratan terhadap kebersihan, kesehatan, dan kemudahan;
g.
g tempat
untuk kemungkinan pemasangan jaringan telepon dan alat komunikasi lainnya;
h.
alat transportasi yang berupa tangga, lift atau
eskalator sesuai dengan tingkat keperluan dan persyaratan yang berlaku;
i.
pintu dan tangga darurat kebakaran;
j.
tempat jemuran;
k.
alat pemadam kebakaran,
l.
penangkal petir;
m.
alat/sistem alarm
n.
pintu kedap asap pada jarak-jarak tertentu;
o.
generator listrik disediakan untuk rumah susun
yang menggunakan lift.
Pasal 15
Bagian-bagian dari kelengkapan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 14, yang merupakan hak bersama harus ditempatkan dan dilindungi untuk
menjamin fungsinya sebagai bagian bersama dan mudah dikelola.
Paragraf 4
Satuan Rumah Susun
Pasal 16
Satuan rumah susun harus mempunyai ukuran standar yang dapat
dipertanggungjawabkan, dan memenuhi
persyaratan sehubungan dengan fungsi dan penggunaannya serta harus
disusun, diatur, dan dikoordinasikan untuk dapat mewujudkan suatu keadaan yang
dapat menunjang kesejahteraan dan kelancaran bagi penghuni dalam menjalankan
kegiatan sehari-hari untuk hubungan ke dalam maupun ke luar.
Pasal 17
Satuan rumah susun dapat berada pada permukaan tanah, di
atas atau di bawah permukaan tanah, atau sebagian di bawah dan sebagian di atas
permukaan tanah, merupakan dimensi dan volume ruang tertentu sesuai dengan yang
telah direncanakan.
Pasal 18
Satuan rumah susun yang digunakan untuk hunian, di samping
ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 dan Pasal 17, setidak-tidaknya
harus dapat memenuhi kebutuhan penghuni sehari-hari.
Pasal 19
Satuan rumah susun sederhana yang digunakan untuk hunian,
pemenuhan kebutuhan para penghuni sehari-hari sebagaimana dimaksud dalam Pasal
18, dapat disediakan pada bagian bersama.
Paragraf 5
Bagian Bersama dan Benda Bersama
Pasal 20
Bagian bersama yang berupa ruang untuk umum, ruang tangga,
lift, selasar, harus mempunyai ukuran yang memenuhi persyaratan dan diatur
serta dikoordinasikan untuk dapat memberikan kemudahan bagi penghuni dalam
melakukan kegiatan sehari-hari baik dalam hubungan sesama penghuni, maupun
dengan pihak-pihak lain, dengan memperhatikan keserasian, keseimbangan, dan
keterpaduan.
Pasal 21
Benda bersama harus mempunyai dimensi, lokasi, kualitas,
kapasitas yang memenuhi persyaratan dan diatur serta dikoordinasikan untuk
dapat memberikan keserasian lingkungan guna menjamin keamanan dan kenikmatan
para penghuni maupun pihak-pihak lain, dengan memperhatikan keselarasan,
keseimbangan, dan keterpaduan.
Pasal 22
(1)
Rumah susun harus dibangun di lokasi yang sesuai
dengan peruntukan dan keserasian lingkungan dengan memperhatikan rencana tata
ruang dan tata guna tanah yang ada.
(2)
Rumah susun harus dibangun pada lokasi yang
memungkinkan berfungsinya dengan baik saluran-saluran pembuangan dalam
lingkungan ke sistem jaringan pembuangan air hujan dan jaringan air limbah
kota.
(3)
Lokasi rumah susun harus mudah dicapai angkutan
yang diperlukan baik langsung maupun tidak langsung pada waktu pembangunan
maupun penghunian serta perkembangan di masa mendatang, dengan memperhatikan
keamanan, ketertiban, dan gangguan pada lokasi sekitarnya.
(4)
Lokasi rumah susun harus dijangkau oleh
pelayanan jaringan air bersih dan listrik.
(5)
Dalam hal lokasi rumah susun belum dapat
dijangkau oleh pelayanan jaringan air bersih dan listrik, penyelenggara
pembangunan wajib menyediakan secara tersendiri sarana air bersih dan listrik
sesuai dengan tingkat keperluannya, dan dikelola berdasarkan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
Paragraf 6
Kepadatan dan Tata Letak Bangunan
Pasal 23
Kepadatan bangunan dalam lingkungan harus memperhitungkan
dapat dicapainya optimasi daya guna dan hasil guna tanah, sesuai dengan
fungsinya, dengan memperhatikan keserasian dan keselamatan lingkungan
sekitarnya, berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pasal 24
(1)
Tata letak bangunan harus menunjang kelancaran
kegiatan sehari-hari dengan mempertimbangkan keserasian, keseimbangan, dan
keterpaduan.
(2)
Tata letak bangunan harus memperhatikan
penetapan batas pemilikan tanah bersama, segi-segi kesehatan, pencahayaan,
pertukaran udara, serta pencegahan dan pengamanan terhadap bahaya yang
mengancam keselamatan penghuni, bangunan, dan lingkungannya berdasarkan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pasal 25
(1)
Lingkungan rumah susun harus dilengkapi dengan
prasarana lingkungan yang berfungsi sebagai penghubung untuk keperluan kegiatan
sehari-hari bagi penghuni, baik ke dalam maupun ke luar dengan penyediaan jalan
setapak, jalan kendaraan, dan tempat parkir.
(2)
Penyediaan prasarana lingkungan sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1), harus mempertimbangkan kemudahan dan keserasian
hubungan dalam kegiatan sehari-hari dan pengamanan bila terjadi hal-hal yang
membahayakan, serta struktur, ukuran, dan kekuatan yang cukup sesuai dengan
fungsi dan penggunaan jalan tersebut.
Pasal 26
Lingkungan rumah susun harus dilengkapi dengan prasarana
lingkungan dan utilitas umum yang sifatnya menunjang fungsi lainnya dalam rumah
susun yang bersangkutan, meliputi:
a.
jaringan distribusi air bersih, gas, dan listrik
dengan segala kelengkapannya termasuk kemungkinan diperlukannya tangki-tangki
air, pompa air, tangki gas, dan gardu-gardu listrik;
b.
saluran pembuangan air hujan yang menghubungkan
pembuangan air hujan dari rumah susun ke sistem jaringan pembuangan air kota;
c.
saluran pembuangan air limbah dan/atau tangki
septik yang menghubungkan pembuangan air limbah dari rumah susun ke sistem
jaringan air limbah kota, atau penampungan air limbah tersebut ke dalam tangki
septik dalam lingkungan;
d.
tempat pembuangan sampah yang fungsinya adalah
sebagai tempat pengumpulan sampai dari rumah susun untuk selanjutnya dibuang ke
tempat pembuangan sampah kota, dengan memperhatikan faktor-faktor kemudahan
pengangkutan, kesehatan, kebersihan, dan keindahan;
e.
kran-kran air untuk pencegahan dan pengamanan
terhadap bahaya kebakaran yang dapat menjangkau semua tempat dalam lingkungan
dengan kapasitas air yang cukup untuk pemadam kebakaran;
f.
tempat parkir kendaraan dan/atau penyimpanan
barang yang diperhitungkan terhadap kebutuhan penghuni dalam melaksanakan
kegiatan-kegiatannya sesuai dengan fungsinya;
g.
jaringan telepon dan alat komunikasi lain sesuai
dengan tingkat keperluannya.
Paragraf 8
Fasilitas Lingkungan
Pasal 27
Dalam rumah susun dan lingkungannya harus disediakan
ruangan-ruangan dan/atau bangunan untuk tempat berkumpul, melakukan kegiatan
masyarakat, tempat bermain bagi anak-anak, dan kontak sosial lainnya, sesuai
dengan standar yang berlaku.
Pasal 28
Dalam lingkungan rumah susun yang sebagian atau seluruhnya
digunakan sebagai hunian untuk jumlah satuan hunian tertentu, selain penyediaan
ruang dan/atau bangunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27, harus disediakan
pula ruangan dan/atau bangunan untuk pelayanan kebutuhan sehari-hari sesuai
dengan standar yang berlaku.
Pasal 29
Ketentuan-ketentuan teknis sebagaimana dimaksud dalam BAB
III Bagian Kedua diatur oleh Menteri Pekerjaan Umum.
Bagian Ketiga
Persyaratan Administratif
Pasal 30
(1)
Rumah susun dan lingkungannya harus dibangun dan
dilaksanakan berdasarkan perizinan yang diberikan oleh Pemerintah Daerah sesuai
dengan peruntukannya.
(2)
Perizinan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
diajukan oleh penyelenggara pembangunan kepada Pemerintah Daerah, dengan
melampirkan persyaratan-persyaratan sebagai berikut
a.
sertifikat hak atas tanah;
b.
fatwa peruntukan tanah;
c.
rencana tapak;
d.
gambar rencana arsitektur yang memuat denah dan
potongan beserta pertelaannya yang menunjukkan dengan jelas batasan secara
vertikal dan horizontal dari satuan rumah susun;
e.
gambar rencana struktur beserta perhitungannya;
f.
gambar rencana yang menunjukkan dengan jelas
bagian bersama, benda bersama, dan tanah bersama;
g.
gambar rencana jaringan dan instalasi beserta
perlengkapannya.
Pasal 31
Penyelenggara pembangunan wajib meminta pengesahan dari
Pemerintah Daerah atas pertelaan yang menunjukkan batas yang jelas dari
masing-masing satuan rumah susun, bagian bersama, benda bersama, dan tanah
bersama beserta uraian nilai perbandingan proporsionalnya, setelah memperoleh
izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30.
Pasal 32
(1)
Perubahan rencana peruntukan dan pemanfaatan
rumah susun harus mendapat izin dari Pemerintah Daerah sesuai dengan
persyaratan yang ditentukan dan telah memperoleh pengesahan atas perubahan
dimaksud beserta pertelaannya, dan uraian nilai perbandingan proporsional
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31.
(2)
Perubahan rencana peruntukan dan pemanfaatan
suatu bangunan gedung bertingkat menjadi rumah susun, harus mendapat izin dari
Pemerintah Daerah sebagaimana dimaksud dalam ayat (1).
Pasal 33
(1)
Tata cara permohonan dan pemberian perizinan
serta pengesahan sebagaimana dimaksud delay Pasal 30, Pasal 31, Pasal 32, dan
diatur lebih lanjut dengan Peraturan Daerah.
(2)
Peraturan Daerah sebagaimana dimaksud dalam ayat
(1) baru berlaku setelah mendapat pengesahan dari pejabat yang berwenang.
Pasal 34
(1)
Dalam hal terjadi perubahan pada waktu pelaksanaan
pembangunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32, penyelenggara pembangunan
wajib meminta izin dan pengesahan terhadap perubahan yang diminta kepada
Instansi yang berwenang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (1).
(2)
Dalam hal terjadi perubahan struktur bangunan
dan instalasi terhadap rumah susun yang telah dibangun, pemilik wajib meminta
izin dan pengesahan mengenai perubahan tersebut kepada instansi yang berwenang.
BAB IV
IZIN LAYAK HUNI
Pasal 35
(1)
Penyelenggara pembangunan rumah susun wajib
mengajukan permohonan izin layak huni setelah menyelesaikan pembangunannya
sesuai dengan perizinan yang telah diberikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
30 dengan menyerahkan gambar-gambar dan ketentuan teknis yang terperinci.
(2)
Pemerintah Daerah sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 30, Pasal 31 dan Pasal 34, memberikan izin layak huni setelah diadakan
pemeriksaan terhadap rumah susun yang telah selesai dibangun berdasarkan
persyaratan dan ketentuan perizinan yang telah diterbitkan.
(3)
Penyelenggara pembangunan wajib menyerahkan
dokumen-dokumen perizinan beserta gambar-gambar dan ketentuan-ketentuan teknis
yang terperinci sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30, Pasal 31, dan Pasal 34
kepada perhimpunan penghuni yang telah dibentuk beserta:
a.
tata cara pemanfaatan/penggunaan, pemeliharaan,
perbaikan, dan kemungkinan-kemungkinan dapat diadakannya perubahan pada rumah
susun maupun lingkungannya;
b.
uraian dan catatan singkat yang bersifat hal-hal
khusus yang perlu diketahui oleh para penghuni, pemilik, pengelola, dan
pihak-pihak lain yang berkepentingan.
Pasal 36
Dalam hal izin layak huni tidak diberikan, penyelenggara
pembangunan rumah susun dapat mengajukan keberatan kepada Gubernur Kepala
Daerah Tingkat I yang akan memberikan keputusan mengikat.
Pasal 37
(1)
Tata cara perizinan layak huni diatur lebih
lanjut dengan Peraturan Daerah.
(2)
Peraturan Daerah sebagaimana dimaksud dalam ayat
(1) mulai berlaku setelah mendapat pengesahan dari pejabat yang berwenang.
BAB V
PEMILIKAN SATUAN RUMAH SUSUN
Bagian Pertama
Pemisahan Hak atas Satuan-satuan Rumah Susun
Pasal 38
(1)
Hak atas tanah dari suatu lingkungan di mana
rumah susun akan dibangun dapat berstatus hak milik, hak guna bangunan, hak
pakai atas tanah negara atau hak pengelolaan.
(2)
Dalam hal rumah susun yang bersangkutan dibangun
di atas suatu lingkungan di mana tanah yang dikuasai tersebut berstatus hak
pengelolaan, penyelenggara pembangunan
wajib menyelesaikan status hak guna bangunan di atas hak pengelolaan baik sebagian maupun keseluruhannya untuk
menentukan batas tanah bersama.
(3)
Pemberian status hak guna bangunan sebagaimana
dimaksud dalam ayat (2) dilaksanakan sebelum satuan-satuan rumah susun yang
bersangkutan dijual.
Pasal 39
(1)
Penyelenggara pembangunan wajib memisahkan rumah
susun atas satuan-satuan rumah susun meliputi bagian bersama, benda bersama dan
tanah bersama dengan pertelaan yang jelas dalam bentuk gambar, uraian, dan
batas-batasnya dalam arah vertikal dan horizontal sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 31, dengan penyesuaian seperlunya sesuai kenyataan yang dilakukan dengan
pembuatan akta pemisahan.
(2)
Pertelaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
yang berkaitan dengan satuan-satuan yang terjadi karena pemisahan rumah susun
menjadi hak milik atas satuan rumah susun, mempunyai nilai perbandingan
proporsional yang sama, kecuali ditentukan lain yang dipakai sebagai dasar
untuk mengadakan pemisahan dan penerbitan sertifikat hak milik atas satuan
rumah susun.
(3)
Akta pemisahan sebagaimana dimaksud dalam ayat
(1) disahkan oleh Pemerintah Daerah dilampiri gambar, uraian, dan batas-batas
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 dan Pasal 31.
(4)
Akta pemisahan sebagaimana dimaksud dalam ayat
(3) harus didaftarkan oleh penyelenggara pembangunan pada Kantor Agraria
Kabupaten atau Kotamadya dengan melampirkan sertifikat hak atas tanah, izin
layak huni, beserta warkah-warkah lainnya.
(5)
Hak milik atas satuan rumah susun terjadi sejak
didaftarkannya akta pemisahan dengan dibuatnya Buku Tanah untuk setiap satuan
rumah susun yang bersangkutan.
(6)
Bentuk dan tata cara pembuatan Buku Tanah dan
penerbitan sertifikat hak milik atas satuan rumah susun, diatur oleh Menteri
Dalam Negeri.
Pasal 40
(1)
Isi akta pemisahan yang telah disahkan oleh
Pemerintah Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 ayat (3) mengikat semua
pihak.
(2)
Bentuk dan tata cara pengisian dan pendaftaran
akta pemisahan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur oleh Menteri Dalam
Negeri.
Bagian Kedua
Batas Pemilikan Satuan Rumah Susun
Pasal 41
(1)
Hak milik atas satuan rumah susun meliputi hak
pemilikan perseorangan yang digunakan secara terpisah, hak bersama atas bagian-bagian
bangunan, hak bersama atas benda, dan hak bersama atas tanah, semuanya
merupakan satu kesatuan hak yang secara fungsional tidak terpisahkan.
(2)
Hak pemilikan perseorangan sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) merupakan ruangan dalam bentuk geometrik tiga dimensi yang tidak
selalu dibatasi oleh dinding.
(3)
Dalam hal ruangan sebagaimana dimaksud dalam
ayat (2) dibatasi dinding, permukaan bagian dalam dari dinding pemisah,
permukaan bagian bawah dari langit-langit struktur, permukaan bagian atas dari
lantai struktur, merupakan batas pemilikannya.
(4)
Dalam hal ruangan sebagaimana dimaksud dalam
ayat (2) sebagian tidak dibatasi dinding, batas permukaan dinding bagian luar
yang berhubungan langsung dengan udara luar yang ditarik secara vertikal
merupakan pemilikannya.
(5)
Dalam hal ruangan sebagaimana dimaksud dalam
ayat (2) keseluruhannya tidak dibatasi dinding, garis batas yang ditentukan dan
ditarik secara vertikal yang penggunaannya sesuai dengan peruntukannya,
merupakan batas pemilikannya.
Bagian Ketiga
Peralihan, Pembebanan, dan Pendaftaran Hak Milik atas Satuan Rumah
Susun
Pasal 42
(1)
Pemindahan hak milik atas satuan rumah susun,
dan pendaftaran peralihan haknya dilakukan dengan menyampaikan:
a.
akta Pejabat Pembuat Akta Tanah atau Berita
Acara Lelang;
b.
sertifikat hak milik atas satuan rumah susun
yang bersangkutan,
c.
Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga
perhimpunan penghuni;
d.
surat-surat lainnya yang diperlukan untuk
pemindahan hak.
(2)
Pewarisan hak milik atas satuan rumah susun,
pendaftaran peralihan haknya dilakukan dengan menyampaikan :
a.
sertifikat hak milik atas satuan rumah susun;
b.
surat keterangan kematian pewaris;
c.
surat wasiat atau surat keterangan waris sesuai
dengan ketentuan hukum yang berlaku;
d.
bukti kewarganegaraan ahli waris;
e.
Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga
perhimpunan penghuni;
f.
surat-surat lainnya yang diperlukan untuk
pewarisan.
Pasal 43
Dalam hal terjadi pembebanan atas rumah susun, pendaftaran
hipotik atau fidusia yang bersangkutan dilakukan dengan menyampaikan:
a.
sertifikat hak milik atas satuan rumah susun
yang bersangkutan;
b.
akta pembebanan hipotik atau fidusia;
c.
surat-surat lainnya yang diperlukan untuk
pembebanan.
Pasal 44
(1)
Setelah menerima berkas-berkas pendaftaran
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 dan Pasal 43, Kantor Agraria Kabupaten atau
Kotamadya membukukan dan mencatat peralihan hak tersebut dalam Buku Tanah dan
pada sertifikat hak milik atas satuan rumah susun yang bersangkutan, untuk
kemudian diberikan sertifikat tersebut kepada yang berhak.
(2)
Dalam hal terjadi pembebanan hak milik atas
satuan rumah susun sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43, sertifikat yang
bersangkutan dapat diserahkan kepada kreditur atas persetujuan yang berhak.
Pasal 45
Ketentuan lebih lanjut mengenai penggantian gambar situasi
menjadi surat ukur, pendaftaran, peralihan, dan pembebanan hak milik atas
satuan rumah susun diatur oleh Menteri Dalam Negeri.
Bagian Keempat
Perubahan dan Penghapusan Hak Pemilikan
Pasal 46
Pembangunan beberapa rumah susun yang direncanakan pada
sebidang tanah dengan sistem pemilikan perseorangan dan hak bersama, dan telah
mendapat izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 dan Pasal 31 dapat
dilaksanakan secara bertahap, sepanjang tidak mengubah nilai perbandingan
proporsionalnya.
Pasal 47
(1)
Dalam hal terjadi perubahan rencana dalam
pelaksanaan pembangunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46 untuk tahap
berikutnya, yang mengakibatkan kenaikan nilai perbandingan proporsionalnya,
perubahan tersebut oleh penyelenggara pembangunan harus diberitahukan kepada
perhimpunan penghuni, dan dalam hal tersebut diadakan perhitungan kembali.
(2)
Dalam hal perubahan sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1) mengakibatkan penurunan nilai perbandingan proporsionalnya, perubahan
tersebut oleh penyelenggara pembangunan harus dimintakan persetujuan kepada
perhimpunan penghuni, dan dalam hal tersebut diadakan perhitungan kembali.
(3)
Perubahan nilai perbandingan proporsional
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) harus disahkan kembali menurut
ketentuan Pasal 30 dan Pasal 31 dan didaftarkan menurut ketentuan Pasal 39 ayat
(4).
(4)
Dalam hal perhimpunan penghuni tidak memberikan
persetujuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), penyelenggara pembangunan
dapat mengajukan keberatan-keberatan kepada Pemerintah Daerah dan dalam jangka
waktu 30 hari Pemerintah Daerah memberikan keputusan terakhir dan mengikat.
(5)
Dalam hal
perubahan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dan ayat (3) tidak jadi
dilaksanakan, penyelenggara pembangunan wajib memperhitungkan kembali nilai
perbandingan proporsionalnya sebagaimana semula, dan dimintakan pengesahan serta
didaftarkan kembali.
Pasal 48
(1)
Dalam hal terjadi rencana perubahan fisik rumah
susun yang mengakibatkan perubahan nilai perbandingan proporsional harus
mendapat persetujuan dari perhimpunan penghuni.
(2)
Persetujuan perhimpunan penghuni dipergunakan
sebagai dasar di dalam membuat akta perubahan pemisahan.
(3)
Akta perubahan pemisahan sebagaimana dimaksud
dalam ayat (2) memuat perubahan-perubahan dalam pertelaan yang mengandung
perubahan nilai perbandingan proporsional.
(4)
Akta perubahan pemisahan sebagaimana dimaksud
dalam ayat (3) harus didaftarkan pada Kantor Agraria Kabupaten atau Kotamadya
untuk dijadikan dasar dalam mengadakan perubahan pada Buku Tanah dan
sertifikat-sertifikat hak milik atas satuan rumah susun yang bersangkutan.
Pasal 49
(1)
Dalam hal terjadi perubahan atas satuan rumah
susun yang dimiliki oleh perseorangan secara terpisah, perubahan tersebut tidak
boleh menimbulkan kerugian bagi pemilik lainnya.
(2)
Perubahan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
harus diberitahukan kepada perhimpunan penghuni dan dilakukan sesuai dengan
ketentuan-ketentuan yang ditetapkan oleh perhimpunan penghuni serta persyaratan
teknis pembangunan lainnya yang berlaku.
Pasal 50
Hak milik atas satuan rumah susun hapus karena
a.
hak atas tanahnya hapus menurut peraturan
perundang-undangan yang berlaku;
b.
tanah dan bangunannya musnah;
c.
terpenuhinya syarat batal;
d.
pelepasan hak secara sukarela.
Pasal 51
Dalam hal hak milik atas satuan rumah susun hapus
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 huruf a dan huruf c, setiap pemilik hak
atas satuan rumah susun berhak memperoleh bagian atas milik bersama terhadap
bagian bersama, benda bersama, dan tanah bersama sesuai dengan nilai
perbandingan proporsionalnya dengan melihat kenyataan yang ada.
Pasal 52
(1)
Sebelum Hak Guna Bangunan atau Hak Pakai atas
tanah Negara yang di atasnya berdiri rumah susun sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 38 haknya berakhir, para pemilik melalui perhimpunan penghuni mengajukan
permohonan perpanjangan atau pembaharuan hak atas tanah tersebut sesuai dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(2)
Penerbitan perpanjangan atau pembaharuan hak
atas tanah sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur oleh Menteri Dalam
Negeri.
Bagian Kelima
Kemudahan Pembangunan dan Pemilikan
Pasal 53
(1)
Kepada golongan masyarakat yang berpenghasilan
rendah yang berkehendak untuk memiliki satuan rumah susun sederhana dapat
diberikan kemudahan baik langsung maupun tidak langsung.
(2)
Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1) diatur lebih lanjut oleh Menteri yang bertanggung jawab di bidang
pembangunan perumahan dan Menteri lain yang terkait serta Pemerintah Daerah
yang bersangkutan sesuai dengan bidang tugasnya masing-masing.
BAB VI
PENGHUNIAN DAN PENGELOLAAN RUMAH SUSUN
Bagian Pertama
Penghunian Rumah Susun
Pasal 54
(1)
Para penghuni dalam suatu lingkungan rumah susun
baik untuk hunian maupun bukan hunian wajib membentuk perhimpunan penghuni
untuk mengatur dan mengurus kepentingan bersama yang bersangkutan sebagai
pemilikan, penghunian, dan pengelolaannya.
(2)
Pembentukan perhimpunan penghuni dilakukan dengan
pembuatan akta yang disahkan oleh Bupati atau Walikotamadya Kepala Daerah
Tingkat II, dan untuk Daerah Khusus lbukota Jakarta oleh Gubernur Kepala Daerah
Tingkat 1.
(3)
Perhimpunan penghuni dapat mewakili para
penghuni dalam melakukan perbuatan hukum baik ke dalam maupun ke luar
Pengadilan.
Pasal 55
(1)
Yang menjadi anggota perhimpunan penghuni adalah
subyek hukum yang memiliki, atau memakai, atau menyewa, atau menyewa beli atau
yang memanfaatkan satuan rumah susun bersangkutan yang berkedudukan sebagai penghuni,
dengan memperhatikan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 58.
(2)
Dalam hal perhimpunan penghuni memutuskan
sesuatu yang menyangkut pemilikan dan pengelolaan rumah susun, setiap pemilik
hak atas satuan rumah susun mempunyai suara yang sama dengan nilai perbandingan
proporsional.
(3)
Dalam hal perhimpunan penghuni memutuskan
sesuatu yang menyangkut kepentingan penghunian rumah susun, setiap pemilik hak
atas satuan rumah susun diwakili oleh satu suara.
Pasal 56
Perhimpunan penghuni mempunyai fungsi sebagai berikut:
a.
membina terciptanya kehidupan lingkungan yang
sehat, tertib, dan aman;
b.
mengatur dan membina kepentingan penghuni;
c.
mengelola rumah susun dan lingkungannya.
Pasal 57
(1)
Pengurus perhimpunan penghuni, keanggotaannya
dipilih berdasarkan asas kekeluargaan oleh dan dari anggota perhimpunan
penghuni melalui rapat umum perhimpunan penghuni yang khusus diadakan untuk
keperluan tersebut.
(2)
Pengurus perhimpunan penghuni sekurang-kurangnya
terdiri dari seorang Ketua, seorang Sekretaris, seorang Bendahara, dan seorang Pengawas
Pengelolaan.
(3)
Dalam hal diperlukan, pengurus dapat membentuk
Unit Pengawasan Pengelolaan.
(4)
Penyelenggara pembangunan wajib bertindak
sebagai pengurus perhimpunan sementara sebelum terbentuknya perhimpunan
penghuni, dan membantu penyiapan terbentuknya perhimpunan penghuni yang
sebenarnya dalam waktu yang secepatnya.
Pasal 58
(1)
Dalam hal pemilik menyerahkan penggunaan satuan
rumah susun baik sebagian maupun seluruhnya pada pihak lain berdasarkan suatu
hubungan hukum tertentu, harus dituangkan dalam akta yang secara tegas
mencantumkan beralihnya sebagian atau seluruh hak dan kewajiban penghuni
beserta kewajiban lainnya.
(2)
Akta sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus
didaftarkan pada perhimpunan penghuni.
Pasal 59
Perhimpunan penghuni mempunyai tugas pokok:
a.
mengesahkan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah
Tangga yang disusun oleh pengurus dalam rapat umum perhimpunan penghuni
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55 ayat (2);
b.
membina para penghuni ke arah kesadaran hidup
bersama yang serasi, selaras, dan seimbang dalam rumah susun dan lingkungannya;
c.
mengawasi pelaksanaan ketentuan-ketentuan yang
tercantum dalam Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga;
d.
menyelenggarakan tugas-tugas administratif
penghunian;
e.
menunjuk atau membentuk dan mengawasi badan
pengelola dalam pengelolaan rumah susun dan lingkungannya;
f.
menyelenggarakan pembukuan dan administratif
keuangan secara terpisah sebagai kekayaan perhimpunan penghuni;
g.
menetapkan sanksi terhadap pelanggaran yang
telah ditetapkan dalam Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga.
Pasal 60
Tata Tertib penghunian rumah susun disusun berdasarkan:
a.
Undang-undang Rumah Susun beserta peraturan
pelaksanaannya;
b.
peraturan perundang-undangan lain yang terkait;
c.
kepentingan pengelolaan rumah susun sesuai
dengan ketentuan-ketentuan teknis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29;
d.
kepentingan penghuni sehubungan dengan jaminan
hak, kebutuhan- kebutuhan khusus, keamanan, dan kebebasan sesuai dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku;
Pasal 61
(1)
Setiap penghuni berhak:
a.
memanfaatkan rumah susun dan lingkungannya
termasuk bagian bersama, benda bersama, dan tanah bersama secara aman dan
tertib;
b.
mendapatkan perlindungan sesuai dengan Anggaran
Dasar dan Anggaran Rumah Tangga;
c.
memilih dan dipilih menjadi Anggota Pengurus
Perhimpunan Penghuni;
(2)
Setiap penghuni berkewajiban
a.
mematuhi dan melaksanakan peraturan tata tertib
dalam rumah susun dan lingkungannya sesuai dengan Anggaran Dasar dan Anggaran
Rumah Tangga;
b.
membayar iuran pengelolaan dan premi asuransi
kebakaran;
c.
memelihara rumah susun dan lingkungannya
termasuk bagian bersama, benda bersama, dan tanah bersama.
(3)
Setiap penghuni dilarang:
a.
melakukan perbuatan yang membahayakan keamanan,
ketertiban, dan keselamatan terhadap penghuni lain, bangunan dan lingkungannya;
b.
mengubah bentuk dan/atau menambah bangunan di
luar satuan rumah susun yang dimiliki tanpa mendapat persetujuan perhimpunan
penghuni
Bagian Kedua
Pengelolaan Rumah Susun
Pasal 62
Pengelolaan rumah susun meliputi kegiatan-kegiatan
operasional yang berupa pemeliharaan, perbaikan, dan pembangunan prasarana
lingkungan, serta fasilitas sosial, bagian bersama, benda bersama, dan tanah
bersama.
Pasal 63
Pengelolaan terhadap satuan rumah susun dilakukan oleh
penghuni atau pemilik, sesuai dengan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga
yang ditetapkan oleh Perhimpunan Penghuni.
Pasal 64
Pengelolaan terhadap rumah susun dan lingkungannya dapat
dilaksanakan oleh suatu badan pengelola yang ditunjuk atau dibentuk oleh
perhimpunan penghuni.
Pasal 65
Badan pengelola yang dibentuk sendiri oleh perhimpunan
penghuni harus dilengkapi dengan unit organisasi, personil, dan peralatan yang
mampu untuk mengelola rumah susun.
Pasal 66
Badan pengelola yang ditunjuk oleh perhimpunan penghuni
harus mempunyai status badan hukum dan profesional.
Pasal 67
Penyelenggara pembangunan yang membangun rumah susun wajib
mengelola rumah susun yang bersangkutan dalam jangka waktu sekurang-kurangnya
tiga bulan dan paling lama satu tahun sejak terbentuknya perhimpunan penghuni
atas biaya penyelenggara pembangunan.
Pasal 68
Badan pengelola mempunyai tugas:
a.
melaksanakan pemeriksaan, pemeliharaan,
kebersihan dan perbaikan rumah susun dan lingkungannya pada bagian bersama,
benda bersama, dan tanah bersama;
b.
mengawasi ketertiban dan keamanan penghuni serta
penggunaan bagian bersama, benda bersama, dan tanah bersama sesuai dengan
peruntukannya;
c.
secara berkala memberikan laporan kepada
perhimpunan penghuni disertai permasalahan dan usulan pemecahannya.
Pasal 69
Pembiayaan pengelolaan bagian bersama, benda bersama, dan
tanah bersama dibebankan kepada penghuni atau pemilik secara proporsional
melalui perhimpunan penghuni,
Pasal 70
Perhimpunan Penghuni harus mengasuransikan rumah susun
terhadap kebakaran.
Bagian Ketiga
Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga
Pasal 71
Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga perhimpunan
penghuni disusun oleh pengurus yang pertama kali dipilih, dan disahkan oleh
rapat umum perhimpunan penghuni.
Pasal 72
Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga memuat susunan
organisasi, fungsi, tugas pokok, hak dan kewajiban anggota serta tata tertib
penghunian, sebagaimana dimaksud dalam BAB VI Peraturan Pemerintah ini, dan
berdasarkan pada ketentuan-ketentuan yang ditetapkan oleh Pemerintah Daerah,
dengan memperhatikan petunjuk dan pedoman yang dikeluarkan oleh Menteri Dalam
Negeri.
BAB VII
TATA CARA PENGAWASAN
Pasal 73
Tata cara pengawasan pelaksanaan pengaturan dan pembinaan
dalam pembangunan dan pengembangan rumah susun terhadap persyaratan teknis,
diatur oleh Menteri Pekerjaan Umum,
Pasal 74
Tata cara pengawasan pelaksanaan pengaturan dan pembinaan
dalam pembangunan dan pengembangan rumah susun terhadap:
a.
persyaratan administratif yang berkaitan dengan
perizinan pembangunan, layak huni, pembuatan akta pemisahan, penerbitan
sertifikat perizinan hak milik atas satuan rumah susun, pembebanan hipotik dan
fidusia, serta segala kegiatan yang berkaitan dengan pendaftaran tanah;
b.
penghunian dan pengelolaan rumah susun;
diatur oleh Menteri Dalam Negeri.
Pasal 75
Tata cara pengawasan pelaksanaan terhadap pemberian kemudahan
di bidang perkreditan dan perpajakan diatur oleh Menteri Keuangan.
Pasal 76
(1)
Pelaksanaan pengawasan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 73 dan Pasal 74 dilaksanakan oleh Pemerintah Daerah berdasarkan
petunjuk dan pedoman yang dikeluarkan oleh Menteri yang bersangkutan.
(2)
Pemerintah Daerah diberi wewenang untuk
melakukan tindakan penertiban terhadap pelaksanaan Peraturan Pemerintah ini
sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
BAB VIII
KETENTUAN PIDANA
Pasal 77
(1)
Barang siapa melanggar ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 30, Pasal 31, Pasal 34, Pasal 35 ayat (1) dan ayat (3),
Pasal 38 ayat (2), Pasal 39 ayat (1), Pasal 61 ayat (2) dan ayat (3), dan Pasal
67, diancam dengan pidana kurungan selama-lamanya 1 (satu) tahun dan/atau denda
setinggi-tingginya Rp 1.000.000,- (satu juta rupiah).
(2)
Perbuatan pidana sebagaimana dimaksud dalam ayat
(1) adalah pelanggaran.
BAB IX
KETENTUAN LAIN
Pasal 78
Rumah susun yang sudah dibangun sebelum berlakunya Peraturan
Pemerintah ini, masing-masing diatur oleh Pemerintah Daerah sesuai dengan
keadaan rumah susun yang bersangkutan dengan berpedoman pada ketentuan dalam
Peraturan Pemerintah ini.
Pasal 79
Bangunan gedung bertingkat yang bukan rumah susun
sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 16 Tahun 1985 maupun bangunan
gedung tidak bertingkat yang dibangun dalam suatu lingkungan yang mengandung
sistem pemilikan perseorangan dan hak bersama, diatur sebagai berikut:
a.
persyaratan teknis oleh Menteri Pekerjaan Umum;
b.
persyaratan administratif dan pembebanan oleh
Menteri Dalam Negeri;
c.
persyaratan perpajakan oleh Menteri Keuangan;
berpedoman pada ketentuan dalam Peraturan Pemerintah ini
dengan penyesuaian seperlunya.
BAR X
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 80
Dengan berlakunya Peraturan Pemerintah ini, peraturan
perundang-undangan yang telah ada yang berkaitan dengan rumah susun dan tidak
bertentangan dengan ketentuan dalam Peraturan Pemerintah ini, dinyatakan tetap
berlaku sampai diubah atau diatur kembali berdasarkan Peraturan Pemerintah ini.
BAB XI
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 81
Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal
diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan
Peraturan Pemerintah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik
Indonesia.
Ditetapkan Di Jakarta,
Pada Tanggal 26 April
1988
PRESIDEN REPUBLIK
INDONESIA,
Ttd.
SOEHARTO
Diundangkan Di Jakarta,
Pada Tanggal 26 April
1988
MENTERI/SEKRETARIS
NEGARA REPUBLIK INDONESIA,
Ttd.
MOERDIONO
LEMBARAN NEGARA
REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1988 NOMOR 7