Thursday, December 4, 2014

Ujian tengah Semester Mata Kuliah Indigenous Social Services
1.    Salah satu pemikiran yang terkandung dalam konsep masyarakat adalah Community as value.
a.     Apa maksud pemikiran itu?
Community as value artinya masyarakat mempunyai nilai-nilai yang dipegang serta nilai menjadi landasan hidup bermasyarakat, nilai ini juga digunakan dalam kehidupan sehari-hari yang membuat masyarakat menjadi lebih terbuka satu sama lain. Dengan memegang nilai tersebut masyarakat mencoba untuk memahami anggota masyarakat, sehingga muncul tiga nilai yang utama yang menjadi pegangan dalam kehidupan masyarakat.

a)    Solidaritas
Durkheim (dalam Lawang, 1994:181) menyatakan bahwa solidaritas sosial merupakan suatu keadaan hubungan antara individu dan/atau kelompok yang didasarkan pada perasaan moral dan kepercayaan yang dianut bersama dan diperkuat oleh pengalaman emosional bersama. Solidaritas menekankan pada keadaan hubungan antar individu dan kelompok dan mendasari keterikatan bersama dalam kehidupan dengan didukung nilai-nilai moral dan kepercayaan yang hidup dalam masyarakat.

b)   Partisipasi
Setiap anggota masyarakat berperan secara aktif dalam setiap proses perkembangan masyarakat, sehingga timbul rasa saling tenggangrasa dalam setiap anggota masyarakat.
c)    Koheren/kelekatan

Dari adanya interaksi yang berjalan secara terus menerus menyebabkan ada chemistry dan kelekatan setiap anggota masyarakat, sehingga masyarakat yang berada disatu wilayah tersebut memiliki rasa saling memiliki dan saling menjaga satu sama lain.

b.    Apa kontribusinya terhadap tumbuhnya pelayanan sosial dalam masyarakat?

Hal-hal diatas telah menjelaskan bahwa masyarakat memiliki rasa saling memiliki satu sama lain sehingga setiap anggota masyarakat merasa bahwa dirinya merasa harus saling menghargai dan memberikan toleransi. Pelayanan yang sederhana dalam masyarakat adalah ketika ada salah satu anggota masyarakat yang sedang mengalami musibah, maka anggota masyarakat yang lain membantu anggota yang terkena musibah tersebut. Kemudian dalam hal penitipan anak, bagi orang tua yang bekerja yang tidak memiliki waktu luang untuk menjaga anaknya dan menitipkan anaknya kepada tetangganya, dan atas dasar kelekatan diatas timbul rasa saling mempercayai satu sama lain sehingga orang tua yang menitipkan anak tersebut percaya kepada tetangganya, kemudian untuk tetangga yang dititipkan anak merasa ada rasa tanggung jawab moral sebagai sesama orang tua yang harus menjaga anaknya dengan baik.

2.    Setiap masyarakat memiliki berbagai pranata.
a.    Bagaimana pranata bisa tumbuh dalam masyarakat?
Awal mula tumbuhnya pranata adalah  hasil dari interaksi diantara anggota masyarakat, kemudian dari hasil interaksi tersebut menjadi pola-pola tindakan yang resmi, sehingga menjadi pedoman bagi anggota masyarakat dalam melakukan suatu aktivitas bersama.  Pranata sosial terdapat dalam setiap masyarakat, baik masyarakat sederhana maupun masyarakat kompleks atau masyarakat modern, karena pranata sosial merupakan tuntutan mutlak adanya suatu masyarakat atau komunitas. Sebuah komunitas dimana manusia tinggal bersama membutuhkan pranata demi tujuan keteraturan. Semakin kompleks kehidupan masyarakat semakin kompleks pula pranata yang dibutuhkan atau yang dihasilkan guna pemenuhan kebutuhan pokoknya dalam kehidupan bersama. Pranata berjalan seiring dengan semakin majunya masyarakat.

b.    Berikan contoh subsidiary social institution. Uraikan fungsi dari pranata dalam konteks pelayanan sosial

subsidiary social institution dikenal sebagai pranata sekunder yaitu pranata yang dianggap kurang penting, artinya pranata ini sebagai pendukung dari basic social institution. Namun tentu saja pranata ini bisa saja digunakan oleh masyarakat yang gunanya untuk rekreasi bagi masyarakat.
Misalnya dalam kehidupan masyarakat yang sudah maju, terdapat beberapa kebutuhan sekunder yang kegiatannya dikaitkan dengan kegiatan primer. Seperti untuk dapat memperoleh kesehatan, rasa keindahan, rasa seni, dan pengembangan diri secara bertahap dikaitkan dengan kegiatan ekonomi.
Contoh yang lainnya adalah  Olahraga
1. Olahraga adalah aktivitas untuk melatih tubuh seseorang, tidak hanya secara jasmani tetapi juga rohani (misalkan olahraga tradisional dan modern).
2. Permainan
Permainan merupakan sebuah aktivitas rekreasi dengan tujuan bersenang- senang, mengisi waktu luang, atau berolahraga ringan. Permainan biasanya dilakukan sendiri atau bersama-sama.Permainan ada tingkatannya berdasarkan umur, ada permainan anak dan ada permainan dewasa.Ada juga permainan untuk umum yaitu permainan computer.
3.  Hobi
Hobi adalah kegiatan rekreasi yang dilakukan pada waktu luang untuk menenangkan pikiran seseorang.Tujuan hobi adalah untuk memenuhi keinginan dan mendapatakan kesenangan . Terdapat berbagai macam jenis hobi seperti mengumpulkan sesuatu (Koleksi), membuat, memperbaiki, bermain dan pendidikan dewasa.

Fungsi Pranata Sosial
Untuk mewujudkan tujuannya, menurut Soerjana Soekanto (1970), pranata sosial di dalam masyarakat harus dilaksanakan dengan fungsi-fungsi berikut:
       Memberi pedoman pada anggota masyarakat tentang bagaimana bertingkah laku atau bersikap di dalam usaha untuk memenuhi segala kebutuhan hidupnya.
       Menjaga keutuhan masyarakat dari ancaman perpecahan atau disintegrasi masyarakat.
·         Berfungsi untuk memberikan pegangan dalam mengadakan sistem pengendalian social (social control).


c.    Berikan contoh dari suatu daerah tertentu yang memiliki pranata dan berikan uraian fungsi pranata tersebut dalam konteks pelayanan sosial yang ada di daerah tersebut!

Surau Sebagai Pranata Sosial di Minangkabau
[1]Berbicara soal kehidupan sosial dan kemasyarakatan di Minangkabau, maka sisi religiusitas masyarakatnya tak dapat kita pisahkan dari kesehariannya. Kalau kita mengenal surau pada umumnya adalah sebagai tempat beribadah (sholat) semata, ternyata bagi masyarakat Minangkabau surau tak hanya sebagai tempat ibadah saja. Namun Surau waktu dulunya telah menjadi tempat tinggal bagi anak laki-laki yang mulai beranjak remaja.
Di suraulah dulunya anak laki-laki yang mulai menginjak masa remajanya lebih banyak menghabiskan waktunya setiap hari. Di surau mereka belajar mengaji al Quran dan juga tafsirnya, ilmu hadis, Aqidah, Ibadah, Muamalah, dan materi keislaman lainnya. Di surau juga mereka belajar tentang petatah-petitih adat Minangkabau, beladiri, randai, dan berbagai kesenian serta adat budaya Minangkabau lainnya. Di surau jugalah mereka ditempa dan dipersiapkan untuk menjadi pribadi yang siap menanggung beban dan amanah di kemudian harinya.
Terkait dengan fungsi surau pada masa lalu di Minangkabau yang ternyata tidak hanya sebatas tempat ibadah saja, tetapi juga memainkan peranan yang cukup banyak dalam kehidupan sosial kemasyarakatan, maka tak salah kiranya apabila dikatakan surau sebagai salah satu pranata sosial di masyarakat Minangkabau. Pranata yang dikenal sebagai salah satu padanan kata untuk institusi, didefenisikan oleh  Koendjaraningrat sebagai sistem norma khusus yang menata suatu rangkaian tindakan berpola mantap guna memenuhi suatu keperluan   khusus   dari  manusia  dalam masyarakat.
Surau menyangkut fungsinya sebagai salah  satu atau  bagian  dari  pranata penting dalam masyarakat Minangkabau, telah memainkan peranannya untuk memenuhi berbagai keperluan masyarakat dalam kehidupan sosial bermasyarakat. Sebut saja fungsi surau sebagai institusi pendidikan dan pengajaran bagi anak-anak remaja di Minangkabau, selain itu surau juga memainkan fungsinya dalam sosialisasi berbagai informasi yang harus di ketahui masyarakat.
Dalam hal ini fungsi surau bukan hanya sebagai sarana ibadah saja, namun aktifitas masyarakat yang menggunakan surau tersebut sangat beragam dari pendidikan mental dan pendidikan agama, tempat ini juga digunakan untuk pelayanan sosial seperti mengajarkan anak-anak mengaji dan memberikan pemahaman ilmu tentang agama.

3.    Dengan menggunakan model universal seperti pelayanan bidang kemiskinan dengan PNPM Mandiri yang mengharuskan masyarakat berdaya berdasarkan indikator-indikator yang bersifat universal.
a.    Bagaimana anda mencermati mengenai pelayanan yang bersifat universal tersebut di masyarakat lokal di Indonesia!
Pelayanan-pelayanan yang ada di Indonesia cenderung pada sifat-sifat yang universal, dan tujuannya juga untuk pemerataan, artinya daerah yang satu dengan daerah yang lain harus sama indikator pelayanan yang diberikan. Namun tentu saja dengan keberagaman yang ada disetiap daerah di Indonesia, setiap daerah mempunyai kearifan lokal yang masing-masing unik, mempunyai norma serta nilai yang menjadi pegangan. Lebih bijak lagi bila pelayanan-pelayanan yang diberikan sesuai dengan kebutuhan daerah itu sendiri, dengan mengedepankan pada partisipasi masyarakat. Satu hal yang harus dicermati juga adalah bagaiamana masyarakat tidak bergantung dengan pelayanan-pelayanan yang diberikan, bagaimana masyarakat bisa memanfaatkan pelayanan tersebut secara maksimal dan menjadikannya sebagai motivasi untuk kemandirian masyarakat. Perlu diketahui bahwa banyak sekali manfaat adanya pnpm ini untuk masyarakat diantaranya :

b.    Mengapa pelayanan kesejahteraan sosial yang didasarkan pada model-model universal cenderung mengalami kegagalan, Jelaskan dengan menggunakan contoh pelayanannya dan juga perubahan yang terjadi di daerah yang mendapatkan pelayanan universal tersebut!
Karena pelayanan tersebut tidak mengakomodir kebutuhan-kebutuhan masyarakat, artinya hasil dari pelayanan tersebut tidak tepat sasaran dan manfaatnya tidak dirasakan secara maksimal oleh masyarakat. Kemudian yang menjadi sorotan adalah kurangnya peran pekerja sosial dalam pelaksanaan pelayanan kesejahteraan sosial, yang bisa mengakomodir kebutuhan, masyarakat dengan teknik-teknik pekerjaan sosial, artinya akan ada assessment secara mendalam tentang apa yang sebenarnya dibutuhkan oleh masyarakat, melalui metode Community Depelopment yang didalamnya terdapat Locality Depelopment, kemudian pelayanan-pelayanan tersebut harus memperhatikan unsur-unsur kearifan lokal yang ada di daerah tersebut seperti:
1.    Bahasa (lisan maupun tertulis)
2.    Kesenian (seni rupa, seni suara, seni gerak, dan sebagainya)
3.    Sistem pengetahuan
4.    Religi (sistem kepercayaan)
5.    Peralatan dan perlengkapan hidup manusia (pakaian, perumahan, alat-alat rumah tangga, senjata, alat-alat produksi, transportasi dan sebagainya)
6.    Mata pencaharian hidup dan sistem-sistem ekonomi (pertanian, peternakan, sistem produksi, sisteem distribusi dan sebagainya)
7.    Sistem kemasyarakatan (sistem kekerabatan, organisasi politik, sistem hukum, sistem perkawinan)
                  Pada dasarnya pelayanan setiap pelayanan baik sosial maupun kesehatan atau ekonomi bertujuan untuk mensejahterakan masyarakat, tentu saja ada perubahan yang signifikan ketika suatu daerah belum tersentuh oleh pelayanan apapun, masyarakatnya sangat membutuhkan pelayanan tersebut maka akan ada kesadaran dari diri masyarakat untuk memanfaarkan pelayanan tersebut dengan baik. Contohnya saja di daerah terpencil atau desa tercpencil di kalimantan yang jauh dari akses pelayanan berupa sosial, ekonomi, dan kesehatan akan membawa dampak positif bagi masyarakat, karena mereka akan terbantu dengan adanya pelayanan tersebut. Namun juga harus diperhatikan bagaimana culture yang ada didaerah tersebut, artinya jangan sembarangan memberikan pelayanan, harus direncanakan dengan matang-matang.
Sumber : bahan mata kuliah PPT masyarakat dan Kebudayaan, PPT Pranata Sosial dan PPT Modal Sosial
http://abdurrachmanramli.blogspot.com/2014/03/rekreasi.html 



[1] http://lajulangkahharrokah.wordpress.com/2010/08/20/surau-sebagai-pranata-sosial-di-minangkabau/

Wednesday, September 17, 2014

1.      Pengertian Pekerjaan Sosial Internasional
Pekerjaan sosial Internasional adalah sebuah profesi yang pertolongan dan pelayanaan kemanusiaan yang tujuannya untuk membantu IKKM (Individu, keluarga, Kelompok, dan Masyarakat) untuk mencapai keberfungsian sosialnya, yang di berlakukan secara Internasional, artinya cakupan dimensi pelayanan yang diberikan sangat luas wilayahnya. Kemudian pekerja sosial Internasional bisa masuk dalam setting lembaga-lembaga atau organisasi Internasional seperti WHO, UNICEF, dan UNESCO.
Dimensi Pekerjaan Sosial Internasional
1.      Internationally related domestic practice and advocacy
Pekerja sosial menanagani masalah-masalah di negara asalnya yang memiliki dimensi internasional (di mana 2 atau 3 negara terlibat dalam suatu kasus/kebijakan. Misal: penempatan pengungsi internasional, adopsi internasional
2.      Professional Exchange
Terkait dengan pertukaran informasi dan pengalaman mengenai praktek, metode, isu, dan tantangan yang dihadapi pekerja sosial antar wilayah/negara.
3.      International Practice
Mempersiapkan sebagian pekerja sosial profesioal untuk secara langsung terlibat dalam aktivitas-aktivitas pembangunan pada lembaga-lembaga pembangunan internasional (Red Cross, Save the Children, Lembaga2 PBB) baik secara profesional maupun sukarela.
Sumber: Bahan Mata Kuliah
Pekerjaan Sosial Internasional-class 1.pptx
2.      Keterampilan yang dimiliki Pekerjaan Sosial Internasional
Menurut profesor. Adi Fahrudin, PhD, keterampilan yang harus dimiliki dalam pekerjaan sosial Internasional dalam melihat isu yang berkembang diera globalisasi dewasa ini:
1.      Memahami teori-teori utama dan konsep pekerjaan sosial internasional termasuk globalisasi, pembangunan, hak-hak asasi manusia dan transnasionalisme
2.      Menyadari mengenai peranan praktek dan peluang-peluang bagi pekerja sosial dalam bantuan dan pembangunan internasional
3.      Menyadari aspek ketergantungan global yang mempengaruhi isu kesejahteraan sosial domestik dan kaitan pengetahuan yang ada untuk meningkatkan aspek internasional dari praktek pekerjaan sosial domestik.
4.      Memahami dengan baik mengenai peranan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dalam penetapan standar bagi kebijakan kesejahteraan sosial internasional
5.      Menyadari dampak kebijakan nasional mengenai kondisi kesejahteraan sosial di Negara lain dan dampak reciprocal terhadap kebijakan Negara lain.
6.      Menghargai aspek internasional dari keanekaragaman budaya untuk memfasilitasi peningkatan pelayanan kepada penduduk dunia.
7.      Memiliki pengetahuan mengenai sumber-sumber utama mengenai data global dan lintas Negara mengenai pekerjaan sosial.
8.      Kemampuan mengatasi dilemma nilai dalam praktek pekerjaan sosial internasional.
9.      Menyadari dan mempertimbangkan dimensi internasional yang berkaitan dengan kasus dan masalah masyarakat dalam praktek di wilayah domestic mereka.
10.  Memberikan kontribusi kepada pemecahan masalah secara bersama terhadap permasalahan sosial global
11.  Melakukan pemantauan terhadap perkembangan permasalahan sosial global termasuk pengetahuan dan teknologi pemecahan masalah terkini yang dapat diterapkan dalam kontek praktek domestik
Keterampilan yang harus dimiliki Pekerja Sosial secara global adalah;
1.      Mempunyai Body of Knowladge
2.      Body of Value
3.      Mempunyai Body of Skill
4.      Mempunyai wawasan tentang Pekerjaan sosial
5.      Memahami isu-isu internasional yang berkembang setiap tahunnya
Sumber: : http://s3.amazonaws.com/academia.edu.documents/32600943/KESEJAHTERAAN_SOSIAL_INTERNASIONALlibre.pdf?AWSAccessKeyId=AKIAJ56TQJRTWSMTNPEA&Expires=1409794445&Signature=Mz5ljTB81Gu%2BU68xqRFVFzw9GrQ%3D
3.      Setting Lembaga Pekerjaan Internasional
Secara konvensional, pekerjaan sosial biasanya dipandang sebagai profesi yang menangani permasalahan kesejahteraan sosial baik pada setting lembaga maupun masyarakat. Dalam setting lembaga, pekerja sosial biasanya bekerja pada institusi-institusi pelayanan sosial, seperti lembaga rehabilitasi sosial, pengasuhan anak, perawatan orang tua, penanganan korban narkoba dll. Dalam setting masyarakat, umumnya pekerja sosial menangani permasalahan sosial yang berkaitan dengan pembangunan lokal (pedesaan dan perkotaan), Lembaga pendidikan pekerja sosial, seperti STKS, UNPAD dan UNPAS, membekali mahasiswanya dengan ilmu-ilmu sosial maka selain bekerja di sektor swasta, banyak pekerja sosial yang bekerja di departemen-departemen pemerintah (Depsos, Depdagri/Pemda, Depdikbud dan organisasi-organisasi sejenis pada level-level di bawahnya). Lembaga-lembaga internasional yang terbuka bagi pekerja sosial antara lain UNHCR (pengungsi); UNDP (pembangunan); UNICEF (masalah anak),  ILO (masalah buruh), World Health Organization (WHO), Food and Agriculture Organization (FAO), United Nations, Education, Scientific and Cultural Organization (UNESCO), dan International Federation of Social Workers (IFSW).



Wednesday, September 10, 2014

Pekerjaan sosial adalah sebuah profesi yang berdasar pada praktik dan disiplin
akademik yang memfasilitasi perubahan dan pembangunan sosial, kohesi sosial dan
pemberdayaan serta kebebasan individu. Prinsip-prinsip keadilan sosial, hak asasi
manusia, tanggung jawab kolektif dan pengakuan keberagaman adalah prinsip utama
bagi pekerjaan sosial.
Diperkuat dengan teori-teori pekerjaan sosial, ilmu-ilmu sosial, humaniora dan
pengetahuan-pengetahuan lokal, pekerjaan sosial melibatkan individu dan institusi
untuk menghadapi tantangan dalam kehidupan dan untuk meningkatkan kesejahteraan.


Definisi tersebut dapat di perluas di tingkat nasional dan atau regional.



PENJELASAN

Penjelasan ini berfungsi untuk membuka konsep-konsep inti yang digunakan dalam
definisi dan dilengkapi dengan hal-hal yang berkaitan dengan mandat utama, prinsip,
pengetahuan dan praktik profesi pekerjaan sosial.

MANDAT UTAMA

Mandat utama profesi pekerjaan sosial termasuk memfasilitasi perubahan sosial,
pembangunan sosial, kohesi sosial dan pemberdayaan serta kebebasan individu.

Pekerjaan sosial adalah profesi praktik dan sebuah disiplin ilmu yang mengakui
keterkaitan faktor sejarah, sosio-ekonomik, budaya, dimensi ruang, politik, dan
individual yang berfungsi sebagai kesempatan-kesempatan dan/atau hambatanhambatan

bagi kesejahteraan dan pengembangan individual. Hambatan-hambatan
struktural berkontribusi terhadap ketidakadilan, diskriminasi, eksploitasi dan opresi.
Perkembangan kesadaran kritis melalui refleksi terhadap sumber-sumber opresi
dan/atau kebebasan secara structural, berdasarkan pada karakteristik ras, kelas, jenis
kelamin, disabilitas, budaya dan orientasi seksual, dan mengembangkan strategi aksi
untuk mengatasi hambatan-hambatan struktural dan individual adalah pusat dari praktik
emansipasi dimana tujuannya adalah pemberdayaan dan pembebasan individual. Atas
nama solidaritas bagi mereka yang tidak beruntung, profesi pekerja sosial berusaha
untuk menghapuskan kemiskinan, membebaskan individu yang rawan dan tertekan,
sera meningkatkan kohesi dan inklusi sosial.

Mandat perubahan sosial didasarkan pada premis bahwa intervensi pekerjaan sosial
terjadi ketika situasi yang ada, baik itu di tingkat individu, keluarga, kelompok kecil,
masyarakat, sangat membutuhkan perubahan dan pengembangan. Hal tersebut
didorong oleh kebutuhan untuk menghadapi dan mengubah kondisi struktural yang
berkontribusi terhadap pemiskinan, eksklusi sosial dan opresi. Perubahan sosial
meliputi keberadaan institusi individu dalam mengangkat hak asasi manusia dan
ekonomi, lingkungan dan keadilan sosial. Profesi pekerjaan sosial   juga berkomitmen
untuk memelihara stabilitas sosial, sejauh stabilitas tersebut tidak digunakan untuk
memarginalisasikan, mengeluarkan atau menekan kelompok-kelompok individual
tertentu.

Pembangunan sosial dikonseptualisasikan sebagai strategi intervensi, kerangka pikir
kebijakan dan negara yang diinginkan, yang disesuaikan dengan kerangka residual dan
institusional yang lebih popular. Kerangka tersebut berdasar pada asesmen holistik
biopsikososialspiritual dan intervensi yang meliputi pembagian mikro-makro,
menggunakan system yang berlapis dan kolaborasi antar sektor dan antar profesi,
ditujukan guna tercapainya pembangunan yang berkelanjutan. Pekerjaan sosial
memprioritaskan diri pada perkembangan sosio-struktural dan ekonomi dan tidak lagi
mengikuti pemahaman konvensional yang menganggap bahwa pertumbuhan ekonomi
adalah prasyarat tercapainya pembangunan sosial.


PRINSIP-PRINSIP

Prinsip-prinsip menyeluruh pada pekerjaan sosial adalah penghargaan akan martabat
dan rasa berharga pada manusia, tidak melakukan kejahatan, menghargai
keberagaman dan menjunjung hak asasi manusia dan keadilan sosial.

Mengadvokasi dan menjunjung hak asasi manusia dan keadilan sosial adalah motivasi
dan justifikasi bagi pekerjaan sosial. Profesi pekerjaan sosial mengakui bahwa hak
asasi manusia perlu ada seiring dengan dengan tanggung jawab kolektif. Ide mengenai
tanggung jawab kolektif menggarisbawahi kenyataan bahwa hak asasi manusia secara
individual hanya dapat direalisasikan sehari-hari jika setiap orang saling mengambil
tanggung jawab untuk dirinya dan lingkungannya serta pentingnya membangun
hubungan yang saling menguntungkan dalam masyarakat. Sehingga fokus utama dari
pekerjaan sosial adalah untuk mengadvokasi hak-hak manusia di setiap tingkatan, dan
untuk memfasilitasi pengambilan tanggung jawab individual untuk kesejahteraan
masing-masing, menyadari dan menghargai saling ketergantungan diantara manusia itu
sendiri dan diantara manusia dan lingkungannya.

Pekerjaan sosial mecakup hak-hak asasi manusia (HAM) generasi pertama, kedua dan
ketiga. HAM generasi pertama adalah hak sipil dan politik seperti kebebasan berbicara
sesuai hati nurani dan bebas dari siksaan dan hukuman yang sewenang-wenang;
generasi kedua adalah hak yang berkaitan dengan sosio-ekonomi dan budaya  seperti
hak mendapatkan tingkat pendidikan yang sesuai, pelayanan kesehatan, perumahan,
dan hak kaum minoritas; HAM generasi ketiga terfokus kepada dunia dan hak terhadap
keberagaman spesies dan kesetaraan antar generasi. Ketiga hak tersebut saling
menguatkan dan berkaitan serta mengakomodasi hak-hak individual dan kolektif.

Beberapa contoh “tidak melakukan kejahatan” dan “penghargaan terhadap
keberagaman” dapat mewakili nilai-nilai yang mungkin menimbulkan konflik dan
persaingan, misalnya atas nama budaya, beberapa hak dilanggar, termasuk hak untuk
hidup dari kelompok minoritas seperti perempuan atau homoseksual. Standar global
untuk Pendidikan dan Pelatihan Pekerjaan Sosial menjawab isu yang kompleks
tersebut dengan mengadvokasi bahwa para pekerja sosial dilatih dengan pendekatan
dasar hak asasi manusia, dengan catatan penjelasan seperti berikut:


Pendekatan tersebut dapat memfasilitasi konfrontasi secara konstruktif dan
perubahan dimana kepercayaan, nilai dan tradisi tertentu melanggar hak-hak dasar
manusia. Karena budaya adalah dikonstruksikan secara social dan dinamis, maka
budaya tersebut dapat diubah dan mengalami dekonstruksi. Konfrontasi konstruktif,
dekonstruksi dan perubahan tersebut dapat difasilitasi melalui penyamaan visi, dan
pemahaman mengenai kepercayaan, nilai dan tradisi budaya tertentu dan juga
melalui dialog kritis dan reflektif dengan anggota kelompok budaya tersebut dan
isu-isu hak asasi manusia yang lebih luas.
PENGETAHUAN

Pekerjaan sosial adalah disiplin ilmu yang interdisiplin dan juga transdisiplin, dan
mengacu pada teori dan penelitian ilmiah yang luas. “Sains” dipahami pada konteks ini
dalam bentuk yang paling dasar sebagai “pengetahuan”. Pekerjaan sosial mengacu
pada perkembangan teori dasar dan penelitian yang terus berkembang, seperti juga
teori-teori dari sains-sains tentang manusia, termasuk tapi tidak terbatas pada
pengembangan masyarakat, pedagogi sosial, administrasi, antropologi, ekologi,
ekonomi, pendidikan, management, keperawatan, psikiatri, psikologi, kesehatan
masyarakat dan sosiologi. Keunikan penelitian dan teori pekerjaan sosial adalah bahwa
mereka adalah aplikatif dan emansipatoris. Kebanyakan penelitian dan teori pekerjaan
sosial di ko-konstruksikan dengan para pengguna layanan secara interaktif melalui
proses dialog sehingga selalu dipengaruhi oleh lingkungan praktik tertentu.

Definisi yang diajukan ini mengakui bahwa pekerjaan sosial dipengaruhi tidak saja oleh
lingkungan praktik tertentu dan teori-teori Barat saja, tapi juga oleh pengetahuanpengatuan

lokal. Bagian dari warisan kolonialisme ialah bahwa pengetahuan dan teori
Barat telah dinilai lebih, dan pengetahuan lokal tidak dianggap penting, dan dihegemoni
oleh teori-teori dan pengetahuan-pengetahuan barat. Definisi yang diberikan mencoba
untuk menahan dan membalikkan proses tersebut dengan mengakui bahwa orangorang

lokal di setiap wilayah atau Negara memiliki nilai, cara pengetahuan, cara
menyebarkan pengetahuan mereka masing-masing, dan telah memberikan kontribusi
berharga untuk sains. Pekerjaan sosial mencoba untuk memperbaiki sejarah
kolonialisme ilmu pengetahuan Barat dan hegemoninya dengan cara mendengarkan
dan belajar dari para penduduk lokal di seluruh dunia. Dengan cara ini, pengetahuan
pekerjaan sosial akan dapat diciptakan kembali dan diketahui oleh para penduduk lokal,
dan dipraktikkan secara lebih tepat tidak hanya di lingkungan lokal saja, tetapi juga
secara internasional. Berdasarkan pada PBB, IFSW mendefinisikan masyarakat lokal
sebagai berikut:

 Mereka tinggal dalam (atau menjaga kelekatan dengan) wilayah leluhur secara
geografis.
 Mereka cenderung untuk menjaga institusi sosial, ekonomi dan politik khas
dalam wilayah mereka.
 Mereka menjaga diri untuk tetap unik secara budaya, geografi dan institusi,
daripada melakukan asimilasi secara penuh kepada masyarakat umum.
 Mereka mengidentifikasi diri sebagai pribumi atau suku.
http://ifsw.org/policies/indigenous-peoples



PRAKTIK

Legitimasi dan mandat pekerjaan sosial terletak pada intervensinya dimana individu
berinteraksi dengan lingkungan mereka masing-masing. Lingkungan tersebut termasuk
berbagai system sosial yang melekat pada individu-individu secara alamiah, lingkungan
geografis, yang berpengaruh besar pada kehidupan masyarakat. Metodologi
partisipatoris yang dilakukan oleh pekerjaan sosial direfleksikan dalam “melibatkan
manusia dan struktur untuk mengatasi tantangan hidup dan meningkatkan
kesejahteraan”. Sejauh mungkin, pekerjaan sosial mendukung kerja bersama daripada
bekerja untuk individu. Konsisten dengan paradigm pembangunan sosial, para pekerja
sosial menggunakan berbagai keterampilan, teknik, strategi, prinsip dan kegiatan di
berbagai tingkatan system, diarahkan pada  pemeliharaan system dan/atau usaha
mengubah system. Praktik pekerjaan sosial terentang dalam berbagai bentuk terapi dan
konseling, group work dan community work; formulasi dan analisis kebijakan; dan
intervensi advokasi dan politik. Dari perspektif emansipatori, definisi ini mendukung
strategi dimana pekerjaan sosial ditujukan pada peningkatan harapan individu,
kepercayaan diri dan potensi kreatif setiap individu untuk menghadapi dan menantang
dinamika kekuatan opresi dan sumber-sumber ketidakadilan struktural sehingga
mencakup kesatuan aspek mikro-makro dan dimensi personal-politik dalam intervensi.
Fokus menyeluruh pekerjaan sosial adalah universal, namun prioritas dari praktik
pekerjaan sosial akan berbeda antara satu negara dengan negara lainnya; berbeda dari
waktu ke waktu tergantung pada kondisi sejarah, budaya, politik dan sosio-ekonomi.

Tanggung jawab pekerjaan sosial di seluruh dunia adalah untuk membela, memperkaya
dan mewujudkan nilai dan prinsip-prinsip yang direfleksikan dalam definisi ini. Sebuah
definisi pekerjaan sosial hanya dapat bermakna ketika para pekerja sosial secara aktif
berkomitmen kepada nilai-nilai dan visi dari pekerjaan sosial itu sendiri.          





Shalawat Badar
Shalawat Badar
Karya Ahmad Tohari
Bus yang aku tumpangi masuk Cirebon ketika matahari hamper mencapai pucuk langit. Terik matahari ditambah dengan panasnya mesin disel tua mamanggang bus itu beserta isinya. Untung bus tak begitu penuh sehingga sesame penumpang tak perlu bersinggungan badan. Namun, dari sebelah kiriku bertiup bau keringat melalui udara yang dialirkan dengan kipas Koran. Dari belakang terus-menerus mengepul asap rokok dari mulut seorang lelaki setengah mengantuk.
Begitu bus berhenti, puluhan pedagang asongan menyerbu masuk. Bahkan beberapa di antara mereka sudah membajingloncat ketika bus masih berada di mulut terminal bus menjadi pasar yang sangat hiruk pikuk. Celakanya, mesin bus tidak dimatikan dan soir melompat turun begitu saja. Dan para pedagang asongan itu menawarkan dagangan dengan suara melengking agar bias mengatasi derum mesin. Mereka menyodor-nyodorkan dagangan, bila perlu sampai dekat sekali ke mata para penumpang. Kemudian, mereka mengeluh ketika mendapati tak seorangpun mau belanja. Seorang diantara mereka malah mengutuk dengan mengatakan para penumpang adalah manusia –manusia kikir, atau manusia-manusia yang tak punya duit.
Suasana sungguh gerah, sangat bising dan para penumpang tak berdaya melawan keadaan yang sangat menyiksa itu. Dalam keadaan seperti itu, harapan para penumpang hanya satu;hendaknya sopir cepat datang dan bus segera berangkat kembali untuk meneruskan perjalanan ke Jakarta. Namun laki-laki yang menjadi tumpuan harapan itu kelihatan sibuk dengan kesenangannya sendiri. Sopir itu enak-enak bergurau dengan seorang perempuan penjual buah.
Sementara para penumpang lain kelihatan sangat gelisah dan jengkel, aku mencoba bersikap lain. Perjalanan semacam ini sudah puluhan kali aku alami. Dari pengalaman seperti itu aku mengerti bahwa ketidaknyamanan dalam perjalanan tak perlu dikeluhkan karena sama sekali tidak mengatasi keadaan. Supaya jiwa dan raga tidak tersiksa, aku selalu mencoba berdamai dengan keadaan. Maka kubaca semuanya dengan tenang; sopir yang tak acuh terhadap nasib para penumpang itu, tukang-tukang asongan yang sangat berisik itu, dan lelaki yang setengah mengantuk sambil mengepulkan asap di belakang itu.
Masih banyak hal yang belum sempat aku baca ketika seorang lelaki naik ke dalam bus. Celana, baju, dan kopiahnya berwarna hitam. Dia naik dari pintu depan. Begitu naik lelaki itu mengucapkan salam dengan fasih. Kemudian dari mulutnya mengalir Shalawat Badar dalam suara yang bening. Tangannya menadahkan mangkuk kecil. Lelaki itu mengemis. Aku membaca tentang pengemis ini dengan perasaan yang sangat dalam. Aku dengrkan dengan baik shalawatnya. Ya, persis. Aku pun sering membaca shalawat seperti itu terutama dalam pengajian-pengajian umum atau rapat-rapat. Sekarang kulihat dan kudengar ada lelaki membaca Shalawat Badar untuk mengemis.
Kukira pengemis itu sering mendatangi pengajian-pengajian. Kukira dia sering mendengar ceramah-ceramah tentang kebaikan hidup baik di dunia maupun akhirat. Lalu dari pengajian seperti itu dia hanya mendapat sesuatu untuk membela kehidupannya di dunia. Sesuatu itu adalah Shalawat Badar yang kini sedang dikumandangkannya sambil menadahkan tangan. Ada perasaan tidak setuju mengapa hal-hal yang kudus seperti bacaan shalawat itu dipakai untuk mengemis. Tetapi perasaan demikian lenyap ketika pengemis itu sudah berdiri di hadapanku. Mungkin karena shalawat itu, maka tanganku bergerak merogoh kantong dan memberikan selembar ratusan. Ada banyak hal dapat dibaca pada wajah pengemis itu.
Di sana aku lihat kebodohan, kepasrahan yang memperkuat penampilan kemiskinan. Wajah-wajah seperti itu sangat kuhafal karena selalu hadir mewarnai pengajian yang sering diawali dengan shalawat Badar. Ya. Jejak-jejak pengajian dan ceramah-ceramah tentang kebaikan hidup ada bebekas pada wajah pengemis itu. Lalu mengapa dari pengajian yang sering didatanginya ia hanya bias menghafal Shalawat Badar dan kini menggunakannya untuk mengemis? Ah, kukira ada yang tak beres. Ada yang salah. Sayangnya aku tak begitu tega menyalahkan pengemis yang terus membaca shalawat itu.
Perhatianku terhadap si pengemis terputus oleh bunyi pintu bus yang dibanting. Kulihat sopir sudah duduk di belakang kemudi. Kondektur melompat masuk dan berteriak kepada sopir. Teriakannya ditelan oleh bunyi mesin diesel yang meraung-raung. Kudengar kedua awak bus itu bertengkar. Kondektur tampaknya enggan melayani bus yang tidak penuh, sementara sopir sudah bosan menunggu tambahan penumpang yang ternyata tak kunjung datang. Mereka bertengkar melalui kata-kata yang tidak sedap didengar. Dan bus melaju meninggalkan terminal Cirebon.
Sopir yang marah menjalankan busnya dengan gila-gilaan. Kondektur diam. Tapi kata-kata kasarnya mendadak tumpah lagi. Kali ini bukan kepada sopir, melainkan kepada pengemis yang jokok dekat pintu belakang.” He, siral kenapa kamu tidak turun? Mau jadi gembel di Jakarta? Kamu tidak tahu gembel di sana pada dibuang ke laut dijadikan rumpon?”
Pengemis itu diam saja.
“Turun!”
“Sira beli mikir? Bus cepat seperti ini aku harus turun?”
“Tadi siapa suruh kamu naik?”
“Saya naik sendiri. Tapi saya tidak ingin ikut. Saya Cuma mau mengemis, kok. Coba, suruh sopir berhenti. Nanti saya akan turun. Mumpung belum jauh.”
Kondektur kahabisan kata-kata. Dipandangnya pengemis itu seperti ia hendak menelannya bulat-bulat. Yang dipandang pasrah. Dia tampaknya rela diperlakukan sebagai apa saja asal tidak didorong keluar dari bus yang melaju makin cepat. Kondektur berlalu sambil bersungut. Si pengemis yang merasa sedikti lega, bergerak memperbaiki posisinya di dekat pintu belakang. Mulutnya sambil bergumam: “…shalatullah, salamullah, ‘ala thaha rasulillah…’
Shalawat itu terus mengalun dan terdengar makin jelas karena tidak ada lagi suara kondektur. Para penumpang membisu dan terlena dalam pikiran masing-masing. Aku pun mulai mengantuk sehingga lama-lama aku tak bias membedakan mana suara shalawat dan mana derum mesin diesel. Boleh jadi aku sudah berada di alam mimpi dan di sana kulihat ribuan orang membaca shalawat. Anehnya, mereka yang berjumlah banyak sekali itu memiliki rupa yang sama. Mereka semuanya mirip sekali dengan pengemis yang naik dalam bus yang kutampangi di terminal Cirebon. Dan dalam mimpi pun aku berpendapat bahwa mereka bias menghafal teks shalawat itu dengan sempurna karena mereka sering mendatangi ceramah-ceramah tentang kebaikan hidup di dunia maupun akhirat. Dan dari ceramah-ceramah seperti itu mereka hanya memperoleh hafalan yang untungnya boleh dipakai modal menadahkan tangan.
Kukira aku masih dalam mimpi ketika kurasakan peristiwa yang hebat. Mula-mula kudengar Guntur meledak dengan dahsyat. Kemudian kulihat mayat-mayat beterbangan dan jatuh di sekelilingku. Mayat-mayat itu terluka dan beberapa diantaranya kelihatan sangat mengerikan. Karena merasa takut aku pun lari. Namun aku tersandung batu dan jatuh ke tanah. Mulut terasa asin dan aku meludah. Ternyata ludahku merah. Terasa ada cairan mengalir dari lobang hidungku. Ketika kuraba,, cairan itu pun merah. Ya Tuhan. Tiba-tiba aku tersadar bahwa diriku terluka parah. Aku terjaga dan di depanku ada melapetaka. Bus yang kutumpangi sudah terkapar di tengah sawah dan bentuknya sudah tidak karuan. Di dekatnya terguling sebuah truk tangki yang tak kalah ringseknya. Dalam keadaan panik aku mencoba bangkit bergerak ke jalan raya. Namun rasa sakit memaksaku duduk kembali. Kulihat banyak kendaraan berhenti. Kudengar orang-orang merintih. Lalu samar-samar kulihat seorang lelaki kusut keluar dari bangkai bus. Badannya tak tergores sedikit pun. Lelaki itu dengan tenang berjalan kembali kea rah kota Cirebon.
Telingaku dengan gamblang mendengar suara lelaki yang terus berjalan dengan tenang kea rah timur itu:”Shalatullah, salamullah, ‘ala thaha rasulillah…
(Sumber : Kumpulan cerpen Senyum Karyamin, 1989
Konvensi Bahasa:
Setiap karya sastra selalu ada kalimat-kalimat yang estetis, dalam cerpen Pemandangan Perut pengarang juga menggunakan bahasa yang berbeda dari bahasa pada umumnya yaitu bersifat estetis, puitis, menyentuh rasa dengan keindahannya. Contoh konvensi bahasa yang mengandung sifat estetis dan puitis:  “Kukira pengemis itu sering mendatangi pengajian-pengajian. Kukira dia sering mendengar ceramah-ceramah tentang kebaikan hidup baik di dunia maupun akhirat. Lalu dari pengajian seperti itu dia hanya mendapat sesuatu untuk membela kehidupannya di dunia. Sesuatu itu adalah Shalawat Badar yang kini sedang dikumandangkannya sambil menadahkan tangan.”
Cerpen tersebut bersifat imajinatif/ fiktif, yaitu suatu cerita rekaan yang berangkat dari daya khayal kreatif, contoh : “Shalawat itu terus mengalun dan terdengar makin jelas karena tidak ada lagi suara kondektur. Para penumpang membisu dan terlena dalam pikiran masing-masing. Aku pun mulai mengantuk sehingga lama-lama aku tak bias membedakan mana suara shalawat dan mana derum mesin diesel. Boleh jadi aku sudah berada di alam mimpi dan di sana kulihat ribuan orang membaca shalawat. Anehnya, mereka yang berjumlah banyak sekali itu memiliki rupa yang sama. Mereka semuanya mirip sekali dengan pengemis yang naik dalam bus yang kutampangi di terminal Cirebon. Dan dalam mimpi pun aku berpendapat bahwa mereka bias menghafal teks shalawat itu dengan sempurna karena mereka sering mendatangi ceramah-ceramah tentang kebaikan hidup di dunia maupun akhirat. Dan dari ceramah-ceramah seperti itu mereka hanya memperoleh hafalan yang untungnya boleh dipakai modal menadahkan tangan.”
Konvensi Sastra:
Unsur konvensi sastra dalam prosa atau cerita pendek di atas dapat meliputi:
tema dan subtema, amanat, penokohan, plot, pusat pengisahan, gaya bahasa.
Unsur-unsur tesebut sama hal nya dengan unsur intrisik yang terdapat dalam sebuah cerita.
Unsur intrinsik cerpen Pemandangan Perut :
1.      Tema         : Kehidupan Bermasyarakat
2.      Penokohan
A.    Pengemis : sosok orang yang rendah diri, rendah hati, sosok yang pasrah .
B.       Aku       : perhatian terhadap sesama, memiliki rasa keingintahuan yang tinggi.
C.       Kondektur Bus: mudah marah dan menyelesaikan masalah dengan cara kekerasan Kondektur melompat masuk dan berteriak kepada sopir. Kondektur enggan melayani bus yang tidak penuh, mereka bertengkar melalui kata-kata yang tidak sedap di dengar. Kondektur diam, ia kehabisan kata-kata, dipandangnya pengemis itu seperti ia hendak menelannya bulat-bulat
D.    Sopir Bus : Sosok yang acuh tak acuh, tidak memperdulikan yang lain. Sopir sudah bosan menunggu tambahan penumpang yang ternyata tak kunjung datang, sopir yang marah menjalankan busnya dengan gila-gilaan.
E.     Pedagang Asongan : Emosional, Mereka menyodor-nyodorkan dagangan sampai dekat sekali ke mata para penumpang, mereka mengeluh ketika tak mendapati tak seorang pun mau berbelanja. Seorang di antara mereka mengutuk dengan mengatakan para penumpang adalah manusia-manusia kikir

3.      Alur           : maju  (karena cerita tersebut memaparkan setiap kejadian berdasarkan urutan kronologis waktu yang terus maju dan tidak mundur).
4.      Latar          :
a.       Waktu   : Siang hari dan sore hari           
b.      Tempat  : di dalam Bus Jurusan Cirebon-Jakarta, terminal, sawah
c.       Suasana : iba, menegangkan, panas, panik,
6.      Amanat     : Janganlah berpikiran negatif terhadap orang lain, selesaikan masalah dengankepala dingin bukan kekerasan, contohlah sikap seseorang yang bersahaja. Kemudian kita harus selalu mengingat  Allah dan Nabi Muhammad SAW agar selalu selamat dalam setiap perjalanan. Hendaknya kita harus banyak berbuat baik dan kita harus banyak-banyak membaca sholawat, agar kita dapat terhindar dari bahaya malapetaka/bencana, janganlah menjadi orang yang suka mengeluh dan jangan menjadi orang yang memikirkan diri sendiri/egoisme.
Konvensi Budaya : Konvensi budaya dalam Cerpen Pengemis dan Shalawat badar yaitu kebiasaan para pedagang asongan ketika diterminal selalu naik kedalam bus untuk menjajakan dagangannya. Kemudian kebiasaan mengumandangkan shalawat badar saat rapat dan  pengajian.
Ikon :
1. Bus: Sebagai ikon sistem transportasi yang berfungsi sebagai alat transportasi orang-orang berpindah dari satu wilayah ke wilayah yang lain
2. terminal sebagai ikon tempat yang menjad tempat penumpang menunggu kedatangan bus yang akan membawa mereka ketempat tujuannya.
3. Besenandung ssebagai Ikon mempunyai bakat bernyayi dan menguasai lagu-lagu shalawat.
Indeks:
1. Pedagang asongan sebagai indeks penanda pekerjaan, bekerja untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Dan para pedagang asongan itu menawarkan dagangan dengan suara melengking agar bias mengatasi derum mesin. Mereka menyodor-nyodorkan dagangan, bila perlu sampai dekat sekali ke mata para penumpang. Kemudian, mereka mengeluh ketika mendapati tak seorangpun mau belanja. Seorang diantara mereka malah mengutuk dengan mengatakan para penumpang adalah manusia –manusia kikir, atau manusia-manusia yang tak punya duit.
2. indeks perilaku. Perilaku pada tokoh dalam cerpen ini meliputi: penuh kekhawatiran, semangat tinggi, berpikiran sederhana, perhatian, keras kepala, idealis, dan sombong
Simbol:
1. simbol ketidakadilan : Sopir yang marah menjalankan busnya dengan gila-gilaan. Kondektur diam. Tapi kata-kata kasarnya mendadak tumpah lagi. Kali ini bukan kepada sopir, melainkan kepada pengemis yang jokok dekat pintu belakang.” He, siral kenapa kamu tidak turun? Mau jadi gembel di Jakarta? Kamu tidak tahu gembel di sana pada dibuang ke laut dijadikan rumpon?”
Pengemis itu diam saja.
“Turun!”
“Sira beli mikir? Bus cepat seperti ini aku harus turun?”
“Tadi siapa suruh kamu naik?”
“Saya naik sendiri. Tapi saya tidak ingin ikut. Saya Cuma mau mengemis, kok. Coba, suruh sopir berhenti. Nanti saya akan turun. Mumpung belum jauh.”


2. simbol kemiskinan : ketika seorang lelaki naik ke dalam bus. Celana, baju, dan kopiahnya berwarna hitam. Dia naik dari pintu depan. Begitu naik lelaki itu mengucapkan salam dengan fasih. Kemudian dari mulutnya mengalir Shalawat Badar dalam suara yang bening. Tangannya menadahkan mangkuk kecil. Lelaki itu mengemis.

Friday, June 27, 2014

RELAKSASI DI PEGUNUNGAN
            Selamat siang bapak/ibu, senang sekali saya bisa melihat wajah-wajah bapak dan ibu yang sangat cerah pada hari ini, namun sepertinya kita harus melakukan relaksasi sejenak agar pikiran maupun fisik kita dapat beristirahat dan bisa lebih segar lagi. Anda boleh posisikan tubuh anda senyaman mungkin anda bisa duduk, berdiri atau tiduran apapun itu yang bisa membuat anda lebih nyaman senyaman mungkin. Kemudian mari sejenak tarik nafas secara perlahan dari hidung kemudian tahan sejenak dan keluarkan secara perlahan melalui mulut anda. Baik sekarang tarik nafas perlahan dalam 5 hitungan, kemudian tahan nafas 5 hitungan dan keluarkan dalam 5 hitungan juga. Fokuskan pendengaran dan pikiran anda terhadap suara saya, abaikan suara-suara lain, hanya suara saya yang anda dengar, kita ulangi kembali tarik nafas secara perlahan rasakan gesekan udara yang memasuki hidung anda rasakan secara nikmat, tahan dan keluarkan rasakan gesekan udara yang keluar dari mulut anda.
            Sekarang kita akan mencoba untuk memasuki alam relaksasi anda, silahkan tutup mata anda secara perlahan sambil atur posisi tubuh anda senyaman mungkin dan tarik nafas kemudian keluarkan secara perlahan, hanya suara saya yang anda dengar, abaikan suara yang lain. Baik, bayangkan secara perlahan anda sedang berbaring di sebuah gunung yang sangat tinggi sekali menjulang membelah awan-awan, anda melihat gulungan awan-awan putih yang lilir mudik kesana kemari, dedaunan pohon yang sangat hijau memanjakan mata anda membuat anda merasa nyaman saat melihatnya, rasakan teduhnya ketika anda berada di bawah pepohonan yang rindang berdaun hijau lebat. Kemudian anda merasakan angin kecil menyapu rambut anda membuat kepala dan pikiran anda terasa segar, angin itu melewati wajah anda membuat anda merasa senang, rasakan angin tersebut mengenai lapisan kulit anda, terasa dingin dan menyegarkan.
            Anda mendengar kicuan burung yang saling bersautan menyayikan nyayian alam yang sangat romantis, nada-nada indah keluar bersautan dengan hewan yang lain, mengasilkan sebuah orkestra alam sehingga anda ikut bernyayi dengan mereka. Anda juga merasakan indahnya nada-nada itu sehingga membuat anda lebih nyaman, lebih rileks, dari kejauhan anda melihat para petani yang sedang bercocok tanam di lahan sambil ikut bernyanyi dengan raut wajah yang senang seakan menampakan kesederhanaan. Dengan perasaan senang anda mencoba juga untuk menari bersama mereka, rasakan kedua tangan anda mulai bergerak mengikuti irama, jangan ditahan jika tangan anda mulai bergerak, anda menggerakan tangan anda dengan perasaan yang senang tidak ada beban sama sekali. Kemudian nyayian itu berhenti seketika, semuanya jadi sepi, perlahan-lahan para petani dan para hewan yang bernyanyi tadi menghilang, sekarang anda hanya sendiri berada di tempat tersebut dibawah pohon yang rindang, anda coba untuk berdiri sambil merentangkan kedua tangan anda, jangan di tahan ketika tangan anda mulai bergerak, rentangkan yang lebar tangan anda, sekarang tarik nafas kembali keluarkan secara perlahan. Bagus sekali tetap fokus pada suara saya, dalam 5 hitungan anda teriak sekencang-kencangnya, lepaskan semua beban dan pikiran anda melalui teriakan tersebut, teriak saja jangan ditahan jika mempunyai permasalahan yang membuat anda galau, lepaskanlah semuanya luapkan semua emosi yang ada dalam diri anda, jika anda mempunyai hal-hal yang sedih anda boleh menangis.
            Ya, bagus sekali, sekarang kembali tarik nafas secara perlahan keluarkan secara perlahan, lakukan kembali sebanyak 3 kali. Baik, dalam 10 hitungan buka mata anda secara perlahan, anda lebih segar, lebih senang dari sebelumnya, rasakan anda saat ini sangat segar sekali pikiran anda sangat segar. Bagaimana perasaan bapak dan ibu sekarang? Apakah sudah lebih segar ?, luar biasa sekali ya. Saya ingin mendengar komentar dari bapak dan ibu bagaimana perasaannya sebelum dan sesudah relaksasi yang sangat luar biasa tadi. Sugesti-sugesti yang saya berikan tadi adalah sugesti yang sederhana yang dimana anda juga dapat melakukannya sendiri dengan mensugesti diri sendiri, karena saat kita mensugesti diri sendiri saat itu kita memberikan efek otomatis dalam tubuh kita.

            Sangat luar biasa sekali bapak dan ibu marilah kita jadikan hal-hal yang terjadi dalam relaksasi ini jadi sebuh lecutan semangat agar hidup kita lebih baik lagi, walau kita tahu hidup ini selalu tidak terlepas dari yang namanya cobaan dan ujian. Sekali lagi mari kita renungkan dan bebaskan hati serta pikiran kita dari hal-hal yang negatif, mulai tarik nafas secara perlahan dari hidung, tahan selama beberapa hitungan kemudian keluarkan melalui mulut secara perlahan juga, lakukan beberapa kali agar jiwa, pikiran dan hati kita lebih nyaman lagi. Saya Tomi Sapari selamat siang dan sampai berjumpa lagi.

Tuesday, May 13, 2014

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 4 TAHUN 1988
TENTANG
RUMAH SUSUN

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang:
a.         bahwa dengan Undang-undang  Nomor 16 Tahun 1985 tentang Rumah Susun telah ditetapkan ketentuan-ketentuan pokok mengenai rumah susun;
b.         bahwa untuk melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam huruf a di atas, perlu ditetapkan Peraturan Pemerintah tentang Rumah Susun.

Mengingat:
1.         Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945;
2.         Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria (Lembaran Negara Tahun 1960 Nomor 104, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2043),
3.         Undang-undang Nomor 1 Tahun 1964 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 6 Tahun 1962 tentang Pokok-pokok Perumahan menjadi Undang-undang (Lembaran Negara Tahun 1964 Nomor 3, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2611);
4.         Undang-undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Pemerintahan Di Daerah (Lembaran Negara Tahun 1974 Nomor 38, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3037);
5.         Undang-undang Nomor 16 Tahun 1985 tentang Rumah Susun (Lembaran Negara Tahun 1985 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3318);
6.         Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961 tentang Pendaftaran Tanah (Lembaran Negara Tahun 1961 Nomor 28, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2171);
7.         Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 1987 tentang Penyerahan Sebagian Urusan Pemerintahan Di Bidang Pekerjaan Umum Kepada Daerah (Lembaran Negara Tahun 1987 Nomor 25, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3353).

MEMUTUSKAN:

Menetapkan:
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA TENTANG RUMAH SUSUN

BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1
Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan:
1.         Penyelenggara pembangunan adalah Badan Usaha Milik Negara atau Daerah, Koperasi, dan Badan Usaha Milik Swasta yang bergerak dalam bidang pembangunan rumah susun, serta swadaya masyarakat.
2.         Akta pemisahan adalah tanda bukti pemisahan rumah susun atas satuan-satuan rumah susun, bagian bersama, benda bersama dan tanah bersama dengan pertelaan yang jelas dalam bentuk gambar, uraian dan batas-batasnya dalam arah vertikal dan horizontal yang mengandung nilai perbandingan proporsional.
3.         Pemerintah Daerah adalah Pemerintah Daerah Tingkat II  Kabupaten/ Kotamadya dan Pemerintah Daerah Tingkat I Daerah Khusus lbukota Jakarta.
4.         Kesatuan sistem pembangunan adalah pembangunan yang dilaksanakan pada tanah bersama dengan penggunaan dan pemanfaatan yang berbeda-beda baik untuk hunian maupun bukan hunian secara mandiri maupun terpadu berdasarkan perencanaan lingkungan atau perencanaan bangunan yang merupakan satu kesatuan.
5.         Persyaratan teknis adalah persyaratan mengenai struktur bangunan, keamanan, keselamatan, kesehatan, kenyamanan, dan lain-lain yang berhubungan dengan rancang bangun, termasuk kelengkapan prasarana dan fasilitas lingkungan, yang diatur dengan peraturan perundang-undangan serta disesuaikan dengan kebutuhan dan perkembangan.
6.         Persyaratan administratif adalah persyaratan mengenai perizinan usaha dari perusahaan pembangunan perumahan, izin lokasi dan/atau peruntukannya perizinan mendirikan bangunan (IMB), serta izin layak huni yang diatur dengan peraturan perundang-undangan dan disesuaikan dengan kebutuhan dan perkembangan.
7.         Nilai perbandingan proporsional adalah angka yang menunjukkan perbandingan antara satuan rumah susun terhadap hak atas bagian bersama, benda bersama, dan tanah bersama, dihitung berdasarkan luas atau nilai satuan rumah susun yang bersangkutan terhadap jumlah luas bangunan atau nilai rumah susun secara keseluruhan pada waktu penyelenggara pembangunan untuk pertama kali memperhitungkan biaya pembangunannya secara keseluruhan untuk menentukan harga jualnya.

BAB II
PENGATURAN DAN PEMBINAAN RUMAH SUSUN

Bagian Pertama
Arah Kebijaksanaan

Pasal 2
(1)        Pengaturan dan pembinaan rumah susun diarahkan untuk dapat meningkatkan usaha pembangunan perumahan dan pemukiman yang fungsional bagi kepentingan rakyat banyak.
(2)        Pengaturan dan pembinaan rumah susun sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dimaksudkan untuk:
a.         mendukung konsepsi tata ruang yang dikaitkan dengan pengembangan pembangunan daerah perkotaan ke arah vertikal dan untuk meremajakan daerah-daerah kumuh;
b.         meningkatkan optimasi penggunaan sumber daya tanah perkotaan;
c.         mendorong pembangunan pemukiman berkepadatan tinggi.

Pasal 3
Pengaturan dan pembinaan rumah susun berlandaskan
1.         Kebijaksanaan umum;
2.         Kebijaksanaan teknis dan kebijaksanaan operasional yang digariskan oleh masing-masing instansi yang berwenang.

Pasal 4
Penyusunan rencana jangka panjang dan jangka pendek pembangunan rumah susun dilaksanakan oleh Pemerintah Daerah yang bersangkutan berdasarkan kebijaksanaan dan pedoman Pemerintah Pusat.

Pasal 5
Pengaturan dan pembinaan rumah susun meliputi ketentuan-ketentuan mengenai persyaratan teknis dan administratif pembangunan rumah susun, izin layak huni, pemilikan satuan rumah susun, penghunian, pengelolaan, dan tata cara pengawasannya.

Bagian Kedua
Wewenang dan Tanggung Jawab

Pasal 6
(1)        Pengaturan dan pembinaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 yang bersifat umum dalam arti yang seluas-luasnya terhadap pembangunan rumah susun dan pengembangannya, menjadi wewenang dan tanggung jawab Pemerintah Pusat.
(2)        Wewenang dan tanggung jawab Pemerintah Pusat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan oleh Menteri yang ditunjuk pada pasal yang bersangkutan dalam Peraturan Pemerintah ini.
(3)        Pengaturan dan pembinaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 yang mempunyai karakteristik lokal, berhubungan dengan tata kota dan tata daerah, menjadi wewenang dan tanggung jawab Pemerintah Daerah. sesuai dengan asas desentralisasi sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 5 Tahun 1974.
(4)        Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) dilakukan oleh Pemerintah Daerah yang bersangkutan berdasarkan pedoman dari arahan Menteri sebagaimana dimaksud dalam ayat (2).

Bagian Ketiga
Rumah Susun untuk Hunian dan Bukan Hunian

Pasal 7
Rumah susun yang digunakan untuk hunian atau bukan hunian secara mandiri atau secara terpadu sebagai kesatuan sistem pembangunan, wajib memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5

BAB III
PERSYARATAN TEKNIS DAN ADMINISTRATIF PEMBANGUNAN RUMAH SUSUN

Bagian Pertama
Umum

Pasal 8
Di dalam perencanaan harus dapat dengan jelas ditentukan dan dipisahkan masing-masing satuan rumah susun serta nilai perbandingan proporsionalnya.

Pasal 9
Rencana yang menunjukkan satuan rumah susun, harus berisi rencana tapak beserta denah dan potongan yang menunjukkan dengan jelas batasan secara vertikal dan horizontal dari satuan rumah susun yang dimaksud.

Pasal 10
Batas pemilikan bersama harus digambarkan secara jelas dan mudah dimengerti oleh semua pihak dan ditunjukkan dengan gambar dan uraian tertulis yang terperinci.

Bagian Kedua
Persyaratan Teknis

Paragraf 1
Ruang

Pasal 11
(1)        Semua ruang yang dipergunakan untuk kegiatan sehari-hari harus mempunyai hubungan langsung maupun tidak langsung dengan udara luar dan pencahayaan langsung maupun tidak langsung secara alami, dalam jumlah yang cukup, sesuai dengan persyaratan yang berlaku.
(2)        Dalam hal hubungan langsung maupun tidak langsung dengan udara luar dan pencahayaan langsung maupun tidak langsung secara alami sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak mencukupi atau tidak memungkinkan, harus diusahakan adanya pertukaran udara dan pencahayaan buatan yang dapat bekerja terus menerus selama ruangan tersebut digunakan, sesuai dengan persyaratan yang berlaku.

Paragraf 2
Struktur, Komponen, dan Bahan Bangunan

Pasal 12
Rumah susun harus direncanakan dan dibangun dengan struktur, komponen, dan penggunaan bahan bangunan yang memenuhi persyaratan konstruksi sesuai dengan standar yang berlaku.

Pasal 13
Struktur, komponen, dan penggunaan bahan bangunan rumah susun sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12, harus diperhitungkan kuat dan tahan terhadap:
a.         beban mati;
b.         beban bergerak;
c.         gempa, hujan, angin, banjir;
d.         kebakaran dalam jangka waktu yang diperhitungkan cukup untuk usaha pengamanan dan penyelamatan;
e.         daya dukung tanah,
f.          kemungkinan adanya beban tambahan, baik dari arah vertikal maupun horizontal;
g.         gangguan/perusak lainnya, sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Paragraf 3
Kelengkapan Rumah Susun

Pasal 14
Rumah susun harus dilengkapi dengan:
a.         jaringan air bersih yang memenuhi persyaratan mengenai persiapan dan perlengkapannya termasuk meter air, pengatur tekanan air, dan tangki air dalam bangunan;
b.         jaringan listrik yang memenuhi persyaratan mengenai kabel dan perlengkapannya, termasuk meter listrik dan pembatas arus, serta pengamanan terhadap kemungkinan timbulnya hal-hal yang membahayakan;
c.         jaringan gas yang memenuhi persyaratan beserta perlengkapannya termasuk meter gas, pengatur arus, serta pengamanan terhadap kemungkinan timbulnya hal-hal yang membahayakan;
d.         saluran pembuangan air hujan yang memenuhi persyaratan kualitas, kuantitas, dan pemasangan;
e.         saluran pembuangan air limbah yang memenuhi  persyaratan kualitas, kuantitas, pemasangan,
f.          saluran dan/atau tempat pembuangan sampah yang memenuhi persyaratan terhadap kebersihan, kesehatan, dan kemudahan;
g.         g tempat untuk kemungkinan pemasangan jaringan telepon dan alat komunikasi lainnya;
h.         alat transportasi yang berupa tangga, lift atau eskalator sesuai dengan tingkat keperluan dan persyaratan yang berlaku;
i.           pintu dan tangga darurat kebakaran;
j.           tempat jemuran;
k.         alat pemadam kebakaran,
l.           penangkal petir;
m.        alat/sistem alarm
n.         pintu kedap asap pada jarak-jarak tertentu;
o.         generator listrik disediakan untuk rumah susun yang menggunakan lift.

Pasal 15
Bagian-bagian dari kelengkapan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14, yang merupakan hak bersama harus ditempatkan dan dilindungi untuk menjamin fungsinya sebagai bagian bersama dan mudah dikelola.

Paragraf 4
Satuan Rumah Susun

Pasal 16
Satuan rumah susun harus mempunyai ukuran standar yang dapat dipertanggungjawabkan, dan memenuhi  persyaratan sehubungan dengan fungsi dan penggunaannya serta harus disusun, diatur, dan dikoordinasikan untuk dapat mewujudkan suatu keadaan yang dapat menunjang kesejahteraan dan kelancaran bagi penghuni dalam menjalankan kegiatan sehari-hari untuk hubungan ke dalam maupun ke luar.

Pasal 17
Satuan rumah susun dapat berada pada permukaan tanah, di atas atau di bawah permukaan tanah, atau sebagian di bawah dan sebagian di atas permukaan tanah, merupakan dimensi dan volume ruang tertentu sesuai dengan yang telah direncanakan.

Pasal 18
Satuan rumah susun yang digunakan untuk hunian, di samping ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 dan Pasal 17, setidak-tidaknya harus dapat memenuhi kebutuhan penghuni sehari-hari.

Pasal 19
Satuan rumah susun sederhana yang digunakan untuk hunian, pemenuhan kebutuhan para penghuni sehari-hari sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18, dapat disediakan pada bagian bersama.

Paragraf 5
Bagian Bersama dan Benda Bersama

Pasal 20
Bagian bersama yang berupa ruang untuk umum, ruang tangga, lift, selasar, harus mempunyai ukuran yang memenuhi persyaratan dan diatur serta dikoordinasikan untuk dapat memberikan kemudahan bagi penghuni dalam melakukan kegiatan sehari-hari baik dalam hubungan sesama penghuni, maupun dengan pihak-pihak lain, dengan memperhatikan keserasian, keseimbangan, dan keterpaduan.

Pasal 21
Benda bersama harus mempunyai dimensi, lokasi, kualitas, kapasitas yang memenuhi persyaratan dan diatur serta dikoordinasikan untuk dapat memberikan keserasian lingkungan guna menjamin keamanan dan kenikmatan para penghuni maupun pihak-pihak lain, dengan memperhatikan keselarasan, keseimbangan, dan keterpaduan.

Pasal 22
(1)        Rumah susun harus dibangun di lokasi yang sesuai dengan peruntukan dan keserasian lingkungan dengan memperhatikan rencana tata ruang dan tata guna tanah yang ada.
(2)        Rumah susun harus dibangun pada lokasi yang memungkinkan berfungsinya dengan baik saluran-saluran pembuangan dalam lingkungan ke sistem jaringan pembuangan air hujan dan jaringan air limbah kota.
(3)        Lokasi rumah susun harus mudah dicapai angkutan yang diperlukan baik langsung maupun tidak langsung pada waktu pembangunan maupun penghunian serta perkembangan di masa mendatang, dengan memperhatikan keamanan, ketertiban, dan gangguan pada lokasi sekitarnya.
(4)        Lokasi rumah susun harus dijangkau oleh pelayanan jaringan air bersih dan listrik.
(5)        Dalam hal lokasi rumah susun belum dapat dijangkau oleh pelayanan jaringan air bersih dan listrik, penyelenggara pembangunan wajib menyediakan secara tersendiri sarana air bersih dan listrik sesuai dengan tingkat keperluannya, dan dikelola berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Paragraf 6
Kepadatan dan Tata Letak Bangunan

Pasal 23
Kepadatan bangunan dalam lingkungan harus memperhitungkan dapat dicapainya optimasi daya guna dan hasil guna tanah, sesuai dengan fungsinya, dengan memperhatikan keserasian dan keselamatan lingkungan sekitarnya, berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Pasal 24
(1)        Tata letak bangunan harus menunjang kelancaran kegiatan sehari-hari dengan mempertimbangkan keserasian, keseimbangan, dan keterpaduan.
(2)        Tata letak bangunan harus memperhatikan penetapan batas pemilikan tanah bersama, segi-segi kesehatan, pencahayaan, pertukaran udara, serta pencegahan dan pengamanan terhadap bahaya yang mengancam keselamatan penghuni, bangunan, dan lingkungannya berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Pasal 25
(1)        Lingkungan rumah susun harus dilengkapi dengan prasarana lingkungan yang berfungsi sebagai penghubung untuk keperluan kegiatan sehari-hari bagi penghuni, baik ke dalam maupun ke luar dengan penyediaan jalan setapak, jalan kendaraan, dan tempat parkir.
(2)        Penyediaan prasarana lingkungan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), harus mempertimbangkan kemudahan dan keserasian hubungan dalam kegiatan sehari-hari dan pengamanan bila terjadi hal-hal yang membahayakan, serta struktur, ukuran, dan kekuatan yang cukup sesuai dengan fungsi dan penggunaan jalan tersebut.

Pasal 26
Lingkungan rumah susun harus dilengkapi dengan prasarana lingkungan dan utilitas umum yang sifatnya menunjang fungsi lainnya dalam rumah susun yang bersangkutan, meliputi:
a.         jaringan distribusi air bersih, gas, dan listrik dengan segala kelengkapannya termasuk kemungkinan diperlukannya tangki-tangki air, pompa air, tangki gas, dan gardu-gardu listrik;
b.         saluran pembuangan air hujan yang menghubungkan pembuangan air hujan dari rumah susun ke sistem jaringan pembuangan air kota;
c.         saluran pembuangan air limbah dan/atau tangki septik yang menghubungkan pembuangan air limbah dari rumah susun ke sistem jaringan air limbah kota, atau penampungan air limbah tersebut ke dalam tangki septik dalam lingkungan;
d.         tempat pembuangan sampah yang fungsinya adalah sebagai tempat pengumpulan sampai dari rumah susun untuk selanjutnya dibuang ke tempat pembuangan sampah kota, dengan memperhatikan faktor-faktor kemudahan pengangkutan, kesehatan, kebersihan, dan keindahan;
e.         kran-kran air untuk pencegahan dan pengamanan terhadap bahaya kebakaran yang dapat menjangkau semua tempat dalam lingkungan dengan kapasitas air yang cukup untuk pemadam kebakaran;
f.          tempat parkir kendaraan dan/atau penyimpanan barang yang diperhitungkan terhadap kebutuhan penghuni dalam melaksanakan kegiatan-kegiatannya sesuai dengan fungsinya;
g.         jaringan telepon dan alat komunikasi lain sesuai dengan tingkat keperluannya.

Paragraf 8
Fasilitas Lingkungan

Pasal 27
Dalam rumah susun dan lingkungannya harus disediakan ruangan-ruangan dan/atau bangunan untuk tempat berkumpul, melakukan kegiatan masyarakat, tempat bermain bagi anak-anak, dan kontak sosial lainnya, sesuai dengan standar yang berlaku.

Pasal 28
Dalam lingkungan rumah susun yang sebagian atau seluruhnya digunakan sebagai hunian untuk jumlah satuan hunian tertentu, selain penyediaan ruang dan/atau bangunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27, harus disediakan pula ruangan dan/atau bangunan untuk pelayanan kebutuhan sehari-hari sesuai dengan standar yang berlaku.

Pasal 29
Ketentuan-ketentuan teknis sebagaimana dimaksud dalam BAB III Bagian Kedua diatur oleh Menteri Pekerjaan Umum.

Bagian Ketiga
Persyaratan Administratif

Pasal 30
(1)        Rumah susun dan lingkungannya harus dibangun dan dilaksanakan berdasarkan perizinan yang diberikan oleh Pemerintah Daerah sesuai dengan peruntukannya.
(2)        Perizinan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diajukan oleh penyelenggara pembangunan kepada Pemerintah Daerah, dengan melampirkan persyaratan-persyaratan sebagai berikut
a.         sertifikat hak atas tanah;
b.         fatwa peruntukan tanah;
c.         rencana tapak;
d.         gambar rencana arsitektur yang memuat denah dan potongan beserta pertelaannya yang menunjukkan dengan jelas batasan secara vertikal dan horizontal dari satuan rumah susun;
e.         gambar rencana struktur beserta perhitungannya;
f.          gambar rencana yang menunjukkan dengan jelas bagian bersama, benda bersama, dan tanah bersama;
g.         gambar rencana jaringan dan instalasi beserta perlengkapannya.

Pasal 31
Penyelenggara pembangunan wajib meminta pengesahan dari Pemerintah Daerah atas pertelaan yang menunjukkan batas yang jelas dari masing-masing satuan rumah susun, bagian bersama, benda bersama, dan tanah bersama beserta uraian nilai perbandingan proporsionalnya, setelah memperoleh izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30.

Pasal 32
(1)        Perubahan rencana peruntukan dan pemanfaatan rumah susun harus mendapat izin dari Pemerintah Daerah sesuai dengan persyaratan yang ditentukan dan telah memperoleh pengesahan atas perubahan dimaksud beserta pertelaannya, dan uraian nilai perbandingan proporsional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31.
(2)        Perubahan rencana peruntukan dan pemanfaatan suatu bangunan gedung bertingkat menjadi rumah susun, harus mendapat izin dari Pemerintah Daerah sebagaimana dimaksud dalam ayat (1).

Pasal 33
(1)        Tata cara permohonan dan pemberian perizinan serta pengesahan sebagaimana dimaksud delay Pasal 30, Pasal 31, Pasal 32, dan diatur lebih lanjut dengan Peraturan Daerah.
(2)        Peraturan Daerah sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) baru berlaku setelah mendapat pengesahan dari pejabat yang berwenang.

Pasal 34
(1)        Dalam hal terjadi perubahan pada waktu pelaksanaan pembangunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32, penyelenggara pembangunan wajib meminta izin dan pengesahan terhadap perubahan yang diminta kepada Instansi yang berwenang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (1).
(2)        Dalam hal terjadi perubahan struktur bangunan dan instalasi terhadap rumah susun yang telah dibangun, pemilik wajib meminta izin dan pengesahan mengenai perubahan tersebut kepada instansi yang berwenang.

BAB IV
IZIN LAYAK HUNI

Pasal 35
(1)        Penyelenggara pembangunan rumah susun wajib mengajukan permohonan izin layak huni setelah menyelesaikan pembangunannya sesuai dengan perizinan yang telah diberikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 dengan menyerahkan gambar-gambar dan ketentuan teknis yang terperinci.
(2)        Pemerintah Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30, Pasal 31 dan Pasal 34, memberikan izin layak huni setelah diadakan pemeriksaan terhadap rumah susun yang telah selesai dibangun berdasarkan persyaratan dan ketentuan perizinan yang telah diterbitkan.
(3)        Penyelenggara pembangunan wajib menyerahkan dokumen-dokumen perizinan beserta gambar-gambar dan ketentuan-ketentuan teknis yang terperinci sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30, Pasal 31, dan Pasal 34 kepada perhimpunan penghuni yang telah dibentuk beserta:
a.         tata cara pemanfaatan/penggunaan, pemeliharaan, perbaikan, dan kemungkinan-kemungkinan dapat diadakannya perubahan pada rumah susun maupun lingkungannya;
b.         uraian dan catatan singkat yang bersifat hal-hal khusus yang perlu diketahui oleh para penghuni, pemilik, pengelola, dan pihak-pihak lain yang berkepentingan.

Pasal 36
Dalam hal izin layak huni tidak diberikan, penyelenggara pembangunan rumah susun dapat mengajukan keberatan kepada Gubernur Kepala Daerah Tingkat I yang akan memberikan keputusan mengikat.

Pasal 37
(1)        Tata cara perizinan layak huni diatur lebih lanjut dengan Peraturan Daerah.
(2)        Peraturan Daerah sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) mulai berlaku setelah mendapat pengesahan dari pejabat yang berwenang.

BAB V
PEMILIKAN SATUAN RUMAH SUSUN

Bagian Pertama
Pemisahan Hak atas Satuan-satuan Rumah Susun

Pasal 38
(1)        Hak atas tanah dari suatu lingkungan di mana rumah susun akan dibangun dapat berstatus hak milik, hak guna bangunan, hak pakai atas tanah negara atau hak pengelolaan.
(2)        Dalam hal rumah susun yang bersangkutan dibangun di atas suatu lingkungan di mana tanah yang dikuasai tersebut berstatus hak pengelolaan, penyelenggara  pembangunan wajib menyelesaikan status hak guna bangunan di atas hak pengelolaan baik  sebagian maupun keseluruhannya untuk menentukan batas tanah bersama.
(3)        Pemberian status hak guna bangunan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dilaksanakan sebelum satuan-satuan rumah susun yang bersangkutan dijual.

Pasal 39
(1)        Penyelenggara pembangunan wajib memisahkan rumah susun atas satuan-satuan rumah susun meliputi bagian bersama, benda bersama dan tanah bersama dengan pertelaan yang jelas dalam bentuk gambar, uraian, dan batas-batasnya dalam arah vertikal dan horizontal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31, dengan penyesuaian seperlunya sesuai kenyataan yang dilakukan dengan pembuatan akta pemisahan.
(2)        Pertelaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) yang berkaitan dengan satuan-satuan yang terjadi karena pemisahan rumah susun menjadi hak milik atas satuan rumah susun, mempunyai nilai perbandingan proporsional yang sama, kecuali ditentukan lain yang dipakai sebagai dasar untuk mengadakan pemisahan dan penerbitan sertifikat hak milik atas satuan rumah susun.
(3)        Akta pemisahan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) disahkan oleh Pemerintah Daerah dilampiri gambar, uraian, dan batas-batas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 dan Pasal 31.
(4)        Akta pemisahan sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) harus didaftarkan oleh penyelenggara pembangunan pada Kantor Agraria Kabupaten atau Kotamadya dengan melampirkan sertifikat hak atas tanah, izin layak huni, beserta warkah-warkah lainnya.
(5)        Hak milik atas satuan rumah susun terjadi sejak didaftarkannya akta pemisahan dengan dibuatnya Buku Tanah untuk setiap satuan rumah susun yang bersangkutan.
(6)        Bentuk dan tata cara pembuatan Buku Tanah dan penerbitan sertifikat hak milik atas satuan rumah susun, diatur oleh Menteri Dalam Negeri.

Pasal 40
(1)        Isi akta pemisahan yang telah disahkan oleh Pemerintah Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 ayat (3) mengikat semua pihak.
(2)        Bentuk dan tata cara pengisian dan pendaftaran akta pemisahan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur oleh Menteri Dalam Negeri.

Bagian Kedua
Batas Pemilikan Satuan Rumah Susun

Pasal 41
(1)        Hak milik atas satuan rumah susun meliputi hak pemilikan perseorangan yang digunakan secara terpisah, hak bersama atas bagian-bagian bangunan, hak bersama atas benda, dan hak bersama atas tanah, semuanya merupakan satu kesatuan hak yang secara fungsional tidak terpisahkan.
(2)        Hak pemilikan perseorangan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) merupakan ruangan dalam bentuk geometrik tiga dimensi yang tidak selalu dibatasi oleh dinding.
(3)        Dalam hal ruangan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dibatasi dinding, permukaan bagian dalam dari dinding pemisah, permukaan bagian bawah dari langit-langit struktur, permukaan bagian atas dari lantai struktur, merupakan batas pemilikannya.
(4)        Dalam hal ruangan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) sebagian tidak dibatasi dinding, batas permukaan dinding bagian luar yang berhubungan langsung dengan udara luar yang ditarik secara vertikal merupakan pemilikannya.
(5)        Dalam hal ruangan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) keseluruhannya tidak dibatasi dinding, garis batas yang ditentukan dan ditarik secara vertikal yang penggunaannya sesuai dengan peruntukannya, merupakan batas pemilikannya.

Bagian Ketiga
Peralihan, Pembebanan, dan Pendaftaran Hak Milik atas Satuan Rumah Susun

Pasal 42
(1)        Pemindahan hak milik atas satuan rumah susun, dan pendaftaran peralihan haknya dilakukan dengan menyampaikan:
a.         akta Pejabat Pembuat Akta Tanah atau Berita Acara Lelang;
b.         sertifikat hak milik atas satuan rumah susun yang bersangkutan,
c.         Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga perhimpunan penghuni;
d.         surat-surat lainnya yang diperlukan untuk pemindahan hak.
(2)        Pewarisan hak milik atas satuan rumah susun, pendaftaran peralihan haknya dilakukan dengan menyampaikan :
a.         sertifikat hak milik atas satuan rumah susun;
b.         surat keterangan kematian pewaris;
c.         surat wasiat atau surat keterangan waris sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku;
d.         bukti kewarganegaraan ahli waris;
e.         Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga perhimpunan penghuni;
f.          surat-surat lainnya yang diperlukan untuk pewarisan.

Pasal 43
Dalam hal terjadi pembebanan atas rumah susun, pendaftaran hipotik atau fidusia yang bersangkutan dilakukan dengan menyampaikan:
a.         sertifikat hak milik atas satuan rumah susun yang bersangkutan;
b.         akta pembebanan hipotik atau fidusia;
c.         surat-surat lainnya yang diperlukan untuk pembebanan.

Pasal 44
(1)        Setelah menerima berkas-berkas pendaftaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 dan Pasal 43, Kantor Agraria Kabupaten atau Kotamadya membukukan dan mencatat peralihan hak tersebut dalam Buku Tanah dan pada sertifikat hak milik atas satuan rumah susun yang bersangkutan, untuk kemudian diberikan sertifikat tersebut kepada yang berhak.
(2)        Dalam hal terjadi pembebanan hak milik atas satuan rumah susun sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43, sertifikat yang bersangkutan dapat diserahkan kepada kreditur atas persetujuan yang berhak.

Pasal 45
Ketentuan lebih lanjut mengenai penggantian gambar situasi menjadi surat ukur, pendaftaran, peralihan, dan pembebanan hak milik atas satuan rumah susun diatur oleh Menteri Dalam Negeri.

Bagian Keempat
Perubahan dan Penghapusan Hak Pemilikan

Pasal 46
Pembangunan beberapa rumah susun yang direncanakan pada sebidang tanah dengan sistem pemilikan perseorangan dan hak bersama, dan telah mendapat izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 dan Pasal 31 dapat dilaksanakan secara bertahap, sepanjang tidak mengubah nilai perbandingan proporsionalnya.

Pasal 47
(1)        Dalam hal terjadi perubahan rencana dalam pelaksanaan pembangunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46 untuk tahap berikutnya, yang mengakibatkan kenaikan nilai perbandingan proporsionalnya, perubahan tersebut oleh penyelenggara pembangunan harus diberitahukan kepada perhimpunan penghuni, dan dalam hal tersebut diadakan perhitungan kembali.
(2)        Dalam hal perubahan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) mengakibatkan penurunan nilai perbandingan proporsionalnya, perubahan tersebut oleh penyelenggara pembangunan harus dimintakan persetujuan kepada perhimpunan penghuni, dan dalam hal tersebut diadakan perhitungan kembali.
(3)        Perubahan nilai perbandingan proporsional sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) harus disahkan kembali menurut ketentuan Pasal 30 dan Pasal 31 dan didaftarkan menurut ketentuan Pasal 39 ayat (4).
(4)        Dalam hal perhimpunan penghuni tidak memberikan persetujuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), penyelenggara pembangunan dapat mengajukan keberatan-keberatan kepada Pemerintah Daerah dan dalam jangka waktu 30 hari Pemerintah Daerah memberikan keputusan terakhir dan mengikat.
(5)        Dalam hal  perubahan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dan ayat (3) tidak jadi dilaksanakan, penyelenggara pembangunan wajib memperhitungkan kembali nilai perbandingan proporsionalnya sebagaimana semula, dan dimintakan pengesahan serta didaftarkan kembali.

Pasal 48
(1)        Dalam hal terjadi rencana perubahan fisik rumah susun yang mengakibatkan perubahan nilai perbandingan proporsional harus mendapat persetujuan dari perhimpunan penghuni.
(2)        Persetujuan perhimpunan penghuni dipergunakan sebagai dasar di dalam membuat akta perubahan pemisahan.
(3)        Akta perubahan pemisahan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) memuat perubahan-perubahan dalam pertelaan yang mengandung perubahan nilai perbandingan proporsional.
(4)        Akta perubahan pemisahan sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) harus didaftarkan pada Kantor Agraria Kabupaten atau Kotamadya untuk dijadikan dasar dalam mengadakan perubahan pada Buku Tanah dan sertifikat-sertifikat hak milik atas satuan rumah susun yang bersangkutan.

Pasal 49
(1)        Dalam hal terjadi perubahan atas satuan rumah susun yang dimiliki oleh perseorangan secara terpisah, perubahan tersebut tidak boleh menimbulkan kerugian bagi pemilik lainnya.
(2)        Perubahan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus diberitahukan kepada perhimpunan penghuni dan dilakukan sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang ditetapkan oleh perhimpunan penghuni serta persyaratan teknis pembangunan lainnya yang berlaku.

Pasal 50
Hak milik atas satuan rumah susun hapus karena
a.         hak atas tanahnya hapus menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku;
b.         tanah dan bangunannya musnah;
c.         terpenuhinya syarat batal;
d.         pelepasan hak secara sukarela.

Pasal 51
Dalam hal hak milik atas satuan rumah susun hapus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 huruf a dan huruf c, setiap pemilik hak atas satuan rumah susun berhak memperoleh bagian atas milik bersama terhadap bagian bersama, benda bersama, dan tanah bersama sesuai dengan nilai perbandingan proporsionalnya dengan melihat kenyataan yang ada.

Pasal 52
(1)        Sebelum Hak Guna Bangunan atau Hak Pakai atas tanah Negara yang di atasnya berdiri rumah susun sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 haknya berakhir, para pemilik melalui perhimpunan penghuni mengajukan permohonan perpanjangan atau pembaharuan hak atas tanah tersebut sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(2)        Penerbitan perpanjangan atau pembaharuan hak atas tanah sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur oleh Menteri Dalam Negeri.

Bagian Kelima
Kemudahan Pembangunan dan Pemilikan

Pasal 53
(1)        Kepada golongan masyarakat yang berpenghasilan rendah yang berkehendak untuk memiliki satuan rumah susun sederhana dapat diberikan kemudahan baik langsung maupun tidak langsung.
(2)        Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur lebih lanjut oleh Menteri yang bertanggung jawab di bidang pembangunan perumahan dan Menteri lain yang terkait serta Pemerintah Daerah yang bersangkutan sesuai dengan bidang tugasnya masing-masing.

BAB VI
PENGHUNIAN DAN PENGELOLAAN RUMAH SUSUN

Bagian Pertama
Penghunian Rumah Susun

Pasal 54
(1)        Para penghuni dalam suatu lingkungan rumah susun baik untuk hunian maupun bukan hunian wajib membentuk perhimpunan penghuni untuk mengatur dan mengurus kepentingan bersama yang bersangkutan sebagai pemilikan, penghunian, dan pengelolaannya.
(2)        Pembentukan perhimpunan penghuni dilakukan dengan pembuatan akta yang disahkan oleh Bupati atau Walikotamadya Kepala Daerah Tingkat II, dan untuk Daerah Khusus lbukota Jakarta oleh Gubernur Kepala Daerah Tingkat 1.
(3)        Perhimpunan penghuni dapat mewakili para penghuni dalam melakukan perbuatan hukum baik ke dalam maupun ke luar Pengadilan.

Pasal 55
(1)        Yang menjadi anggota perhimpunan penghuni adalah subyek hukum yang memiliki, atau memakai, atau menyewa, atau menyewa beli atau yang memanfaatkan satuan rumah susun bersangkutan yang berkedudukan sebagai penghuni, dengan memperhatikan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 58.
(2)        Dalam hal perhimpunan penghuni memutuskan sesuatu yang menyangkut pemilikan dan pengelolaan rumah susun, setiap pemilik hak atas satuan rumah susun mempunyai suara yang sama dengan nilai perbandingan proporsional.
(3)        Dalam hal perhimpunan penghuni memutuskan sesuatu yang menyangkut kepentingan penghunian rumah susun, setiap pemilik hak atas satuan rumah susun diwakili oleh satu suara.

Pasal 56
Perhimpunan penghuni mempunyai fungsi sebagai berikut:
a.         membina terciptanya kehidupan lingkungan yang sehat, tertib, dan aman;
b.         mengatur dan membina kepentingan penghuni;
c.         mengelola rumah susun dan lingkungannya.

Pasal 57
(1)        Pengurus perhimpunan penghuni, keanggotaannya dipilih berdasarkan asas kekeluargaan oleh dan dari anggota perhimpunan penghuni melalui rapat umum perhimpunan penghuni yang khusus diadakan untuk keperluan tersebut.
(2)        Pengurus perhimpunan penghuni sekurang-kurangnya terdiri dari seorang Ketua, seorang Sekretaris, seorang Bendahara, dan seorang Pengawas Pengelolaan.
(3)        Dalam hal diperlukan, pengurus dapat membentuk Unit Pengawasan Pengelolaan.
(4)        Penyelenggara pembangunan wajib bertindak sebagai pengurus perhimpunan sementara sebelum terbentuknya perhimpunan penghuni, dan membantu penyiapan terbentuknya perhimpunan penghuni yang sebenarnya dalam waktu yang secepatnya.

Pasal 58
(1)        Dalam hal pemilik menyerahkan penggunaan satuan rumah susun baik sebagian maupun seluruhnya pada pihak lain berdasarkan suatu hubungan hukum tertentu, harus dituangkan dalam akta yang secara tegas mencantumkan beralihnya sebagian atau seluruh hak dan kewajiban penghuni beserta kewajiban lainnya.
(2)        Akta sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus didaftarkan pada perhimpunan penghuni.

Pasal 59
Perhimpunan penghuni mempunyai tugas pokok:
a.         mengesahkan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga yang disusun oleh pengurus dalam rapat umum perhimpunan penghuni sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55 ayat (2);
b.         membina para penghuni ke arah kesadaran hidup bersama yang serasi, selaras, dan seimbang dalam rumah susun dan lingkungannya;
c.         mengawasi pelaksanaan ketentuan-ketentuan yang tercantum dalam Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga;
d.         menyelenggarakan tugas-tugas administratif penghunian;
e.         menunjuk atau membentuk dan mengawasi badan pengelola dalam pengelolaan rumah susun dan lingkungannya;
f.          menyelenggarakan pembukuan dan administratif keuangan secara terpisah sebagai kekayaan perhimpunan penghuni;
g.         menetapkan sanksi terhadap pelanggaran yang telah ditetapkan dalam Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga.

Pasal 60
Tata Tertib penghunian rumah susun disusun berdasarkan:
a.         Undang-undang Rumah Susun beserta peraturan pelaksanaannya;
b.         peraturan perundang-undangan lain yang terkait;
c.         kepentingan pengelolaan rumah susun sesuai dengan ketentuan-ketentuan teknis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29;
d.         kepentingan penghuni sehubungan dengan jaminan hak, kebutuhan- kebutuhan khusus, keamanan, dan kebebasan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku;

Pasal 61
(1)        Setiap penghuni berhak:
a.         memanfaatkan rumah susun dan lingkungannya termasuk bagian bersama, benda bersama, dan tanah bersama secara aman dan tertib;
b.         mendapatkan perlindungan sesuai dengan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga;
c.         memilih dan dipilih menjadi Anggota Pengurus Perhimpunan Penghuni;
(2)        Setiap penghuni berkewajiban
a.         mematuhi dan melaksanakan peraturan tata tertib dalam rumah susun dan lingkungannya sesuai dengan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga;
b.         membayar iuran pengelolaan dan premi asuransi kebakaran;
c.         memelihara rumah susun dan lingkungannya termasuk bagian bersama, benda bersama, dan tanah bersama.
(3)        Setiap penghuni dilarang:
a.         melakukan perbuatan yang membahayakan keamanan, ketertiban, dan keselamatan terhadap penghuni lain, bangunan dan lingkungannya;
b.         mengubah bentuk dan/atau menambah bangunan di luar satuan rumah susun yang dimiliki tanpa mendapat persetujuan perhimpunan penghuni

Bagian Kedua
Pengelolaan Rumah Susun

Pasal 62
Pengelolaan rumah susun meliputi kegiatan-kegiatan operasional yang berupa pemeliharaan, perbaikan, dan pembangunan prasarana lingkungan, serta fasilitas sosial, bagian bersama, benda bersama, dan tanah bersama.

Pasal 63
Pengelolaan terhadap satuan rumah susun dilakukan oleh penghuni atau pemilik, sesuai dengan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga yang ditetapkan oleh Perhimpunan Penghuni.

Pasal 64
Pengelolaan terhadap rumah susun dan lingkungannya dapat dilaksanakan oleh suatu badan pengelola yang ditunjuk atau dibentuk oleh perhimpunan penghuni.

Pasal 65
Badan pengelola yang dibentuk sendiri oleh perhimpunan penghuni harus dilengkapi dengan unit organisasi, personil, dan peralatan yang mampu untuk mengelola rumah susun.

Pasal 66
Badan pengelola yang ditunjuk oleh perhimpunan penghuni harus mempunyai status badan hukum dan profesional.

Pasal 67
Penyelenggara pembangunan yang membangun rumah susun wajib mengelola rumah susun yang bersangkutan dalam jangka waktu sekurang-kurangnya tiga bulan dan paling lama satu tahun sejak terbentuknya perhimpunan penghuni atas biaya penyelenggara pembangunan.

Pasal 68
Badan pengelola mempunyai tugas:
a.         melaksanakan pemeriksaan, pemeliharaan, kebersihan dan perbaikan rumah susun dan lingkungannya pada bagian bersama, benda bersama, dan tanah bersama;
b.         mengawasi ketertiban dan keamanan penghuni serta penggunaan bagian bersama, benda bersama, dan tanah bersama sesuai dengan peruntukannya;
c.         secara berkala memberikan laporan kepada perhimpunan penghuni disertai permasalahan dan usulan pemecahannya.

Pasal 69
Pembiayaan pengelolaan bagian bersama, benda bersama, dan tanah bersama dibebankan kepada penghuni atau pemilik secara proporsional melalui perhimpunan penghuni,

Pasal 70
Perhimpunan Penghuni harus mengasuransikan rumah susun terhadap kebakaran.

Bagian Ketiga
Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga

Pasal 71
Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga perhimpunan penghuni disusun oleh pengurus yang pertama kali dipilih, dan disahkan oleh rapat umum perhimpunan penghuni.

Pasal 72
Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga memuat susunan organisasi, fungsi, tugas pokok, hak dan kewajiban anggota serta tata tertib penghunian, sebagaimana dimaksud dalam BAB VI Peraturan Pemerintah ini, dan berdasarkan pada ketentuan-ketentuan yang ditetapkan oleh Pemerintah Daerah, dengan memperhatikan petunjuk dan pedoman yang dikeluarkan oleh Menteri Dalam Negeri.

BAB VII
TATA CARA PENGAWASAN

Pasal 73
Tata cara pengawasan pelaksanaan pengaturan dan pembinaan dalam pembangunan dan pengembangan rumah susun terhadap persyaratan teknis, diatur oleh Menteri Pekerjaan Umum,

Pasal 74
Tata cara pengawasan pelaksanaan pengaturan dan pembinaan dalam pembangunan dan pengembangan rumah susun terhadap:
a.         persyaratan administratif yang berkaitan dengan perizinan pembangunan, layak huni, pembuatan akta pemisahan, penerbitan sertifikat perizinan hak milik atas satuan rumah susun, pembebanan hipotik dan fidusia, serta segala kegiatan yang berkaitan dengan pendaftaran tanah;
b.         penghunian dan pengelolaan rumah susun;
diatur oleh Menteri Dalam Negeri.

Pasal 75
Tata cara pengawasan pelaksanaan terhadap pemberian kemudahan di bidang perkreditan dan perpajakan diatur oleh Menteri Keuangan.

Pasal 76
(1)        Pelaksanaan pengawasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 73 dan Pasal 74 dilaksanakan oleh Pemerintah Daerah berdasarkan petunjuk dan pedoman yang dikeluarkan oleh Menteri yang bersangkutan.
(2)        Pemerintah Daerah diberi wewenang untuk melakukan tindakan penertiban terhadap pelaksanaan Peraturan Pemerintah ini sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

BAB VIII
KETENTUAN PIDANA

Pasal 77
(1)        Barang siapa melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30, Pasal 31, Pasal 34, Pasal 35 ayat (1) dan ayat (3), Pasal 38 ayat (2), Pasal 39 ayat (1), Pasal 61 ayat (2) dan ayat (3), dan Pasal 67, diancam dengan pidana kurungan selama-lamanya 1 (satu) tahun dan/atau denda setinggi-tingginya Rp 1.000.000,- (satu juta rupiah).
(2)        Perbuatan pidana sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) adalah pelanggaran.

BAB IX
KETENTUAN LAIN

Pasal 78
Rumah susun yang sudah dibangun sebelum berlakunya Peraturan Pemerintah ini, masing-masing diatur oleh Pemerintah Daerah sesuai dengan keadaan rumah susun yang bersangkutan dengan berpedoman pada ketentuan dalam Peraturan Pemerintah ini.

Pasal 79
Bangunan gedung bertingkat yang bukan rumah susun sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 16 Tahun 1985 maupun bangunan gedung tidak bertingkat yang dibangun dalam suatu lingkungan yang mengandung sistem pemilikan perseorangan dan hak bersama, diatur sebagai berikut:
a.         persyaratan teknis oleh Menteri Pekerjaan Umum;
b.         persyaratan administratif dan pembebanan oleh Menteri Dalam Negeri;
c.         persyaratan perpajakan oleh Menteri Keuangan;
berpedoman pada ketentuan dalam Peraturan Pemerintah ini dengan penyesuaian seperlunya.

BAR X
KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 80
Dengan berlakunya Peraturan Pemerintah ini, peraturan perundang-undangan yang telah ada yang berkaitan dengan rumah susun dan tidak bertentangan dengan ketentuan dalam Peraturan Pemerintah ini, dinyatakan tetap berlaku sampai diubah atau diatur kembali berdasarkan Peraturan Pemerintah ini.

BAB XI
KETENTUAN PENUTUP

Pasal 81
Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.


Ditetapkan Di Jakarta,
Pada Tanggal 26 April 1988
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Ttd.
SOEHARTO

Diundangkan Di Jakarta,
Pada Tanggal 26 April 1988
MENTERI/SEKRETARIS NEGARA REPUBLIK INDONESIA,
Ttd.
MOERDIONO


LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1988 NOMOR 7PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 4 TAHUN 1988
TENTANG
RUMAH SUSUN

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang:
a.         bahwa dengan Undang-undang  Nomor 16 Tahun 1985 tentang Rumah Susun telah ditetapkan ketentuan-ketentuan pokok mengenai rumah susun;
b.         bahwa untuk melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam huruf a di atas, perlu ditetapkan Peraturan Pemerintah tentang Rumah Susun.

Mengingat:
1.         Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945;
2.         Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria (Lembaran Negara Tahun 1960 Nomor 104, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2043),
3.         Undang-undang Nomor 1 Tahun 1964 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 6 Tahun 1962 tentang Pokok-pokok Perumahan menjadi Undang-undang (Lembaran Negara Tahun 1964 Nomor 3, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2611);
4.         Undang-undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Pemerintahan Di Daerah (Lembaran Negara Tahun 1974 Nomor 38, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3037);
5.         Undang-undang Nomor 16 Tahun 1985 tentang Rumah Susun (Lembaran Negara Tahun 1985 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3318);
6.         Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961 tentang Pendaftaran Tanah (Lembaran Negara Tahun 1961 Nomor 28, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2171);
7.         Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 1987 tentang Penyerahan Sebagian Urusan Pemerintahan Di Bidang Pekerjaan Umum Kepada Daerah (Lembaran Negara Tahun 1987 Nomor 25, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3353).

MEMUTUSKAN:

Menetapkan:
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA TENTANG RUMAH SUSUN

BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1
Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan:
1.         Penyelenggara pembangunan adalah Badan Usaha Milik Negara atau Daerah, Koperasi, dan Badan Usaha Milik Swasta yang bergerak dalam bidang pembangunan rumah susun, serta swadaya masyarakat.
2.         Akta pemisahan adalah tanda bukti pemisahan rumah susun atas satuan-satuan rumah susun, bagian bersama, benda bersama dan tanah bersama dengan pertelaan yang jelas dalam bentuk gambar, uraian dan batas-batasnya dalam arah vertikal dan horizontal yang mengandung nilai perbandingan proporsional.
3.         Pemerintah Daerah adalah Pemerintah Daerah Tingkat II  Kabupaten/ Kotamadya dan Pemerintah Daerah Tingkat I Daerah Khusus lbukota Jakarta.
4.         Kesatuan sistem pembangunan adalah pembangunan yang dilaksanakan pada tanah bersama dengan penggunaan dan pemanfaatan yang berbeda-beda baik untuk hunian maupun bukan hunian secara mandiri maupun terpadu berdasarkan perencanaan lingkungan atau perencanaan bangunan yang merupakan satu kesatuan.
5.         Persyaratan teknis adalah persyaratan mengenai struktur bangunan, keamanan, keselamatan, kesehatan, kenyamanan, dan lain-lain yang berhubungan dengan rancang bangun, termasuk kelengkapan prasarana dan fasilitas lingkungan, yang diatur dengan peraturan perundang-undangan serta disesuaikan dengan kebutuhan dan perkembangan.
6.         Persyaratan administratif adalah persyaratan mengenai perizinan usaha dari perusahaan pembangunan perumahan, izin lokasi dan/atau peruntukannya perizinan mendirikan bangunan (IMB), serta izin layak huni yang diatur dengan peraturan perundang-undangan dan disesuaikan dengan kebutuhan dan perkembangan.
7.         Nilai perbandingan proporsional adalah angka yang menunjukkan perbandingan antara satuan rumah susun terhadap hak atas bagian bersama, benda bersama, dan tanah bersama, dihitung berdasarkan luas atau nilai satuan rumah susun yang bersangkutan terhadap jumlah luas bangunan atau nilai rumah susun secara keseluruhan pada waktu penyelenggara pembangunan untuk pertama kali memperhitungkan biaya pembangunannya secara keseluruhan untuk menentukan harga jualnya.

BAB II
PENGATURAN DAN PEMBINAAN RUMAH SUSUN

Bagian Pertama
Arah Kebijaksanaan

Pasal 2
(1)        Pengaturan dan pembinaan rumah susun diarahkan untuk dapat meningkatkan usaha pembangunan perumahan dan pemukiman yang fungsional bagi kepentingan rakyat banyak.
(2)        Pengaturan dan pembinaan rumah susun sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dimaksudkan untuk:
a.         mendukung konsepsi tata ruang yang dikaitkan dengan pengembangan pembangunan daerah perkotaan ke arah vertikal dan untuk meremajakan daerah-daerah kumuh;
b.         meningkatkan optimasi penggunaan sumber daya tanah perkotaan;
c.         mendorong pembangunan pemukiman berkepadatan tinggi.

Pasal 3
Pengaturan dan pembinaan rumah susun berlandaskan
1.         Kebijaksanaan umum;
2.         Kebijaksanaan teknis dan kebijaksanaan operasional yang digariskan oleh masing-masing instansi yang berwenang.

Pasal 4
Penyusunan rencana jangka panjang dan jangka pendek pembangunan rumah susun dilaksanakan oleh Pemerintah Daerah yang bersangkutan berdasarkan kebijaksanaan dan pedoman Pemerintah Pusat.

Pasal 5
Pengaturan dan pembinaan rumah susun meliputi ketentuan-ketentuan mengenai persyaratan teknis dan administratif pembangunan rumah susun, izin layak huni, pemilikan satuan rumah susun, penghunian, pengelolaan, dan tata cara pengawasannya.

Bagian Kedua
Wewenang dan Tanggung Jawab

Pasal 6
(1)        Pengaturan dan pembinaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 yang bersifat umum dalam arti yang seluas-luasnya terhadap pembangunan rumah susun dan pengembangannya, menjadi wewenang dan tanggung jawab Pemerintah Pusat.
(2)        Wewenang dan tanggung jawab Pemerintah Pusat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan oleh Menteri yang ditunjuk pada pasal yang bersangkutan dalam Peraturan Pemerintah ini.
(3)        Pengaturan dan pembinaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 yang mempunyai karakteristik lokal, berhubungan dengan tata kota dan tata daerah, menjadi wewenang dan tanggung jawab Pemerintah Daerah. sesuai dengan asas desentralisasi sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 5 Tahun 1974.
(4)        Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) dilakukan oleh Pemerintah Daerah yang bersangkutan berdasarkan pedoman dari arahan Menteri sebagaimana dimaksud dalam ayat (2).

Bagian Ketiga
Rumah Susun untuk Hunian dan Bukan Hunian

Pasal 7
Rumah susun yang digunakan untuk hunian atau bukan hunian secara mandiri atau secara terpadu sebagai kesatuan sistem pembangunan, wajib memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5

BAB III
PERSYARATAN TEKNIS DAN ADMINISTRATIF PEMBANGUNAN RUMAH SUSUN

Bagian Pertama
Umum

Pasal 8
Di dalam perencanaan harus dapat dengan jelas ditentukan dan dipisahkan masing-masing satuan rumah susun serta nilai perbandingan proporsionalnya.

Pasal 9
Rencana yang menunjukkan satuan rumah susun, harus berisi rencana tapak beserta denah dan potongan yang menunjukkan dengan jelas batasan secara vertikal dan horizontal dari satuan rumah susun yang dimaksud.

Pasal 10
Batas pemilikan bersama harus digambarkan secara jelas dan mudah dimengerti oleh semua pihak dan ditunjukkan dengan gambar dan uraian tertulis yang terperinci.

Bagian Kedua
Persyaratan Teknis

Paragraf 1
Ruang

Pasal 11
(1)        Semua ruang yang dipergunakan untuk kegiatan sehari-hari harus mempunyai hubungan langsung maupun tidak langsung dengan udara luar dan pencahayaan langsung maupun tidak langsung secara alami, dalam jumlah yang cukup, sesuai dengan persyaratan yang berlaku.
(2)        Dalam hal hubungan langsung maupun tidak langsung dengan udara luar dan pencahayaan langsung maupun tidak langsung secara alami sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak mencukupi atau tidak memungkinkan, harus diusahakan adanya pertukaran udara dan pencahayaan buatan yang dapat bekerja terus menerus selama ruangan tersebut digunakan, sesuai dengan persyaratan yang berlaku.

Paragraf 2
Struktur, Komponen, dan Bahan Bangunan

Pasal 12
Rumah susun harus direncanakan dan dibangun dengan struktur, komponen, dan penggunaan bahan bangunan yang memenuhi persyaratan konstruksi sesuai dengan standar yang berlaku.

Pasal 13
Struktur, komponen, dan penggunaan bahan bangunan rumah susun sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12, harus diperhitungkan kuat dan tahan terhadap:
a.         beban mati;
b.         beban bergerak;
c.         gempa, hujan, angin, banjir;
d.         kebakaran dalam jangka waktu yang diperhitungkan cukup untuk usaha pengamanan dan penyelamatan;
e.         daya dukung tanah,
f.          kemungkinan adanya beban tambahan, baik dari arah vertikal maupun horizontal;
g.         gangguan/perusak lainnya, sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Paragraf 3
Kelengkapan Rumah Susun

Pasal 14
Rumah susun harus dilengkapi dengan:
a.         jaringan air bersih yang memenuhi persyaratan mengenai persiapan dan perlengkapannya termasuk meter air, pengatur tekanan air, dan tangki air dalam bangunan;
b.         jaringan listrik yang memenuhi persyaratan mengenai kabel dan perlengkapannya, termasuk meter listrik dan pembatas arus, serta pengamanan terhadap kemungkinan timbulnya hal-hal yang membahayakan;
c.         jaringan gas yang memenuhi persyaratan beserta perlengkapannya termasuk meter gas, pengatur arus, serta pengamanan terhadap kemungkinan timbulnya hal-hal yang membahayakan;
d.         saluran pembuangan air hujan yang memenuhi persyaratan kualitas, kuantitas, dan pemasangan;
e.         saluran pembuangan air limbah yang memenuhi  persyaratan kualitas, kuantitas, pemasangan,
f.          saluran dan/atau tempat pembuangan sampah yang memenuhi persyaratan terhadap kebersihan, kesehatan, dan kemudahan;
g.         g tempat untuk kemungkinan pemasangan jaringan telepon dan alat komunikasi lainnya;
h.         alat transportasi yang berupa tangga, lift atau eskalator sesuai dengan tingkat keperluan dan persyaratan yang berlaku;
i.           pintu dan tangga darurat kebakaran;
j.           tempat jemuran;
k.         alat pemadam kebakaran,
l.           penangkal petir;
m.        alat/sistem alarm
n.         pintu kedap asap pada jarak-jarak tertentu;
o.         generator listrik disediakan untuk rumah susun yang menggunakan lift.

Pasal 15
Bagian-bagian dari kelengkapan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14, yang merupakan hak bersama harus ditempatkan dan dilindungi untuk menjamin fungsinya sebagai bagian bersama dan mudah dikelola.

Paragraf 4
Satuan Rumah Susun

Pasal 16
Satuan rumah susun harus mempunyai ukuran standar yang dapat dipertanggungjawabkan, dan memenuhi  persyaratan sehubungan dengan fungsi dan penggunaannya serta harus disusun, diatur, dan dikoordinasikan untuk dapat mewujudkan suatu keadaan yang dapat menunjang kesejahteraan dan kelancaran bagi penghuni dalam menjalankan kegiatan sehari-hari untuk hubungan ke dalam maupun ke luar.

Pasal 17
Satuan rumah susun dapat berada pada permukaan tanah, di atas atau di bawah permukaan tanah, atau sebagian di bawah dan sebagian di atas permukaan tanah, merupakan dimensi dan volume ruang tertentu sesuai dengan yang telah direncanakan.

Pasal 18
Satuan rumah susun yang digunakan untuk hunian, di samping ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 dan Pasal 17, setidak-tidaknya harus dapat memenuhi kebutuhan penghuni sehari-hari.

Pasal 19
Satuan rumah susun sederhana yang digunakan untuk hunian, pemenuhan kebutuhan para penghuni sehari-hari sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18, dapat disediakan pada bagian bersama.

Paragraf 5
Bagian Bersama dan Benda Bersama

Pasal 20
Bagian bersama yang berupa ruang untuk umum, ruang tangga, lift, selasar, harus mempunyai ukuran yang memenuhi persyaratan dan diatur serta dikoordinasikan untuk dapat memberikan kemudahan bagi penghuni dalam melakukan kegiatan sehari-hari baik dalam hubungan sesama penghuni, maupun dengan pihak-pihak lain, dengan memperhatikan keserasian, keseimbangan, dan keterpaduan.

Pasal 21
Benda bersama harus mempunyai dimensi, lokasi, kualitas, kapasitas yang memenuhi persyaratan dan diatur serta dikoordinasikan untuk dapat memberikan keserasian lingkungan guna menjamin keamanan dan kenikmatan para penghuni maupun pihak-pihak lain, dengan memperhatikan keselarasan, keseimbangan, dan keterpaduan.

Pasal 22
(1)        Rumah susun harus dibangun di lokasi yang sesuai dengan peruntukan dan keserasian lingkungan dengan memperhatikan rencana tata ruang dan tata guna tanah yang ada.
(2)        Rumah susun harus dibangun pada lokasi yang memungkinkan berfungsinya dengan baik saluran-saluran pembuangan dalam lingkungan ke sistem jaringan pembuangan air hujan dan jaringan air limbah kota.
(3)        Lokasi rumah susun harus mudah dicapai angkutan yang diperlukan baik langsung maupun tidak langsung pada waktu pembangunan maupun penghunian serta perkembangan di masa mendatang, dengan memperhatikan keamanan, ketertiban, dan gangguan pada lokasi sekitarnya.
(4)        Lokasi rumah susun harus dijangkau oleh pelayanan jaringan air bersih dan listrik.
(5)        Dalam hal lokasi rumah susun belum dapat dijangkau oleh pelayanan jaringan air bersih dan listrik, penyelenggara pembangunan wajib menyediakan secara tersendiri sarana air bersih dan listrik sesuai dengan tingkat keperluannya, dan dikelola berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Paragraf 6
Kepadatan dan Tata Letak Bangunan

Pasal 23
Kepadatan bangunan dalam lingkungan harus memperhitungkan dapat dicapainya optimasi daya guna dan hasil guna tanah, sesuai dengan fungsinya, dengan memperhatikan keserasian dan keselamatan lingkungan sekitarnya, berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Pasal 24
(1)        Tata letak bangunan harus menunjang kelancaran kegiatan sehari-hari dengan mempertimbangkan keserasian, keseimbangan, dan keterpaduan.
(2)        Tata letak bangunan harus memperhatikan penetapan batas pemilikan tanah bersama, segi-segi kesehatan, pencahayaan, pertukaran udara, serta pencegahan dan pengamanan terhadap bahaya yang mengancam keselamatan penghuni, bangunan, dan lingkungannya berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Pasal 25
(1)        Lingkungan rumah susun harus dilengkapi dengan prasarana lingkungan yang berfungsi sebagai penghubung untuk keperluan kegiatan sehari-hari bagi penghuni, baik ke dalam maupun ke luar dengan penyediaan jalan setapak, jalan kendaraan, dan tempat parkir.
(2)        Penyediaan prasarana lingkungan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), harus mempertimbangkan kemudahan dan keserasian hubungan dalam kegiatan sehari-hari dan pengamanan bila terjadi hal-hal yang membahayakan, serta struktur, ukuran, dan kekuatan yang cukup sesuai dengan fungsi dan penggunaan jalan tersebut.

Pasal 26
Lingkungan rumah susun harus dilengkapi dengan prasarana lingkungan dan utilitas umum yang sifatnya menunjang fungsi lainnya dalam rumah susun yang bersangkutan, meliputi:
a.         jaringan distribusi air bersih, gas, dan listrik dengan segala kelengkapannya termasuk kemungkinan diperlukannya tangki-tangki air, pompa air, tangki gas, dan gardu-gardu listrik;
b.         saluran pembuangan air hujan yang menghubungkan pembuangan air hujan dari rumah susun ke sistem jaringan pembuangan air kota;
c.         saluran pembuangan air limbah dan/atau tangki septik yang menghubungkan pembuangan air limbah dari rumah susun ke sistem jaringan air limbah kota, atau penampungan air limbah tersebut ke dalam tangki septik dalam lingkungan;
d.         tempat pembuangan sampah yang fungsinya adalah sebagai tempat pengumpulan sampai dari rumah susun untuk selanjutnya dibuang ke tempat pembuangan sampah kota, dengan memperhatikan faktor-faktor kemudahan pengangkutan, kesehatan, kebersihan, dan keindahan;
e.         kran-kran air untuk pencegahan dan pengamanan terhadap bahaya kebakaran yang dapat menjangkau semua tempat dalam lingkungan dengan kapasitas air yang cukup untuk pemadam kebakaran;
f.          tempat parkir kendaraan dan/atau penyimpanan barang yang diperhitungkan terhadap kebutuhan penghuni dalam melaksanakan kegiatan-kegiatannya sesuai dengan fungsinya;
g.         jaringan telepon dan alat komunikasi lain sesuai dengan tingkat keperluannya.

Paragraf 8
Fasilitas Lingkungan

Pasal 27
Dalam rumah susun dan lingkungannya harus disediakan ruangan-ruangan dan/atau bangunan untuk tempat berkumpul, melakukan kegiatan masyarakat, tempat bermain bagi anak-anak, dan kontak sosial lainnya, sesuai dengan standar yang berlaku.

Pasal 28
Dalam lingkungan rumah susun yang sebagian atau seluruhnya digunakan sebagai hunian untuk jumlah satuan hunian tertentu, selain penyediaan ruang dan/atau bangunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27, harus disediakan pula ruangan dan/atau bangunan untuk pelayanan kebutuhan sehari-hari sesuai dengan standar yang berlaku.

Pasal 29
Ketentuan-ketentuan teknis sebagaimana dimaksud dalam BAB III Bagian Kedua diatur oleh Menteri Pekerjaan Umum.

Bagian Ketiga
Persyaratan Administratif

Pasal 30
(1)        Rumah susun dan lingkungannya harus dibangun dan dilaksanakan berdasarkan perizinan yang diberikan oleh Pemerintah Daerah sesuai dengan peruntukannya.
(2)        Perizinan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diajukan oleh penyelenggara pembangunan kepada Pemerintah Daerah, dengan melampirkan persyaratan-persyaratan sebagai berikut
a.         sertifikat hak atas tanah;
b.         fatwa peruntukan tanah;
c.         rencana tapak;
d.         gambar rencana arsitektur yang memuat denah dan potongan beserta pertelaannya yang menunjukkan dengan jelas batasan secara vertikal dan horizontal dari satuan rumah susun;
e.         gambar rencana struktur beserta perhitungannya;
f.          gambar rencana yang menunjukkan dengan jelas bagian bersama, benda bersama, dan tanah bersama;
g.         gambar rencana jaringan dan instalasi beserta perlengkapannya.

Pasal 31
Penyelenggara pembangunan wajib meminta pengesahan dari Pemerintah Daerah atas pertelaan yang menunjukkan batas yang jelas dari masing-masing satuan rumah susun, bagian bersama, benda bersama, dan tanah bersama beserta uraian nilai perbandingan proporsionalnya, setelah memperoleh izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30.

Pasal 32
(1)        Perubahan rencana peruntukan dan pemanfaatan rumah susun harus mendapat izin dari Pemerintah Daerah sesuai dengan persyaratan yang ditentukan dan telah memperoleh pengesahan atas perubahan dimaksud beserta pertelaannya, dan uraian nilai perbandingan proporsional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31.
(2)        Perubahan rencana peruntukan dan pemanfaatan suatu bangunan gedung bertingkat menjadi rumah susun, harus mendapat izin dari Pemerintah Daerah sebagaimana dimaksud dalam ayat (1).

Pasal 33
(1)        Tata cara permohonan dan pemberian perizinan serta pengesahan sebagaimana dimaksud delay Pasal 30, Pasal 31, Pasal 32, dan diatur lebih lanjut dengan Peraturan Daerah.
(2)        Peraturan Daerah sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) baru berlaku setelah mendapat pengesahan dari pejabat yang berwenang.

Pasal 34
(1)        Dalam hal terjadi perubahan pada waktu pelaksanaan pembangunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32, penyelenggara pembangunan wajib meminta izin dan pengesahan terhadap perubahan yang diminta kepada Instansi yang berwenang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (1).
(2)        Dalam hal terjadi perubahan struktur bangunan dan instalasi terhadap rumah susun yang telah dibangun, pemilik wajib meminta izin dan pengesahan mengenai perubahan tersebut kepada instansi yang berwenang.

BAB IV
IZIN LAYAK HUNI

Pasal 35
(1)        Penyelenggara pembangunan rumah susun wajib mengajukan permohonan izin layak huni setelah menyelesaikan pembangunannya sesuai dengan perizinan yang telah diberikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 dengan menyerahkan gambar-gambar dan ketentuan teknis yang terperinci.
(2)        Pemerintah Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30, Pasal 31 dan Pasal 34, memberikan izin layak huni setelah diadakan pemeriksaan terhadap rumah susun yang telah selesai dibangun berdasarkan persyaratan dan ketentuan perizinan yang telah diterbitkan.
(3)        Penyelenggara pembangunan wajib menyerahkan dokumen-dokumen perizinan beserta gambar-gambar dan ketentuan-ketentuan teknis yang terperinci sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30, Pasal 31, dan Pasal 34 kepada perhimpunan penghuni yang telah dibentuk beserta:
a.         tata cara pemanfaatan/penggunaan, pemeliharaan, perbaikan, dan kemungkinan-kemungkinan dapat diadakannya perubahan pada rumah susun maupun lingkungannya;
b.         uraian dan catatan singkat yang bersifat hal-hal khusus yang perlu diketahui oleh para penghuni, pemilik, pengelola, dan pihak-pihak lain yang berkepentingan.

Pasal 36
Dalam hal izin layak huni tidak diberikan, penyelenggara pembangunan rumah susun dapat mengajukan keberatan kepada Gubernur Kepala Daerah Tingkat I yang akan memberikan keputusan mengikat.

Pasal 37
(1)        Tata cara perizinan layak huni diatur lebih lanjut dengan Peraturan Daerah.
(2)        Peraturan Daerah sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) mulai berlaku setelah mendapat pengesahan dari pejabat yang berwenang.

BAB V
PEMILIKAN SATUAN RUMAH SUSUN

Bagian Pertama
Pemisahan Hak atas Satuan-satuan Rumah Susun

Pasal 38
(1)        Hak atas tanah dari suatu lingkungan di mana rumah susun akan dibangun dapat berstatus hak milik, hak guna bangunan, hak pakai atas tanah negara atau hak pengelolaan.
(2)        Dalam hal rumah susun yang bersangkutan dibangun di atas suatu lingkungan di mana tanah yang dikuasai tersebut berstatus hak pengelolaan, penyelenggara  pembangunan wajib menyelesaikan status hak guna bangunan di atas hak pengelolaan baik  sebagian maupun keseluruhannya untuk menentukan batas tanah bersama.
(3)        Pemberian status hak guna bangunan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dilaksanakan sebelum satuan-satuan rumah susun yang bersangkutan dijual.

Pasal 39
(1)        Penyelenggara pembangunan wajib memisahkan rumah susun atas satuan-satuan rumah susun meliputi bagian bersama, benda bersama dan tanah bersama dengan pertelaan yang jelas dalam bentuk gambar, uraian, dan batas-batasnya dalam arah vertikal dan horizontal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31, dengan penyesuaian seperlunya sesuai kenyataan yang dilakukan dengan pembuatan akta pemisahan.
(2)        Pertelaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) yang berkaitan dengan satuan-satuan yang terjadi karena pemisahan rumah susun menjadi hak milik atas satuan rumah susun, mempunyai nilai perbandingan proporsional yang sama, kecuali ditentukan lain yang dipakai sebagai dasar untuk mengadakan pemisahan dan penerbitan sertifikat hak milik atas satuan rumah susun.
(3)        Akta pemisahan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) disahkan oleh Pemerintah Daerah dilampiri gambar, uraian, dan batas-batas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 dan Pasal 31.
(4)        Akta pemisahan sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) harus didaftarkan oleh penyelenggara pembangunan pada Kantor Agraria Kabupaten atau Kotamadya dengan melampirkan sertifikat hak atas tanah, izin layak huni, beserta warkah-warkah lainnya.
(5)        Hak milik atas satuan rumah susun terjadi sejak didaftarkannya akta pemisahan dengan dibuatnya Buku Tanah untuk setiap satuan rumah susun yang bersangkutan.
(6)        Bentuk dan tata cara pembuatan Buku Tanah dan penerbitan sertifikat hak milik atas satuan rumah susun, diatur oleh Menteri Dalam Negeri.

Pasal 40
(1)        Isi akta pemisahan yang telah disahkan oleh Pemerintah Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 ayat (3) mengikat semua pihak.
(2)        Bentuk dan tata cara pengisian dan pendaftaran akta pemisahan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur oleh Menteri Dalam Negeri.

Bagian Kedua
Batas Pemilikan Satuan Rumah Susun

Pasal 41
(1)        Hak milik atas satuan rumah susun meliputi hak pemilikan perseorangan yang digunakan secara terpisah, hak bersama atas bagian-bagian bangunan, hak bersama atas benda, dan hak bersama atas tanah, semuanya merupakan satu kesatuan hak yang secara fungsional tidak terpisahkan.
(2)        Hak pemilikan perseorangan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) merupakan ruangan dalam bentuk geometrik tiga dimensi yang tidak selalu dibatasi oleh dinding.
(3)        Dalam hal ruangan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dibatasi dinding, permukaan bagian dalam dari dinding pemisah, permukaan bagian bawah dari langit-langit struktur, permukaan bagian atas dari lantai struktur, merupakan batas pemilikannya.
(4)        Dalam hal ruangan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) sebagian tidak dibatasi dinding, batas permukaan dinding bagian luar yang berhubungan langsung dengan udara luar yang ditarik secara vertikal merupakan pemilikannya.
(5)        Dalam hal ruangan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) keseluruhannya tidak dibatasi dinding, garis batas yang ditentukan dan ditarik secara vertikal yang penggunaannya sesuai dengan peruntukannya, merupakan batas pemilikannya.

Bagian Ketiga
Peralihan, Pembebanan, dan Pendaftaran Hak Milik atas Satuan Rumah Susun

Pasal 42
(1)        Pemindahan hak milik atas satuan rumah susun, dan pendaftaran peralihan haknya dilakukan dengan menyampaikan:
a.         akta Pejabat Pembuat Akta Tanah atau Berita Acara Lelang;
b.         sertifikat hak milik atas satuan rumah susun yang bersangkutan,
c.         Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga perhimpunan penghuni;
d.         surat-surat lainnya yang diperlukan untuk pemindahan hak.
(2)        Pewarisan hak milik atas satuan rumah susun, pendaftaran peralihan haknya dilakukan dengan menyampaikan :
a.         sertifikat hak milik atas satuan rumah susun;
b.         surat keterangan kematian pewaris;
c.         surat wasiat atau surat keterangan waris sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku;
d.         bukti kewarganegaraan ahli waris;
e.         Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga perhimpunan penghuni;
f.          surat-surat lainnya yang diperlukan untuk pewarisan.

Pasal 43
Dalam hal terjadi pembebanan atas rumah susun, pendaftaran hipotik atau fidusia yang bersangkutan dilakukan dengan menyampaikan:
a.         sertifikat hak milik atas satuan rumah susun yang bersangkutan;
b.         akta pembebanan hipotik atau fidusia;
c.         surat-surat lainnya yang diperlukan untuk pembebanan.

Pasal 44
(1)        Setelah menerima berkas-berkas pendaftaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 dan Pasal 43, Kantor Agraria Kabupaten atau Kotamadya membukukan dan mencatat peralihan hak tersebut dalam Buku Tanah dan pada sertifikat hak milik atas satuan rumah susun yang bersangkutan, untuk kemudian diberikan sertifikat tersebut kepada yang berhak.
(2)        Dalam hal terjadi pembebanan hak milik atas satuan rumah susun sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43, sertifikat yang bersangkutan dapat diserahkan kepada kreditur atas persetujuan yang berhak.

Pasal 45
Ketentuan lebih lanjut mengenai penggantian gambar situasi menjadi surat ukur, pendaftaran, peralihan, dan pembebanan hak milik atas satuan rumah susun diatur oleh Menteri Dalam Negeri.

Bagian Keempat
Perubahan dan Penghapusan Hak Pemilikan

Pasal 46
Pembangunan beberapa rumah susun yang direncanakan pada sebidang tanah dengan sistem pemilikan perseorangan dan hak bersama, dan telah mendapat izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 dan Pasal 31 dapat dilaksanakan secara bertahap, sepanjang tidak mengubah nilai perbandingan proporsionalnya.

Pasal 47
(1)        Dalam hal terjadi perubahan rencana dalam pelaksanaan pembangunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46 untuk tahap berikutnya, yang mengakibatkan kenaikan nilai perbandingan proporsionalnya, perubahan tersebut oleh penyelenggara pembangunan harus diberitahukan kepada perhimpunan penghuni, dan dalam hal tersebut diadakan perhitungan kembali.
(2)        Dalam hal perubahan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) mengakibatkan penurunan nilai perbandingan proporsionalnya, perubahan tersebut oleh penyelenggara pembangunan harus dimintakan persetujuan kepada perhimpunan penghuni, dan dalam hal tersebut diadakan perhitungan kembali.
(3)        Perubahan nilai perbandingan proporsional sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) harus disahkan kembali menurut ketentuan Pasal 30 dan Pasal 31 dan didaftarkan menurut ketentuan Pasal 39 ayat (4).
(4)        Dalam hal perhimpunan penghuni tidak memberikan persetujuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), penyelenggara pembangunan dapat mengajukan keberatan-keberatan kepada Pemerintah Daerah dan dalam jangka waktu 30 hari Pemerintah Daerah memberikan keputusan terakhir dan mengikat.
(5)        Dalam hal  perubahan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dan ayat (3) tidak jadi dilaksanakan, penyelenggara pembangunan wajib memperhitungkan kembali nilai perbandingan proporsionalnya sebagaimana semula, dan dimintakan pengesahan serta didaftarkan kembali.

Pasal 48
(1)        Dalam hal terjadi rencana perubahan fisik rumah susun yang mengakibatkan perubahan nilai perbandingan proporsional harus mendapat persetujuan dari perhimpunan penghuni.
(2)        Persetujuan perhimpunan penghuni dipergunakan sebagai dasar di dalam membuat akta perubahan pemisahan.
(3)        Akta perubahan pemisahan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) memuat perubahan-perubahan dalam pertelaan yang mengandung perubahan nilai perbandingan proporsional.
(4)        Akta perubahan pemisahan sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) harus didaftarkan pada Kantor Agraria Kabupaten atau Kotamadya untuk dijadikan dasar dalam mengadakan perubahan pada Buku Tanah dan sertifikat-sertifikat hak milik atas satuan rumah susun yang bersangkutan.

Pasal 49
(1)        Dalam hal terjadi perubahan atas satuan rumah susun yang dimiliki oleh perseorangan secara terpisah, perubahan tersebut tidak boleh menimbulkan kerugian bagi pemilik lainnya.
(2)        Perubahan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus diberitahukan kepada perhimpunan penghuni dan dilakukan sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang ditetapkan oleh perhimpunan penghuni serta persyaratan teknis pembangunan lainnya yang berlaku.

Pasal 50
Hak milik atas satuan rumah susun hapus karena
a.         hak atas tanahnya hapus menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku;
b.         tanah dan bangunannya musnah;
c.         terpenuhinya syarat batal;
d.         pelepasan hak secara sukarela.

Pasal 51
Dalam hal hak milik atas satuan rumah susun hapus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 huruf a dan huruf c, setiap pemilik hak atas satuan rumah susun berhak memperoleh bagian atas milik bersama terhadap bagian bersama, benda bersama, dan tanah bersama sesuai dengan nilai perbandingan proporsionalnya dengan melihat kenyataan yang ada.

Pasal 52
(1)        Sebelum Hak Guna Bangunan atau Hak Pakai atas tanah Negara yang di atasnya berdiri rumah susun sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 haknya berakhir, para pemilik melalui perhimpunan penghuni mengajukan permohonan perpanjangan atau pembaharuan hak atas tanah tersebut sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(2)        Penerbitan perpanjangan atau pembaharuan hak atas tanah sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur oleh Menteri Dalam Negeri.

Bagian Kelima
Kemudahan Pembangunan dan Pemilikan

Pasal 53
(1)        Kepada golongan masyarakat yang berpenghasilan rendah yang berkehendak untuk memiliki satuan rumah susun sederhana dapat diberikan kemudahan baik langsung maupun tidak langsung.
(2)        Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur lebih lanjut oleh Menteri yang bertanggung jawab di bidang pembangunan perumahan dan Menteri lain yang terkait serta Pemerintah Daerah yang bersangkutan sesuai dengan bidang tugasnya masing-masing.

BAB VI
PENGHUNIAN DAN PENGELOLAAN RUMAH SUSUN

Bagian Pertama
Penghunian Rumah Susun

Pasal 54
(1)        Para penghuni dalam suatu lingkungan rumah susun baik untuk hunian maupun bukan hunian wajib membentuk perhimpunan penghuni untuk mengatur dan mengurus kepentingan bersama yang bersangkutan sebagai pemilikan, penghunian, dan pengelolaannya.
(2)        Pembentukan perhimpunan penghuni dilakukan dengan pembuatan akta yang disahkan oleh Bupati atau Walikotamadya Kepala Daerah Tingkat II, dan untuk Daerah Khusus lbukota Jakarta oleh Gubernur Kepala Daerah Tingkat 1.
(3)        Perhimpunan penghuni dapat mewakili para penghuni dalam melakukan perbuatan hukum baik ke dalam maupun ke luar Pengadilan.

Pasal 55
(1)        Yang menjadi anggota perhimpunan penghuni adalah subyek hukum yang memiliki, atau memakai, atau menyewa, atau menyewa beli atau yang memanfaatkan satuan rumah susun bersangkutan yang berkedudukan sebagai penghuni, dengan memperhatikan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 58.
(2)        Dalam hal perhimpunan penghuni memutuskan sesuatu yang menyangkut pemilikan dan pengelolaan rumah susun, setiap pemilik hak atas satuan rumah susun mempunyai suara yang sama dengan nilai perbandingan proporsional.
(3)        Dalam hal perhimpunan penghuni memutuskan sesuatu yang menyangkut kepentingan penghunian rumah susun, setiap pemilik hak atas satuan rumah susun diwakili oleh satu suara.

Pasal 56
Perhimpunan penghuni mempunyai fungsi sebagai berikut:
a.         membina terciptanya kehidupan lingkungan yang sehat, tertib, dan aman;
b.         mengatur dan membina kepentingan penghuni;
c.         mengelola rumah susun dan lingkungannya.

Pasal 57
(1)        Pengurus perhimpunan penghuni, keanggotaannya dipilih berdasarkan asas kekeluargaan oleh dan dari anggota perhimpunan penghuni melalui rapat umum perhimpunan penghuni yang khusus diadakan untuk keperluan tersebut.
(2)        Pengurus perhimpunan penghuni sekurang-kurangnya terdiri dari seorang Ketua, seorang Sekretaris, seorang Bendahara, dan seorang Pengawas Pengelolaan.
(3)        Dalam hal diperlukan, pengurus dapat membentuk Unit Pengawasan Pengelolaan.
(4)        Penyelenggara pembangunan wajib bertindak sebagai pengurus perhimpunan sementara sebelum terbentuknya perhimpunan penghuni, dan membantu penyiapan terbentuknya perhimpunan penghuni yang sebenarnya dalam waktu yang secepatnya.

Pasal 58
(1)        Dalam hal pemilik menyerahkan penggunaan satuan rumah susun baik sebagian maupun seluruhnya pada pihak lain berdasarkan suatu hubungan hukum tertentu, harus dituangkan dalam akta yang secara tegas mencantumkan beralihnya sebagian atau seluruh hak dan kewajiban penghuni beserta kewajiban lainnya.
(2)        Akta sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus didaftarkan pada perhimpunan penghuni.

Pasal 59
Perhimpunan penghuni mempunyai tugas pokok:
a.         mengesahkan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga yang disusun oleh pengurus dalam rapat umum perhimpunan penghuni sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55 ayat (2);
b.         membina para penghuni ke arah kesadaran hidup bersama yang serasi, selaras, dan seimbang dalam rumah susun dan lingkungannya;
c.         mengawasi pelaksanaan ketentuan-ketentuan yang tercantum dalam Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga;
d.         menyelenggarakan tugas-tugas administratif penghunian;
e.         menunjuk atau membentuk dan mengawasi badan pengelola dalam pengelolaan rumah susun dan lingkungannya;
f.          menyelenggarakan pembukuan dan administratif keuangan secara terpisah sebagai kekayaan perhimpunan penghuni;
g.         menetapkan sanksi terhadap pelanggaran yang telah ditetapkan dalam Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga.

Pasal 60
Tata Tertib penghunian rumah susun disusun berdasarkan:
a.         Undang-undang Rumah Susun beserta peraturan pelaksanaannya;
b.         peraturan perundang-undangan lain yang terkait;
c.         kepentingan pengelolaan rumah susun sesuai dengan ketentuan-ketentuan teknis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29;
d.         kepentingan penghuni sehubungan dengan jaminan hak, kebutuhan- kebutuhan khusus, keamanan, dan kebebasan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku;

Pasal 61
(1)        Setiap penghuni berhak:
a.         memanfaatkan rumah susun dan lingkungannya termasuk bagian bersama, benda bersama, dan tanah bersama secara aman dan tertib;
b.         mendapatkan perlindungan sesuai dengan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga;
c.         memilih dan dipilih menjadi Anggota Pengurus Perhimpunan Penghuni;
(2)        Setiap penghuni berkewajiban
a.         mematuhi dan melaksanakan peraturan tata tertib dalam rumah susun dan lingkungannya sesuai dengan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga;
b.         membayar iuran pengelolaan dan premi asuransi kebakaran;
c.         memelihara rumah susun dan lingkungannya termasuk bagian bersama, benda bersama, dan tanah bersama.
(3)        Setiap penghuni dilarang:
a.         melakukan perbuatan yang membahayakan keamanan, ketertiban, dan keselamatan terhadap penghuni lain, bangunan dan lingkungannya;
b.         mengubah bentuk dan/atau menambah bangunan di luar satuan rumah susun yang dimiliki tanpa mendapat persetujuan perhimpunan penghuni

Bagian Kedua
Pengelolaan Rumah Susun

Pasal 62
Pengelolaan rumah susun meliputi kegiatan-kegiatan operasional yang berupa pemeliharaan, perbaikan, dan pembangunan prasarana lingkungan, serta fasilitas sosial, bagian bersama, benda bersama, dan tanah bersama.

Pasal 63
Pengelolaan terhadap satuan rumah susun dilakukan oleh penghuni atau pemilik, sesuai dengan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga yang ditetapkan oleh Perhimpunan Penghuni.

Pasal 64
Pengelolaan terhadap rumah susun dan lingkungannya dapat dilaksanakan oleh suatu badan pengelola yang ditunjuk atau dibentuk oleh perhimpunan penghuni.

Pasal 65
Badan pengelola yang dibentuk sendiri oleh perhimpunan penghuni harus dilengkapi dengan unit organisasi, personil, dan peralatan yang mampu untuk mengelola rumah susun.

Pasal 66
Badan pengelola yang ditunjuk oleh perhimpunan penghuni harus mempunyai status badan hukum dan profesional.

Pasal 67
Penyelenggara pembangunan yang membangun rumah susun wajib mengelola rumah susun yang bersangkutan dalam jangka waktu sekurang-kurangnya tiga bulan dan paling lama satu tahun sejak terbentuknya perhimpunan penghuni atas biaya penyelenggara pembangunan.

Pasal 68
Badan pengelola mempunyai tugas:
a.         melaksanakan pemeriksaan, pemeliharaan, kebersihan dan perbaikan rumah susun dan lingkungannya pada bagian bersama, benda bersama, dan tanah bersama;
b.         mengawasi ketertiban dan keamanan penghuni serta penggunaan bagian bersama, benda bersama, dan tanah bersama sesuai dengan peruntukannya;
c.         secara berkala memberikan laporan kepada perhimpunan penghuni disertai permasalahan dan usulan pemecahannya.

Pasal 69
Pembiayaan pengelolaan bagian bersama, benda bersama, dan tanah bersama dibebankan kepada penghuni atau pemilik secara proporsional melalui perhimpunan penghuni,

Pasal 70
Perhimpunan Penghuni harus mengasuransikan rumah susun terhadap kebakaran.

Bagian Ketiga
Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga

Pasal 71
Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga perhimpunan penghuni disusun oleh pengurus yang pertama kali dipilih, dan disahkan oleh rapat umum perhimpunan penghuni.

Pasal 72
Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga memuat susunan organisasi, fungsi, tugas pokok, hak dan kewajiban anggota serta tata tertib penghunian, sebagaimana dimaksud dalam BAB VI Peraturan Pemerintah ini, dan berdasarkan pada ketentuan-ketentuan yang ditetapkan oleh Pemerintah Daerah, dengan memperhatikan petunjuk dan pedoman yang dikeluarkan oleh Menteri Dalam Negeri.

BAB VII
TATA CARA PENGAWASAN

Pasal 73
Tata cara pengawasan pelaksanaan pengaturan dan pembinaan dalam pembangunan dan pengembangan rumah susun terhadap persyaratan teknis, diatur oleh Menteri Pekerjaan Umum,

Pasal 74
Tata cara pengawasan pelaksanaan pengaturan dan pembinaan dalam pembangunan dan pengembangan rumah susun terhadap:
a.         persyaratan administratif yang berkaitan dengan perizinan pembangunan, layak huni, pembuatan akta pemisahan, penerbitan sertifikat perizinan hak milik atas satuan rumah susun, pembebanan hipotik dan fidusia, serta segala kegiatan yang berkaitan dengan pendaftaran tanah;
b.         penghunian dan pengelolaan rumah susun;
diatur oleh Menteri Dalam Negeri.

Pasal 75
Tata cara pengawasan pelaksanaan terhadap pemberian kemudahan di bidang perkreditan dan perpajakan diatur oleh Menteri Keuangan.

Pasal 76
(1)        Pelaksanaan pengawasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 73 dan Pasal 74 dilaksanakan oleh Pemerintah Daerah berdasarkan petunjuk dan pedoman yang dikeluarkan oleh Menteri yang bersangkutan.
(2)        Pemerintah Daerah diberi wewenang untuk melakukan tindakan penertiban terhadap pelaksanaan Peraturan Pemerintah ini sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

BAB VIII
KETENTUAN PIDANA

Pasal 77
(1)        Barang siapa melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30, Pasal 31, Pasal 34, Pasal 35 ayat (1) dan ayat (3), Pasal 38 ayat (2), Pasal 39 ayat (1), Pasal 61 ayat (2) dan ayat (3), dan Pasal 67, diancam dengan pidana kurungan selama-lamanya 1 (satu) tahun dan/atau denda setinggi-tingginya Rp 1.000.000,- (satu juta rupiah).
(2)        Perbuatan pidana sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) adalah pelanggaran.

BAB IX
KETENTUAN LAIN

Pasal 78
Rumah susun yang sudah dibangun sebelum berlakunya Peraturan Pemerintah ini, masing-masing diatur oleh Pemerintah Daerah sesuai dengan keadaan rumah susun yang bersangkutan dengan berpedoman pada ketentuan dalam Peraturan Pemerintah ini.

Pasal 79
Bangunan gedung bertingkat yang bukan rumah susun sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 16 Tahun 1985 maupun bangunan gedung tidak bertingkat yang dibangun dalam suatu lingkungan yang mengandung sistem pemilikan perseorangan dan hak bersama, diatur sebagai berikut:
a.         persyaratan teknis oleh Menteri Pekerjaan Umum;
b.         persyaratan administratif dan pembebanan oleh Menteri Dalam Negeri;
c.         persyaratan perpajakan oleh Menteri Keuangan;
berpedoman pada ketentuan dalam Peraturan Pemerintah ini dengan penyesuaian seperlunya.

BAR X
KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 80
Dengan berlakunya Peraturan Pemerintah ini, peraturan perundang-undangan yang telah ada yang berkaitan dengan rumah susun dan tidak bertentangan dengan ketentuan dalam Peraturan Pemerintah ini, dinyatakan tetap berlaku sampai diubah atau diatur kembali berdasarkan Peraturan Pemerintah ini.

BAB XI
KETENTUAN PENUTUP

Pasal 81
Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.


Ditetapkan Di Jakarta,
Pada Tanggal 26 April 1988
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Ttd.
SOEHARTO

Diundangkan Di Jakarta,
Pada Tanggal 26 April 1988
MENTERI/SEKRETARIS NEGARA REPUBLIK INDONESIA,
Ttd.
MOERDIONO

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1988 NOMOR 7

About

BTemplates.com

Tomi Sapari. Powered by Blogger.

Pages

Popular Posts